Inter vs Milan, Bagi Milanisti: Menang Sudah Biasa, Kalah Itu Sedekah Semata

Inter vs Milan MOJOK.CO

MOJOK.CO – Laga Inter vs Milan, Derbi Air Mata ini mempertemukan dua tim yang merangkak saja belum bisa tetapi sudah ingin mengejar Juventus.

Tajuk rubrik Tekel kali ini lebih cocok jika diberi judul “Derbi Air Mata”. Bagaimana tidak, Wisnu Prasetya, peneliti media pilih tanding dan tifosi Inter itu memilih jauh-jauh hengkang ke Inggris demi membasuh hatinya yang luka karena patah hati. Cintanya ditolak anak lurah sebuah daerah di Jawa Tengah. Kedoknya sih kuliah. Tapi di Inggris, menjelang musim dingin, Wisnu lebih banyak menangis di depan perapian beraroma kayu cedar itu.

Tidak jauh berbeda dengan Wisnu, Eddward S. Kennedy juga hengkang dari Jogja, menuju Jakarta untuk menyamarkan tangis patah hatinya dengan ingar bingar ibu kota. Hati tifosi garis kenyal AC Milan ini menjadi begitu dingin. Sampai-sampai ketika Milan kalah dari Inter dianggap sebagai sedekah belaka.

Inter vs Milan adalah laga dua tim yang merangkak saja belum bisa tetapi sudah ingin mengejar Juventus. Oleh sebab itu, Tekel kali ini terasa sedikit nakal, lebih banyak romantisnya. Oya, tumben, Derby Milan, tiketnya ludes terjual.

Wisnu Prasetya – Inter vs Milan bakal berat sebelah.

Sebenarnya saya sudah tidak terlalu antusias tiap pertandingan Inter vs Milan di Derby Della Madonina beberapa tahun terakhir. Deg-degannya sudah tidak seperti pas derbi di mana keduanya masih klub papan atas Serie A Italia, yang bikin suporternya sempat saling lempar-lemparan flare pas ketemu di semifinal Liga Champion.

Mesti diakui keduanya sedang krisis. Perasaan suporter kedua tim beberapa tahun belakangan juga sama saja. Krisis AC Milan itu yang bikin salah seorang suporter fanatiknya bernama alias Eddward S. Kennedy semakin sering menangis tiap Milan selesai main.  Semacam ada penyesalan nonton tim kalahan. Mau nonton takut kalah, gak nonton kok udah terlanjur sayang.

Lagian kalau Milan sedikit lebih serius main, mungkin derbi ini akan rame. Level Milan mungkin sekarang memang cuma di papan tengah. Sementara Inter Milan kokoh di tiga besar Serie A dan juga di Liga Champion, Milan malah sibuk di Liga Malam Jumat. Bukan meremehkan ya, tapi Liga Malam Jumat itu kan cuma buat tim-tim kelas dua. Malam jumat ya mestinya dipakai buat ibadah, lha ini kok main bola.

Saya memprediksi derbi Inter vs Milan pertama musim ini bakal berjalan satu arah. Tentu saja dikuasai mutlak Inter. Lihat saja pemain-pemain macam Radja Nainggolan, Ivan Perisic, dan apalagi Mauro Icardi.

Milan masih beruntung punya Gianluigi Donnarumma, mesti belakangan juga sering blunder. Memang boleh anak muda bikin banyak blunder. Kata orang bijak, habiskan blundermu di masa muda. Tapi kalau masa muda blunder terus, kapan suksesnya? Keburu tua, keburu pensiun. Dan semakin lama lagi Milan bisa juara. Tentu saja saya berharap Donnarumma bikin blunder lagi pas Inter vs Milan nanti.

Permainan yang cuma satu arah ya tentu saja tidak menarik. Ya sudahlah, urusan permainan dibahas lain kali saja. Saya cuma mau berbagi nasihat ke suporter Milan. Saya paham betapa irinya mereka melihat Inter bermain bagus di Liga Champion dan pelan-pelan mengejar Juventus. Buat suporter Milan, saya sarankan untuk lebih banyak-banyak bersabar.

Jangan bikin target yang tinggi-tinggi dulu, misal juara Liga Malam Jumat, Copa Italia, apalagi serie A. Jauh banget. Lebih baik target dimulai dengan bisa menahan imbang Inter. Itu jauh lebih realistis. Kalau mau bikin target akhir musim ya minimal di atas Inter, itu namanya merawat ekspektasi. Gak usah tinggi-tinggi. Daripada tinggi-tinggi terus nanti hasilnya jauh dari harapan, bisa perih.

Jadi ya buat para Milanista, menjelang derbi Inter vs Milan pertama musim ini, saya cuma pengen bilang: pelan-pelan saja. Tidak usah dipaksa. Kata orang bijak itu kan hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Kalau sudah usaha tidak berhasil ya itu nasib.

Eddward S. Kennedy – Lawan Inter Itu: menang wajar, kalah cuma sedekah.

Dini hari nanti ada pertandingan derbi akbar antara klub yang disebut jelek aje belom pantes melawan klub terbaik sepanjang zaman. Inter vs Milan.

