MOJOK – Kerja manajemen Real Madrid tak hanya terbatas kepada merespons keputusan Zidane mundur. Kerja yang rumit juga mencakup memastikan masa transisi berjalan dengan lancar dan lembut. Sanggup, Madrid?
Zinedine Zidane mundur dan tak ada yang bisa dilakukan Real Madrid untuk mencegah peristiwa ini terjadi. Pelatih asal Prancis tersebut menjadi pelatih pertama dalam satu dekade ini yang tidak menyandang status “pecatan Madrid”. Zidane mundur dengan status pelatih pertama yang memenangi Liga Champions tiga kali berturut-turut. Respek!
Oleh sebab itu, siapa saja, entah pelatih anyaran, atau dengan kaliber besar, harus siap berhadap-hadapan secara langsung dengan status “menggantikan pelatih yang bisa memenangi Liga Champions tiga kali berturut-turut”. Sungguh tantangan yang mengerikan. Tanpa mental dan bakat manajemen yang baik, pelatih baru bisa dibuat gila.
Salah satu kawan saya di Twitter, seorang pegiat literasi di Sleman mengatakan bahwa tidak akan banyak pelatih yang mau mengajukan diri menggantikan Zidane. Situasinya sama ketika Sir Alex Ferguson mundur dari jabatannya sebagai manajer Manchester United. Sosok yang digantikan terlalu besar. Terlalu tinggi gunung itu untuk didaki.
Untung saja, Sir Alex “menunjuk” penggantinya secara langsung. Adalah David Moyes yang ketiban pulung menjadi pelatih United. Hasilnya gagal total? Bisa ya, bisa tidak, tergantung Anda fans United atau bukan. Jika bukan, tentu yang ada adalah tawa berderai melihat United tersungkur. Jika ya, masa-masa kelepatihan Moyes adalah masa prihatin yang terlalu panjang.
Maka, kenyataan Zidane mundur bukan berarti narasi yang ada hanya soal mencari pengganti. Yang perlu dihadapi manajemen Los Blancos adalah situasi di kamar ganti dan mempertahankan wajah rupawan Madrid di depan media. Salah langkah, bibit badai akan disemai oleh manajemen yang terlihat sangat nyaman dengan Zidane sebagai pelatih kepala.
Sangat nyaman? Betul, coba perhatikan ekspresi muram Florentino Perez, Presiden Madrid, ketika konferensi pres ketika Zidane mundur. Ia seperti kehilangan angsa yang bertelur emas. Tiga kali gelar Liga Champions, jelas capaian yang dahsyat, yang bakal sulit disamai oleh pelatih mana saja. Capaian yang membuat Madrid pantas menjadi klub terbaik abad ini, tanpa keraguan!
Bibit badai setelah Zidane mundur
Keputusan Zidane mundur bisa menjadi pemantik perubahan besar di dalam tubuh Madrid. Posisi pelatih tentu akan diisi oleh orang yang berbeda, dengan perangai berbeda, dengan kebiasaan yang berbeda. Perubahan, untuk merespons mundurnya “sosok raksasa” perlu penanganan yang khusus, tidak boleh tergesa-gesa.
Tengok kerja panjang di balik layar manajemen Arsenal. Ketika masa bakti Arsene Wenger dirasa tidak akan lama lagi, manajemen membenahi sektor bisnis, teknis, dan akademi. Tiga sektor yang sebelumnya membutuhkan anggukan kepala Wenger sebelum menjalankan rencana kerja masing-masing. Pengganti yang diseleksi pun dikurasi dengan seksama. Dipilih yang paling sesuai, baik visi di atas lapangan dan perencanaan masa depan.
Kerja manajemen Arsenal cukup panjang, terbentang hingga tiga musim ke belakang. Tujuannya jelas, supaya Arsenal tak menjadi “United kedua”, ketika sosok sentral memutuskan untuk pergi. Yang menjadi masalah adalah, manajemen Madrid harus bekerja tiga kali lipat lebih berat lantaran keputusan Zidane mundur sangat mendadak.
Ada banyak pelatih dengan pola pikir istimewa untuk soal cara bermain dan teknis di atas lapangan. Namun, adakah pelatih yang “cukup besar” untuk berduel secara frontal dengan status “menggantikan pelatih yang bisa memenangi Liga Champions tiga kali berturut-turut”. Dan ingat, sang pelatih ini akan menahkodai Madrid, di mana suara sumbang tetap terbawa angin menyapa telinga, bahkan ketika tim sudah memenangi sebuah pertandingan.
Tak hanya cukup “menang” ketika siapa saja menjadi pelatih Si Putih. Ia harus bisa membungkam suara manajemen yang kadang terlalu dominan, dan mendiamkan para suporter garis keras yang sulit dipuaskan. Siapa berani?
Bibit badai juga bakal terjadi di kamar ganti. Menyusul keputusan Zidane mundur, berita soal eksodus pemain langsung tersiar. Paling tidak ada dua pemain yang masa depan masing-masing langsung menjadi menu santapan banyak media di Eropa. Dua pemain yang dimaksud adalah Cristiano Ronaldo dan Gareth Bale.
Dua pemain ini sangat sentral perannya di ajang Liga Champions. Ronaldo punya andil di tiga gelar Liga Champions terakhir Madrid. Sementara itu, performa Bale sangat penting di musim 2013/2014 ketika mengalahkan Atletico Madrid. Gol salto dan tendangan jarak jauh Bale juga menjadi titik krusial di final melawan Liverpool.
Jika kedua pemain sentral ini pergi, bisa jadi, banyak pemain lain yang juga akan menyusul. Mulai dari Keylor Navas, Raphael Varane, Mateo Kovacic, Isco Alarcon, Karim Benzema, Marco Asensio hingga pemain-pemain muda yang gagal berkembang seperti Dani Ceballos dan Theo Hernandez.
Kehilangan banyak pemain tentu akan mengubah wajah Madrid. Mulai dari kebiasaan di kamar ganti, hingga cara bermain. Proses transisi setelah Zidane mundur bisa jadi sangat berdarah-darah.
Namun, terlepas dari semua potensi badai itu, transisi akan selalu terjadi. Tak mungkin juga Zidane akan bertahan seumur hidup. Proses roda kehidupan terus berjalan. Dan kini, giliran roda takdir Madrid yang mulai menggelinding. Zaman baru akan terjadi, yang paling penting adalah proses dan persiapan menjelang. Siap, Madrid?