MOJOK.CO – Bagi analis sepak bola, laga Bayern Munchen vs Real Madrid sungguh menarik. Namun, bagi fans ahli begadang, laga ini membawa kantuk.
Setidaknya itulah yang terjadi di hampir sepanjang babak pertama, sebelum masing-masing tim mencetak gol. Mengapa pertandingan leg pertama semifinal Liga Champions ini seperti mendekati titik membuat kantuk bagi beberapa orang?
Pertama, kedua tim punya pendekatan yang hampir sama. Seperti melihat ke cermin, Bayern Munchen bertransformasi menjadi layaknya Real Madrid. Saat ini, di bawah asuhan Jupp Heynckes, Bayern memang tak lagi bermain secanggih sebagaimana kala dilatih Pep Guardiola maupun Carlo Ancelotti. Bayern menjadi tim yang sangat terorganisir, terutama di lini pertahanan mereka.
Meski tak secanggih saat dilatih Guardiola, perhatian terhadap detail yang ditunjukkan Heynckes tetap sangat terasa. Bayern memangkas semua pilihan-pilihan yang tak perlu. Misalnya, Franck Ribery tak lagi banyak menggiring bola sebelum betul-betul dekat dengan kotak penalti. Pemain asal Prancis tersebut juga lebih tenang dan tak memaksa untuk melakukan penetrasi ke kotak penalti dari sisi lapangan. Situasi yang ia cari adalah umpan silang.
Kemiripan gaya bermain antara Bayern dan Madrid dibedakan oleh organisasi lini belakang yang lebih baik dari tuan rumah. Baik Bayern maupun Real Madrid, di babak pertama, baru bisa mencetak gol ketika lawan membuat kesalahan.
Joshua Kimmich memaksimalkan serangan balik dari sisi kanan, ketika Marcelo terlambat untuk turun setelah ikut menyerang. Sementara itu, Marcelo membayar kesalahannya dengan membuat gol setelah Bayern lengah mengantisipasi second ball di sisi kanan kotak penalti. Sepakan diagonal Marcelo menjauhi tangan kiper Bayern.
Di babak kedua, letupan-letupan kecil sedikit lebih banyak terasa. Madrid membangun momentum mereka di awal babak kedua. Masuknya Marco Asensio menggantikan Isco Alarcon mengubah pendekatan Madrid. Keberadaan Asensio mengizinkan Madrid untuk memaksimalkan lebar lapangan. Area operasinya pun terbatas, yaitu di sisi kiri lapangan.
Zinedine Zidane memang sudah menghitung berbagai pertimbangan. Bayern akan banyak menggunakan Kimmich sebagai bek kanan untuk memaksimalkan lebar lapangan. Pilihan ini diambil lantaran Arjen Robben cedera dan Thomas Muller digeser ke kanan. Muller tidak banyak bermain melebar seperti Robben. Ia banyak bergerak ke tengah, menemani Robert Lewandowski.
Oleh sebab itu, Bayern butuh kanal di sisi kanan dan Kimmich banyak naik ke depan. Beberapa kali, Bayern memang berhasil menciptakan situasi berbahaya yang sumbernya dari umpan silang lewat sisi kanan. Namun, seperti yang saya jelaskan di tulisan sebelumnya, yang bisa kamu baca di sini, kekuatan Bayern ini menjadi titik lemah mereka.
Meski ruang bermainnya di sisi kiri, Asensio tidak selalu bermain dekat dengan garis tepi lapangan. Di beberapa situasi, ia berdekatan dengan Cristiano Ronaldo atau Lucas Vazquez, membentuk pola dua pemain di depan. Bentuk pola ini membuat Asensio akan selalu berada di “belakang” Kimmich, ketika bek kanan asal Jerman itu naik menyerang.
Maka, artinya, Asensio banyak mendapatkan ruang untuk dua kerja utama, yaitu mendistribusikan bola ke sisi lain lapangan ketika serangan balik dan melakukan penetrasi lewat sisi kiri lapangan. Selain pola yang memang sudah disiapkan oleh Zidane, Madrid terbantu oleh detail-detail kecil pertandingan yang ketat seperti ini.
Kesalahan kecil adalah pembeda untuk sebuah pertandingan yang mempertemukan dua tim dengan kualitas dan cara bermain yang mirip. Adalah Rafinha, bek kiri Bayern, yang menjadi pemain dengan rerata umpan sukses tertinggi, justru membuat satu blunder yang menentukan. Umpannya ke sisi kanan, justru jatuh di kaki Asensio.
Dan untuk situasi seperti inilah Madrid sudah menyiapkan diri. Begitu efektif memanfaatkan peluang, Madrid berhasil mencetak gol kemenangan. Menang 1-2, Madrid pulang ke Spanyol dengan bekal yang manis. Deja vu musim lalu terulang, Bayern tidak berlajar dari kesalahan.
Laga Bayern vs Real Madrid memang kurang menarik dibandingkan Liverpool vs AS Roma. Namun, dari laga-laga seperti inilah kita bisa belajar sepak bola lebih dalam. Laga yang mengedukasi? Boleh dibilang begitu. Leg kedua jelas bakal panas.