Pengin Tetap Berteman Dekat, Meski Nggak Komunikasi Lebih dari 3 Tahun

MOJOK.COSeorang perempuan bercerita sudah nggak komunikasi dengan temannya lebih dari 3 tahun. Namun, ia berharap bisa saling ngobrol lagi dan tetap berteman dekat.

TANYA

Halo Mojok,

Nama saya Mifta. Saya lagi ada sedikit masalah sama teman saya. Saya harap Mojok bisa membantu memberikan pendapat dan solusi mengenai hal ini.

Saya punya teman sebut saja namanya si Bowo. Kami sudah lama saling mengenal bahkan mungkin hampir 17 tahun. Sejak awal bertemu, kami memang tidak berteman dekat hanya sebatas saling mengenal saja. Saya pernah ada rasa sama dia tapi saya memilih untuk menyimpannya sendiri tanpa ada satu orang pun yang tahu, karena dulu saya orangnya gengsian. Hingga akhirnya kami melanjutkan kuliah di kampus dan kota yang berbeda. Saat duduk di bangku kuliah itulah kami mulai sering berkomunikasi.

Dia sempat bertanya mengenai perasaan saya dan saya mengakuinya dengan jujur jika dulu saya memang pernah ada rasa sama dia. Tapi saat kuliah, semua perasaan itu sudah berubah, saya hanya menganggap dia sebagai teman. Bisa dibilang sejak saat itu kami berteman baik.

Salah satu kebiasaan buruk saya saat marah adalah suka menutup akses komunikasi dengan dia mulai dari menonaktifkan FB dan sosial media lainnya. Dia tidak menyukai hal itu dan dia meminta saya agar tidak mudah marah serta meninggalkan kebiasaan saya, yang dalam bahasa dia disebut sebagai “menghilang”.

Saya mengiyakan permintaannya, tapi saya juga mengajukan permintaan kepada dia: agar dia berjanji akan selalu menjadi teman saya untuk selamanya apa pun yang terjadi. Singkat cerita, kami pun berjanji satu sama lain. Saya meminta dia berjanji seperti itu bukan tanpa alasan, karena saya tahu suatu hari dia akan meninggalkan saya dan tidak akan lagi menjadi teman yang baik untuk saya karena berbagai macam masalah yang ada dalam hidupnya.

Suatu hari, kami kembali bertengkar. Hingga akhirnya kami nggak berkomunikasi atau lost contact untuk waktu yang cukup lama. Yakni, lebih dari tiga tahunan.

Hari ini, saya sedang merasa sangat terpuruk karena suata masalah—lebih tepatnya masalah hati. Sebut saja dia si Ari. Saya sangat mencintai si Ari, tapi beberapa minggu yang lalu dia mengeluarkan kata-kata yang sangat menyakiti saya. Saya merasa berada di titik terendah dalam hidup, mungkin karena itulah saya kembali mengingat Bowo. Saya butuh Bowo karena saya ingin berbagi keluh kesah pada dia, seperti dulu dia sering berbagi keluh kesahnya pada saya saat ia menghadapi masalah dalam hidupnya. Saya butuh kehadiran seorang teman seperti dia untuk menguatkan saya sekarang.

Saya mencoba kembali menjalin komunikasi dengan Bowo, namun hanya beberapa minggu saja. Setelah itu, saya merasa dia menjauh dari saya. Terakhir, saya mengirimkan email tapi tidak dia balas. Saya harap dia masih ingat akan janjinya untuk berteman dengan saya selamanya, apa pun yang terjadi. Saya butuh dia sebagai teman, tidak lebih. Karena mengenai cinta, kami telah memiliki pilihan masing-masing.

JAWAB

Hai Mifta, yang lagi ngerasa sendirian dan butuh sandaran. Eh, njuk malah diabaikan sama temen yang udah belasan tahun—meski udah nggak komunikasi lebih dari 3 tahunan. Pertanyaannya gini, Mif, apa sampeyan ini sudah menyelesaikan terlebih dulu masalah kalian? Atau sampeyan malah ujug-ujug minta bantuan buat ditemenin dan didengerin ceritanya soal kesedihan dan kemalangan yang sedang sampeyan alami?

