MOJOK.CO – Bukan malam yang menyenangkan bagi timnas Indonesia dan Shin Tae-yong. Mungkin, yang tersisa hanya asa untuk masa depan.
Menit dua babak pertama, Thailand unggul cepat ketika pemain timnas Indonesia tengah berusaha beradaptasi dengan laga krusial ini. Saya jadi membayangkan, kira-kira, konflik apa yang berkecamuk di dalam benak Iwan Bule, Ketum PSSI.
Mungkin, dia akan membatin, “Ini dia kalau gue nggak dikasih masuk ruang ganti. Zalim. Gitu amat sama gue yang cuma pengin diperhatikan.”
Terlepas dari segala spekulasi soal konflik di dalam kepala Iwan Bule, timnas Indonesia memang punya konfliknya sendiri. Gimana ya….
Bukan pilihan memalukan ketika timnas Indonesia harus bertahan cukup dalam ketika melawan Thailand. Tim Gajah Putih bisa dikatakan tidak punya organisasi permainan secanggih Vietnam. Namun, di atas kertas, Thailand memang lebih unggul secara kolektif. Memprediksi mereka akan dominan bukan sebuah dosa.
Nah, buat tim yang bermain bertahan, harus selalu ingat bahwa bukan man to man yang paling penting, tapi penjagaan ruang. Jangan sampai Thailand nyaman bermain di ruang sempit, di depan kotak penalti. Sayang, organisasi pertahanan timnas Indonesia sungguh bikin konflik batin.
Situasi kedua yang bikin gregetan seluruh rakyat Indonesia adalah kesalahan umpan. Ketika sebuah tim bertahan, lalu menggunakan build from the back untuk mengambil kesempatan, umpan pendek sangat krusial. Kalau akurasinya menyedihkan, tim mana saja juga bakal kesulitan. Selain itu, kehilangan bola di daerah sendiri jelas bikin enak lawan untuk melakukan aksi setelah counterpress berhasil.
Mungkin itu juga yang menjadi alasan Shin Tae-yong menggunakan Evan Dimas di babak kedua. Evan memang tidak berada di performa terbaik, pun dia juga agak kurang cocok dengan cara bermain timnas Indonesia yang sekarang. Namun, untuk kontrol tempo, Evan masih terbaik di antara gelandang yang ada.
Ide Shin Tae-yong untuk memakai Evan sebetulnya cukup menarik. Namun, hingga lima menit babak kedua, Evan kesulitan menyesuaikan diri. Thailand masih dominan dan timnas Indonesia sulit keluar dari tekanan. Hingga akhirnya sebuah serangan balik membuat leg pertama final AFF makin berat untuk anak asuh Shin Tae-yong.
Komentator pertandingan menjelaskan dengan baik kondisi di tengah pertandingan. Katanya, timnas Indonesia kehilangan kompaksi ketika meladeni Thailand yang justru bisa bermain lebih terorganisasi ketimbang ketika melawan Vietnam.
Selepas menit 70, timnas Indonesia bahkan kehilangan koordinasi antar-lini. Antara barisan bek dan gelandang tercipta ruang yang cukup luas. Sangat luas sampai kamu bisa bikin acara resepsi kawinan dengan bikin tenda di sana sambil nutup jalan.
Skor sudah 0-3 dan Thailand begitu dominan. Saking dominannya, mereka bahkan bisa mengganti kiper hanya semata memberi menit bermain untuk kiper cadangan. Kiper senior yang dibawa timnas Thailand di AFF ini.
Melihat jalannya leg pertama final AFF kita jadi paham bahwa istilah “kekalahan total” kayaknya diciptakan untuk timnas Indonesia. Asa untuk menjadi juara menjadi semakin jauh. Rekor jagoan juara dua semakin dipertegas malam ini.
Bukan malam yang menyenangkan bagi timnas Indonesia dan Shin Tae-yong. Mungkin, yang tersisa hanya asa untuk masa depan. Bahwa pemain-pemain muda timnas Indonesia punya kualitas. Ketemu dengan pelatih bagus, mereka jadi lebih bisa diandalkan. Harapannya, sih, begitu.
Namun, kalau melihat lagi kondisi Liga Indonesia, asa untuk masa depan itu terasa tipis. Yah, apakah rasa itu benar adanya? Leg kedua final AFF akan menyediakan jawaban yang kita semua butuhkan.
BACA JUGA Final AFF: Yang Bertanding Indonesia vs Thailand, yang Menang Pejabat yang Cari Muka dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.
Penulis: Yamadipati Seno
Editor: Yamadipati Seno