Tanya
Dear Gus Mul, ini mungkin curhatan yang sangat tidak bermutu, namun semoga saja, dirimu bisa menjawabnya dengan jawaban yang, setidaknya, lumayan bermutu, walaupun minim mutunya, nggak papa deh.
Jadi begini, Gus. Saya ini adalah mahasiswa yang nggak kaya-kaya amat. Kiriman duit dari orang tua sangat-sangat minim. Saking minimnya, kalau saya sampai berani ngemall barang sehari saja untuk sekadar hang out dan nonton sama temen-temen, maka bisa dipastikan di tanggal 20 ke atas, saya bakal makan mie instan sampai akhir bulan.
Nah, karena itulah, untuk sekadar menambah biaya hidup sebagai mahasiswa, saya sering nyambi jualan preset foto di Instagram. Yah, hasil dari jualan preset ini memang cukup membantu. Kalau kebetulan postingan promosi saya viral, saya bisa dapat banyak orderan dan bisa nabung lumayan. Tapi kalau pas sepi, ya blas nggak ada pemasukan.
Yang jadi masalah adalah, walau saya ini punya kondisi keuangan yang tidak lancar-lancar amat dan tidak stabil-stabil amat, tapi saya ini selalu punya hasrat untuk berboros-boros, apalagi untuk menonton konser musisi kesayangan saya, utamanya, ehem, Jeketi fortieit.
Ya gimana ya, Gus, kadang di satu sisi, saya ingin sekali bisa hemat dan nabung yang banyak biar bisa beli hape yang bagus. Kan enak kalau punya hapa bagus, mau ngegame nggak ngelag, mau selfie juga pede. Tapi di satu sisi, saya tidak segan untuk menonton konser yang kadang harga tiketnya muahalnya minta ampun.
Gimana ya, Gus? Barangkali ada solusi.
~Sebut saja Husen.
Jawab
Dear Husen.
Sengaja saja pilih curhatan sampeyan untuk saya balas sebab selain jawabannya mudah, saya juga punya pengalaman dan kebimbangan yang sama. Saya pernah menuliskan ini di Twitter, dan rasanya saya merasa perlu untuk menyampaikannya kepada Sampeyan.
Begini, manusia itu lumrahnya memang penuh dengan berbagai keinginan. Hal ini sudah tertulis jelas dalam lirik lagu serial Doraemon itu, “Aku ingin begini, aku ingin begitu, ingin ini ingin itu banyak sekali.”
Sayangnya, manusia juga harus menerima kodrat bahwa tidak semua keinginan bisa terwujud. Ada pilihan-pilihan yang harus diambil, di mana kadang pilihan yang satu berimplikasi pada pilihan yang lain.
Kalau kata pepatah kulon, “Life is made of choice. Remove your shoes or scrub the floor.”
Nah, Sampeyan terjebak dalam sebuah pilihan yang sebenarnya nggak sulit-sulit amat. Pengin hemat biar bisa beli hape yang bagus, atau beli tiket konser buat nonton band yang kamu suka.
Saya, dengan segala pengalaman personal yang pernah saya alami, dengan mantap menyarankan Sampeyan untuk memilih menonton konser. Ya, pilihlah menonton konser alih-alih beli hape yang bagus.
Saya tak pernah ragu untuk memberi saran ini. Orang-orang bilang bahwa sayang kalau uang dibelanjakan buat nonton konser, lebih baik buat beli barang yang jelas ada juntrungannya.
Begini, Dulu pasa saya kerja jadi jaga warnet, saya pernah pengin banget nonton konser Cranberries di JavaRockinland. Tapi saat itu, saya putuskan nggak jadi nonton. Duitnya buat beli komputer biar bisa internetan di rumah. Pikir saya, nonton Cranberries bisa kapan-kapan.
Eh, beberapa tahun kemudian, setelah saya sudah punya duit, Mbak Dolores, vokalis Cranberries ternyata meninggal. Entah kenapa, ada penyesalan yang begitu besar saat mendengar kabar kematiannya. Penyesalan yang, kayak, punya uang berapa pun, saya tak akan pernah bisa nonton Dolores O’Riordan nyanyi.
Ketika saya menuliskan penyesalan tersebut di Twitter, banyak yang kemudian membagikan pengalaman serupa. Misal fans berat Linkin Park yang menyesal setengah mati sebab belum sempat menonton konser Linkin Park sebelum Chester Bennington. Atau fans-fans K-Pop yang menyesal karena belum sempat menonton konser boyband favoritnya, dan keburu personel boyband-nya itu ikut wajib militer.
Saat itulah, saya menyadari, bahwa, kadang tiket konser lebih berharga ketimbang aset apa pun.
Menonton konser itu pengalaman hidup yang layak untuk diperjuangkan.
Saya jadi ingat dengan tulisan Nuran Wibisono, wartawan musik pilih tanding itu sesaat setelah menonton konser Guns n Roses bertajuk “Not in this Lifetime” di Singapura beberapa tahun yang lewat.
“Mereka menua, tapi begitu juga kita. Begitu pula saya, yang pertama kali mendengar GNR saat SMP dan langsung tahu kalau band ini akan saya cintai sampai saya dikubur kelak. Menonton GNR dengan tiga personel lengkap mungkin adalah pengalaman yang nyaris langka. Sebab, mengutip flyer saat mereka membaptis ulang Whisky a Go Go: kapan lagi.
“Siapa tahu mereka akan bertengkar dan bubar lagi. Siapa tahu salah satu dari mereka, atau malah kita, akan dipanggil ke alam barzah. Siapa yang tahu masa depan? Dan karena itu: kapan lagi bisa menonton GNR dengan tiga personel asli?”
Menonton konser bukan hal yang sederhana. Ia memorable, ia sentimentil, dan sekali lagi, ia layak diperjuangkan.
Saya tak punya saran lain, jangan menyesal karena telah membuang uangmu untuk menonton konser musisi favoritmu.
Kelak, saat musisi favoritmu itu meninggal, kau bisa berbangga diri, menceritakan kepada anak dan cucumu, betapa hebat dan musisi favoritmu itu, dan betapa bahagianya dirimu karena dulu pernah menontonnya.