Thomas Partey Merekatkan Sayap Abou Diaby yang Patah dan Menghadirkan Harapan untuk Arsenal

Thomas Partey Merekatkan Sayap Abou Diaby yang Patah dan Menghadirkan Harapan untuk Arsenal MOJOK.CO

Thomas Partey Merekatkan Sayap Abou Diaby yang Patah dan Menghadirkan Harapan untuk Arsenal MOJOK.CO

MOJOK.COThomas Partey, di mata saya, adalah lem dari surga untuk merekatkan kembali sayap Abou Diaby yang patah. Membantu Diaby terbang ke nirwana, untuk kemudian menitis menjadi harapan baru untuk Arsenal.

Adalah harapan yang selalu menikam dari belakang. Namun, sebagai fans Arsenal saya tidak keberatan punggung ini ditembus harapan jutaan kali asalkan bisa merasakan lagi candu bernama kebahagiaan sesaat. Kebahagiaan yang, salah satunya, ditularkan oleh sosok Thomas Partey.

Fans Arsenal harus sangat bersyukur setelah Thomas Partey resmi bergabung. Pemain asal Ghana ini menolak pendekatan Juventus dan Chelsea. Dua klub yang bisa menawarkan sepak bola Liga Champions kepada Partey, sementara Arsenal hanya bermain di Liga Europa.

Sekali lagi, cinta memang tidak pernah tepat waktu. Ia memilih jangka kala paling ideal. Setelah mencapai kesepakatan personal sejak Juni 2019, kepindahan Partey ke Arsenal secara resmi tidak juga terjadi. Butuh satu tahun lebih sebelum akhirnya cinta ini terajut. Kesabaran Thomas Partey untuk menunggu patut disyukuri fans Arsenal.

Oleh sebab itu, ketika cinta ini sudah diresmikan, aura kebahagiaan tampak betul di wajah komikal Thomas Partey. Senyum dan gesture pemain berusia 27 tahun ini terlihat sangat terang. Bahkan, secara khusus, dia meminta sarung tinju yang dikenakan di pemotretan resmi. Partey ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah pemain box-to-box. Sarung tinju menjadi semacam “plesetan” yang menyenangkan.

Kebahagiaan itu, katanya, selalu menular. Basis massa fans Arsenal bisa merasakannya. Akhirnya, seorang gelandang bertahan yang proper bergabung juga. Bagi saya pribadi, bergabungnya Thomas Partey terasa lebih personal. Kedatangannya seperti injeksi kebahagiaan ke sebuah angan yang pernah terbangun.

Abou Diaby dan sayap Arsenal yang patah

Saya tidak tahu kekalutan seperti apa yang tengah bersemayam di kepala Dan Smith, pemain Sunderland, ketika melakukan tekel tidak perlu ke arah ankel Diaby. Pertandingan sudah menunjukkan skor 3-0, 90 menit sudah hampir paripurna, Sunderland sudah pasti terdegradasi, dan bola tidak berada di daerah berbahaya.

Tekel Dan Smith itu menjadi titi kala mangsa hancurnya karier seorang protagonista. Komplikasi terjadi di kaki kanan Diaby. Tahukah kamu kalau panjang kaki kanan dan kiri Diaby berbeda? Kaki kanan yang lebih hidup dihajar sampai hancur. Menyebabkan masalah biomekanik di dalam gerak tubuhnya. Sejak saat itu, Diaby menderita 20 kali cedera otot setelah ankel kaki kanannya hancur.

Pada 2011, Diaby menjalani empat kali operasi di ankel kanan untuk mengangkat tulang tumbuh tidak pada tempatnya. Awalnya, Diaby tidak mau naik ke meja operasi. Namun, rasa sakit yang teramat sangat membuatnya tidak punya pilihan. Setelah empat kali operasi, Diaby harus menjalani satu tahun masa rehabilitasi.

Saat itu, dia baru berusia 19 tahun. Bersama Jack Wilshere, gelandang asal Prancis itu mendapat kepercayaan penuh dari Arsene Wenger. Keduanya didaulat menjadi masa depan Arsenal setelah karier Gilberto Silva meredup dan Alex Song minggat ke Barcelona. Diaby, sosok yang menjadi idola Paul Pogba itu, dianggap sebagai salah satu gelandang box-to-box muda terbaik pada masanya. Mirip Thomas Partey saat ini.

Setelah satu tahun rehabilitasi, pada 2012, Abou Diaby siap merumput lagi. Waktu itu, dia berharap diturunkan Wenger ketika Arsenal akan dijamu Manchester City. Ingatan ini seperti disegarkan lagi ketika di akhir minggu ini, Arsenal akan melawan City dan Thomas Partey mengaku siap saja jika diberi kepercayaan oleh Mikel Arteta.

Setelah dinyatakan sembuh, harapan melihat “malaikat dari Aubervilliers” kembali terbayang. Namun, sayap sang malaikat sudah kadung patah. Dia tidak bisa lagi terbang di lini tengah dan menunjukkan sekelebat sosok Patrick Vieira, pemain legenda yang posisinya diharapkan diteruskan Diaby.

Sekali lagi, adalah harapan yang membunuhmu….

