Betapa Susahnya Berdamai dengan Gaji yang Mepet UMR

gaji umr

Tanya

Hai, Mas Agus!

Salam kenal sebelumnya. Nama saya Putra. Langsung saja ya, Mas.

Jadi begini, saya ini kategori orang yang begitu sebal dengan gaji. Gaji saya ini pas-pasan banget. Hanya sedikit di atas UMR. Nah, sialnya, gaya hidup saya sewaktu kuliah yang agak konsumtif membuat permasalahan soal gaji ini menjadi sangat pelik.

Kini terasa sekali ketika saya harus hidup tanpa kiriman dari orangtua dan hanya mengandalkan uang gaji. Saya gagap dan kesulitan mengelola uang gaji saya.

Salah satu fragmen yang cukup emosional bagi saya adalah saat saya sempat mendapatkan pertanyaan nyelekit dari Aa’ burjo samping kosan. “Mas Putra kok habis kerja makannya enggak nasi ayam lagi, malah nasi telur. Kok penurunan sih mas?” Begitu kata Aa’ Burjo yang saya jawab dengan senyum tapi hati meringis.

Saya sudah bekerja satu tahun lebih. Kerjaan saya memang berbeda dengan jurusan yang saya pelajari di perkuliahan. Namun saya senang dengan pekerjaan saya tersebut karena masih satu frekuensi dengan hobi saya. Yang saya tak suka adalah gajinya yang memang serba pas-pasan dan serba mepet. Tak cuma Aa’ Burjo, saat pulang ke rumah pun, ibu juga mengomentari dengan cerewetnya.

“Sudah punya tabungan banyak kan? Ibu kok enggak pernah dikasih?” Sebuah sindiran yang kembali saya jawab dengan senyum namun hati meringis.

Uang saya selalu habis untuk kebutuhan saya sehari-hari. Ya buat bayar kos, buat makan. Saya jarang jalan-jalan. Saya jarang beli barang bagus. Pokoknya saya hidup dengan sangat sederhana. Ternyata begitu susah rasanya berdamai dengan gaji UMR.

Barangkali Mas Agus punya sedikit saran atau nasihat buat saya dalam menghadapi kegelisahan saya akan perdamaian dengan gaji UMR ini.

~Putra.

Jawab

Dear, Putra.

Begini. Gajimu saat ini kan statusnya di atas UMR. Yah, walau statusnya “Sangat-sangat tipis di atas UMR”, namun kan tetap saja di atas UMR. Dengan gaji mepet UMR tersebut, pemenuhan kebutuhan pokok (misal seperti bayar kos, makan, bensin, pulsa, dsb) itu saya anggap selesai. Mengingat kamu sekarang hidup sendiri dan belum berumah tangga sehingga belum menghidupi anak-istri.

Nah, kalau ternyata dengan gaji mepet UMR itu ternyata kehidupanmu masih benar-benar mepet, maka kamu perlu memeriksa detail pengeluaranmu. Ini penting. Ada banyak pengeluaran yang sering kali nggak terasa. Misal, biaya berlangganan sesuatu yang sebenarnya kamu nggak butuh-butuh amat, atau biaya ngopi yang memang seringkali tampak kecil padahal kalau dijumlah nilainya lumayan besar juga. Periksa dengan detail, lalu coba kurangi pengeluaran apa saja yang memang nggak perlu.

Ganti aneka hiburan yang agak butuh ongkos dengan dengan minim ongkos. Kalau kamu sering nonton di bioskop seminggu sekali, maka kurangi menjadi dua minggu sekali. Nanti sisanya bisa kamu gunakan untuk berlangganan netflix yang paket termurah.

Kurangi konsumsi pulsa. Jika paket datamu sebulan habis 100 ribu, maka cobalah untuk menguranginya agar bisa menjadi setengahnya. Caranya? Ya bebas. Bisa dengan mengurangi nonton Youtube, menonaktifkan mode unduh file otomatis di WhatsApp, atau sering-seringlah memanfaatkan wifi gratisan.

Tentu saja di sini saya nggak ingin bahas soal dilema UMR yang oleh sebagian orang dianggap nggak ideal bla bla bla, sebab untuk menuju keidealan tersebut, memang masih butuh waktu dan perjuangan yang sangat lama. Saya ingin menekankan soal hidup yang realistis.

Dengan gaji yang hanya mepet UMR, tentu saja tak banyak pilihan pembelanjaan yang bisa tercover. Kamu harus mulai memilih prioritas kebutuhanmu.

Pokoknya cari cara-cara berhemat yang bisa menekan biaya hidup keseharianmu.

Wah, kehidupan jadi terbatas, dong?

Namanya orang nggak punya banyak duit itu ya memang harus tahu diri dan membatasi fasilitas hidupnya. Hukumnya sudah begitu.

Nah, kalau kamu memang ingin melonggarkan hidup, maka kamu harus mulai berpikir untuk meningkatkan penghasilanmu.

Ingat, penghasilan. Bukan gaji. Penghasilan tak selalu beriringan dengan gaji. Kamu bisa mencoba mencari penghasilan lain di luar jam kerja. Kamu bisa mencoba menulis untuk dikirimkan ke media, bisa mencoba menjual jasa mendesain, atau bisa juga bikin toko online kecil-kecilan dengan metode dropship. Apa pun.

Itu bisa menjadi alternatif yang baik buatmu biar uang yang kamu miliki tak melulu mepet UMR terus.

Mengutip apa kata budayawan moncer Prie GS itu, “Hidup ini keras, maka gebuklah!”

~Agus Mulyadi

Exit mobile version