Sebetulnya, sebagai Milanisti, saya sudah malas jika harus mengolok-olok kembali klub tetangga itu. Apalagi yang harus ditunjukkan? Prestasi kalah, popularitas kalah, jumlah fans (di seluruh dunia) juga kalah. Inter mungkin bisa mengolok-olok bahwa Milan hanya menang sejarah? Terus napah? Sindiran tersebut juga nggak bikin Inter lebih bagus kok dari Milan.

Apalah yang membanggakan dari tim yang menyia-nyiakan Dennis Bergkamp, Roberto Carlos, Gabriel Batistuta, Angelo Peruzzi, Diego Simeone, Youri Djorkaeff, Fabio Cannavaro, Roberto Baggio, Alvaro Recoba, Philippe Coutinho, Leonardo Bonnuchi, Andrea Pirlo, hingga Clarence Seedorf. Menjadi juara ketika liga tengah berantakan, meraih trigelar saat tim Eropa lain ogah-ogahan. Jika ada yang lebih memalukan ketimbang berak celana di atas bus, ya jadi tifosi Inter itulah semestinya.

Selain ahli dalam merusak karier pemain, Inter juga jago melatih penggawanya untuk melakukan hal-hal di luar nalar. Beberapa musim lalu hal ini ditunjukkan dengan sempurna oleh Kondogbia: mencetak gol bunuh diri sejauh 40 yard. 40 yard, sodara-sodara. 40 FUCKING YARD.

Betapa puitik gol bunuh diri tersebut: bola di-lob tinggi sekali dengan teknik placing yang membentuk garis parabolik. Jenis rekor kegoblokan level ajaib yang musykil dipecahkan oleh siapa pun. Kecuali, ya, oleh pemain Inter yang lain.

Wallahu a’lam bishawab

Beberapa musim belakangan ini Milan emang katro sih, katro banget malah. Bahkan untuk melawan tim sekelas Catania aja, kami para Milanisti ini, mesti deg-degan. Hasil seri bagus, menang malah takjub. Itu jelas bukan mentalitas Milan. Tapi, saya, sih nggak peduli. Milan buat saya bakal selalu ada sekalipun klub itu dinyatakan bangkrut lantas dibubarkan.

Terlepas dari itu, dalam satu dekade terakhir, sepak bola Eropa juga memang membosankan. Dari dualisme Cristiano – Messi yang begitu komikal, hingga penetrasi kapital yang gila-gilaan di Liga Inggris, sepakbola hanya layak dinikmati lewat konsol Playstation dan video-video nostalgia di Youtube.

Begitu membosankannya sepak bola saat ini, sampai-sampai upaya membandingkan dengan masa lalu jadi sulit terelakkan. Tapi, ya, gimana, kenyataannya emang gitu, kok.

Coba aja sebutin, misalnya, satu bek dahsyat sepanjang 10 tahun terakhir. Kandidatnya begitu terbatas dan mentok di nama-nama macam Sergio Ramos, Gerard Pique, atau Bonnuchi. Jika pertanyaan ini diajukan 10 sampai 20 tahun lalu, yang terjadi justru sebaliknya: kita bakal kewalahan menentukan pilihan karena ada seabrek bek keren di berbagai klub dan negara.

Ngomongin pertahanan, Milan dan Inter sebetulnya satu nafas soal ini. Dulu catenaccio mulai populer setelah Helenio Herrera memainkannya di Inter pada medio 60-an. Dengan menempatkan Giacinto Facchetti sebagai verrouilleur, gong kedigdayaan Inter pertama kali ditabuh. Sementara Milan era 80 hingga 90-an, meski nggak main pake catenaccio, punya kuartet bek yang bikin Pele jadi pengen pindah cabang olahraga. Siapa juga striker yang nggak gemetaran kalo berhadapan sama Franco Baresi?

Uniknya, kesamaan itu kembali terulang ketika Inter meraih trigelar. Dengan nama-nama seperti Walter Samuel, Luico, Maicon, dan Christian Chivu, Inter mengguncang Eropa. Lalu Milan, dengan Paolo Maldini, Jaap Stamp, Alessandro Nesta, serta Cafu, bikin tim lain merasa waktu 90 menit di lapangan hanyalah kesia-siaan belaka.

Sekarang, kedua klub ini lagi sama-sama terpuruk juga meski nggak jelas-jelas amat penyebabnya apa. Finansial udah beres, tapi tetep aja blo’on karena beli pemain yang nggak efektif. Di derby Inter vs Milan nanti, sih, katanya Inter lebih diunggulkan. Saya bodo amat, mau Inter menang 600-0 sekalipun juga nggak ngaruh. Wqwqwq.

Bagi saya, dan mungkin juga bagi beberapa Milanisti lain di luar sana, menang dari Inter hanya kami anggap sebagai kewajaran belaka. Sementara jika kalah, semua itu hanya sedekah semata. Sebagaimana firman Allah dalam Al Baqarah ayat 274:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

5 Pertemuan terakhir Inter vs Milan:

4 April 2018 | Milan vs Inter | 0-0

27 Desember 2017 | Milan vs Inter | 1-0

15 Oktober 2017 | Inter vs Milan | 3-2

15 April 2017 | Inter vs Milan | 2-2

20 November 2016 | Milan vs Inter | 2-2

Exit mobile version