MOJOK.CO – Teman ngajak jalan, udah janjian, eh malah di-cancel. Mana ada, sih, orang yang seneng kalau janjian dibatalkan sepihak dan mendadak?!
Tanya
Hai, Kak. Numpang curhat, dong.
Nama saya Putri, umur 19 tahun. Saya punya teman, namanya Daffa. Saya kenal dia sejak SMA. Saya senang punya teman seperti Daffa: orangnya pintar, baik, humoris, peduli—pokoknya semua yang baiklah. Selama 3 tahun, saya dan Daffa selalu satu kelas dan tempat duduk kami berdekatan (depan dan belakang).
Setiap bermain ke rumahnya, saya selalu diberi makanan oleh ibunya untuk dibawa pulang. Saya dan ibunya lumayan dekat, sudah seperti ibu dan anak. Dia juga dekat dengan ibu saya.
Suatu hari, dia ingin putus dengan pacarnya dan minta solusi dari saya. Yah, kedekatan saya dengan Daffa sudah seperti itu.
Sekarang, saya dan Daffa beda universitas. Dulu kami sering saling berkirim pesan, tapi sekarang sudah mulai jarang. Kami bisa saja melalui tiga hari, bahkan lebih, tanpa kontak. Sekarang susah untuk kami bertemu karena kesibukan masing-masing.
Suatu hari, Daffa mengirim pesan pada saya untuk mengajak makan bersama. Dengan senang hati, saya jawab “iya”. Sorenya, saya menanyakan janjian tersebut jadi atau tidak karena saya tidak mendapat kabar dari Daffa. Saya sampai tidak makan agar bisa makan bersamanya, Kak!
Setelah menunggu lama sampai azan Magrib dan saya belum makan, Daffa mengirim pesan yang isinya “tidak jadi makan malam, karena ada urusan”. Saya marah karena janjian dibatalkan, tapi saya tidak memarahinya. Saya hanya mendiamkannya beberapa hari.
Baru-baru ini, Daffa mengajak saya menonton di bioskop, tetapi lagi-lagi janjian dibatalkan. Saya ingin marah padanya, tetapi saya tidak berani karena teringat saat dia membantu saya di masa SMA.
Jadi, saya harus bagaimana jika dia membuat janji lagi dan dibatalkan lagi? Apa saya boleh marah, seperti membentak atau menyindirnya?
Oh ya, Daffa ini cewek, ya, Kak.
Jawab
Halo, Putri. Nama saya Lia, umur saya bukan 19 tahun, Tapi nggak apa-apa, saya tetap bakal membalas curhatanmu kali ini.
Perlu diakui, saya sempat kecele. Saya pikir, Daffa adalah teman laki-lakimu dan kalian terjebak dalam hubungan pertemanan laki-laki dan perempuan dengan segala permasalahannya. Eh ternyata, Daffa juga perempuan dan—baiklah—ini adalah perkara yang sedikit lebih rumit karena pertemanan perempuan memang sedikit lebih—apa ya—unik.
Yang saya ingin tanyakan setelah membaca curhatanmu sebenarnya cuma satu: apa sih yang kamu maksud dengan “teringat saat dia membantu saya di masa SMA”?
Kalau Daffa memang membantumu sejak SMA, apakah kamu pikir dia lantas berhak-berhak saja membuatmu menunggu dalam ketidakpastian? Bukankah sejak SMA kalian sudah berteman—yang artinya kalian berdua sama-sama bersikap baik dan saling membantu?
Saya tidak meminta kamu untuk marah-marah pada Daffa dengan membentak atau menyindirnya. Saya pribadi termasuk orang yang nggak enakan dan rasa-rasanya bisa memahami kegelisahanmu.
Tapi, Putri, perlu kamu ketahui, apa yang Daffa lakukan padamu seharusnya tidak membuatmu merasa dipermainkan. Alih-alih menahan rasa marah, sampaikan saja pada Daffa hal-hal yang kesannya “tegas”, tapi dengan cara yang santai, misalnya: “Daffa, kita jadi makan siang bareng nggak, nih? Aku udah laper.” Kalau Daffa tidak membalas cukup lama, mendingan kamu makan duluan aja.
Ingat, sayang sama teman, sih, boleh, tapi jangan lupa untuk sayang sama cacing-caing yang kelaparan di perutmu sendiri. Self-love itu penting, Putri. Dan, kelaparan itu nggak enak. Nantinya, kalau Daffa akhirnya membalas pesanmu tapi kamu udah keburu makan, ya temui saja dia dan temani dia makan sampai habis. Fair, kan?
Atau, kalau tiba-tiba dia membatalkan mendadak padahal kamu sudah siap pergi, kamu bisa bilang, “Waduh, kupikir kita bakal jadi pergi soalnya aku udah selesai siap-siap. Aku belum makan daritadi, nih, karena kita mau makan bareng.”
Ingat, jangan langsung bilang “nggak apa-apa” kalau kenyataannya kamu merasa “apa-apa”. Keberatanmu itu menunjukkan bahwa kamu sama manusianya dengan Daffa yang mungkin saja lupa kalau dia punya urusan yang harus dia hadiri. Setidaknya, dengan menunjukkan keberatanmu, Daffa juga bisa jadi belajar bahwa dia seharusnya lebih matang mempertimbangkan rencana janjian sama orang.
Maksud saya, ayolah, mana ada yang suka dikasih janji, terus dilanggar begitu aja? Emangnya kita ini driver ojek online yang punya tombol “cancel” setiap kali diajak jalan dan udah deal?
Janji pejabat negara yang nggak dipenuhi aja bisa didemo, ini kok janji orang terdekat kita malah bikin tersiksa sendiri, sih?
Ih, nggak banget, Put, nggak banget.
Salam,
Lia
BACA JUGA Udah Janjian ke Event BBW, Malah Ditinggal Masuk Duluan atau artikel di rubrik CURHAT lainnya.