Jangan lupa, loh. Sampeyan masih punya masalah yang mengendap selama 3 tahunan. Jelas, itu bukan waktu yang singkat bagi sebuah hubungan pertemanan yang katanya dekat itu. Apalagi, kita tahu, semakin lama sebuah masalah nggak segera diselesaikan, jelas, bakal memunculkan tambahan luka-luka yang lain.

Jadi, sebelum sampeyan dengan egoisnya cerita dan curhat mendayu-dayu ke Bowo soal perlakuan Ari yang kurang ajar betul dan menyakitkan itu. Akan lebih baik, kalau sampeyan selesaikan dulu masalah yang melingkupi hubungan kalian. Bukan lebih baik lagi, ding. Tapi, ini sudah masuk dalam kategori, HARUS bin WAJIB. Nggak ada alasan untuk mengelak dan mengabaikan proses baikan yang sungguh tak mudah, awkward, dan sakral itu.

Gimana? Si Bowo ternyata malah ngejahuin sampeyan? Sehingga proses menuju baikan selama beberapa minggu yang tak membuahkan hasil itu, bikin sampeyan menyerah dan menganggap Bowo memang memilih menjauh? Hadeeeh, ya, jelaslah. Apa salah kalau dia menjauh? Ya, nggak, kan? Pasalnya, lagi-lagi, tiga tahun itu bukan waktu yang singkat, Mifta. Wajar kalau dia butuh waktu untuk menetralisir sikapnya dan perasaannya supaya dapat berinteraksi lagi sama sampeyan dan berteman lagi.

Belum lagi, kalau ternyata tanpa sampeyan tahu, dalam masa tiga tahun kalian berjarak ini, dia juga sedang mengalami masalah. Tapi, sampeyan malah nggak ada. Coba saja sampeyan bayangkan kalau berada pada posisi Bowo.

Perlu dipahami, kalian itu berjarak bukan hanya sekadar pengin berjarak aja. Kalian berjarak, karena dibatasi sebuah masalah. Nah, si batas ini harus diberesin dulu. Diselesaian dulu. Butuh waktu? Ya, jelas. Nggak mudah? Siapa bilang merawat pertemanan itu mudah? Hmmm?

Udah ya, Mif. Tolong logis dikitlah. Memang betul, kalian berjanji untuk bisa tetap berteman, apa pun yang terjadi. Tapi, mohon maaf, nih. Apa pernah yang namanya janji manusia itu ada garansinya? Heh? Masing-masing dari diri kita itu dinamis. Semua bisa berubah. Yang pernah janji untuk selalu bertahan dan tetap bersama sehidup semati aja, bisa cerai dan putus. Begitu pula dengan janji untuk tetap berteman yang pernah kalian sepakati.

Kalau sampeyan memang getol pengin memperbaiki hubungan yang ada, yaudah, jangan gampang untuk mundur gitu aja. Tapi ya gitu, nggak perlu agresif-agresit amatlah. Takutnya, dia malah jadi ilfeel sama sampeyan. Pelan-pelan aja. Setel kendo. Main alus. Misal, dengan komen tipis-tipis pas dia upload sesuatu di media sosialnya.

Tapi, ya gitu, yang namanya hubungan itu kan dua arah. Jangan sampai, memperbaiki hubungan ini cuma diusahakan oleh satu pihak saja. Kalau iya? Percuma. Oh ya, sepertinya sampeyan juga perlu menata lagi niat untuk kembali berteman. Ya, seperti, jangan sampai sampeyan melakukan ini semua hanya karena lagi butuh-butuhnya teman curhat doang. Kalau saya jadi Bowo dan tahu soal ini, sih, pasti bakal sebel banget. Lha kok, sampeyan datang cuma pas lagi ada butuhnya, aja? Lha, kemarin-kemarin, ke mana?

Exit mobile version