Bahkan Diaby sendiri seperti mabuk oleh harapan bisa bermain lagi di level yang sama. Dia sudah merindukan lapangan hijau. “Jujur, saya sangat rindu bermain lagi. Saya menonton pertandingan dari TV selama ini. Satu tahun cedera, tidak bisa bermain, rasanya sangat berat,” aku Diaby kepada Guardian.

Diaby memilih “menyingkir” dari kompleks latihan Arsenal karena merasa dirinya tidak kuat melihat kebahagiaan rekan-rekannya yang bisa berlatih. Hatinya sangat menderita.

“Saya memilih penanganan cedera di tempat lain. Saya mendapat izin dari pelatih. Saya sempat kembali ke Prancis, lalu ke Amerika, lalu Timur Tengah. Kamu pasti butuh suasana yang berbeda jika menderita cedera seperti ini karena jika bertahan di atmosfer yang sama, secara mental, kamu bakal meledak,” katanya.

“Saya merasa klub sepak bola tidak punya tempat untuk pemain cedera. Kamu datang ke tempat latihan setiap hari ya untuk berlatih. Absen dalam waktu yang lama berat sekali untuk diterima. Kamu melihat rekan-rekanmu berlatih dengan senyum di bibir mereka dan kamu ingin merasakan kebahagiaan yang sama. Saya hanya bisa duduk di meja fisioterapi. Kamu mulai bisa merasakan mulai terpisah dari rekan-rekanmu. Kamu tidak bisa berkontribusi kepada tim. Rasanya sangat aneh,” tambahnya.

Keterasingan yang Diaby rasakan seperti mengusap garam ke luka menganga. Kaki hancur dan tidak pernah sembuh secara permanen, ditambah mental yang ambruk menyudahi usaha “malaikat dari Aubervilliers” untuk merekatkan kembali sayap yang patah.

Diaby menderita cedera parah di usia 19 tahun. Dia baru merasa “bisa” untuk bermain lagi secara penuh di level tertinggi ketika menginjak usia 26. Selama tujuh tahun, kariernya tidak diwarnai dengan prestasi, catatan gol, atau torehan asis. Kariernya diwarnai hari-hari muram di meja fisioterapi dan kesendirian yang berbahaya.

“Misi saya adalah tetap bugar musim ini. Setelah itu, saya ingin membantu Arsenal memenangi sesuatu. Dengan memenangi Liga Inggris atau Liga Champions, kami akan menorehkan sejarah dan saya ingin menjadi bagian dari sejarah itu.” Untuk kesekian kali saya tulis: adalah harapan yang membunuhmu.

Sejak saat itu, setelah layar harapan terkembang, kapal kecil Abou Diaby tak pernah lagi bersandar di pelabuhan yang tenang dan damai. Kapal kecil itu koyak di tengah laut untuk kemudian karam. Kapal koyak itu tidak pernah lagi bisa menantang lautan demi menggenggam kejayaan.

Lalu Thomas Partey datang. Kebahagiaan yang terlihat sederhana tetapi tulis itu seperti mengingatkan saya akan pesona pribadi Diaby. Partey dan Diaby sama-sama sosok yang tenang, tetapi penuh canda. Sosok yang riang, tetapi juga berbahaya di atas lapangan. Amy Lawrence, kolumnis The Athletic menjuluki Diaby sebagai “raksasa yang tenang dan lembut”.

Kelebat Thomas Partey di atas lapangan mengingatkan saya akan salah satu pesona Diaby ketika merobek pertahanan Liverpool. Mengingatkan saya akan dominasi Diaby yang tidak terbendung sebelum ankel kaki kanannya hancur. Partey menghadirkan kembali sebuah harapan.

Sebagai box-to-box, Thomas Partey punya kualitas yang sama seperti Diaby, mungkin bahkan lebih. Sosok Thomas Partey saat ini sudah seperti sosok Abou Diaby yang sempurna “jika” cedera terkutuk itu tidak pernah datang. Namun, semuanya selesai di kata “jika” karena berandai-andai tidak pernah bisa menyembuhkan luka yang menganga.

Saya ingin melihat Thomas Partey berbahagia. Secara pribadi, saya tidak akan kecewa jika Partey belum bisa membawa Arsenal ke puncak untuk sekali lagi. Saya ingin melihatnya bisa bermain sepak bola tanpa luka di tubuh. Melihatnya bahagia di atas lapangan adalah kebahagiaan saya juga.

Terkadang, di lubuk hati terdalam, yang diinginkan pesepak bola hanya ada dua, yaitu kepercayaan dan kesempatan bermain. Mereka mengenal dunia profesional dari kebahagiaan menendang bola sejak kanak. Maka, tidak ada yang lebih membahagiakan selain bisa bermain. Bertukar senyum di atas lapangan, bukan terduduk muram di atas meja fisioterapi.

Thomas Partey, di mata saya, adalah lem dari surga untuk melekatkan kembali sayap Abou Diaby yang patah. Membantu Diaby terbang ke nirwana, untuk kemudian menitis menjadi harapan baru.

Meskipun saya sadari bahwa harapan yang akan membunuhmu perlahan-lahan….

BACA JUGA Arsenal: Prasasti Kegagalan yang Dicuci dengan Tangis Eduardo dan Abou Diaby dan tulisan-tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Exit mobile version