MOJOK.CO – Demi Manchester United (MU) yang sudah berubah dari setan jahat jadi badut baik karena layak disakiti, mari tegakkan umbul-umbul bertuliskan “Save Ole!”
Gol cantik Newcastle United ke gawang Manchester United (MU) yang dicetak Matthew Longstaff di menit 72 seperti menyimpulkan sesuatu. Bahwa musim ini, ketika tagar Ole at the Wheel justru jadi bahan ledekan, MU bukannya bermain di Liga Inggris.
Setan, yang dulu berwarna merah, kini pentas di panggung hiburan, menjadi sosok badut yang bersahabat. A friendly neighborhood clown.
Mereka bahkan tidak tahu apa yang tengah terjadi. “Sekarang ini mungkin jadi saat-saat terberat saya di sini. Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi,” kata David De Gea, kiper masa depan Real Madrid selepas kekalahan dari Newcastle United.
Wawancara “door stop” yang biasa dilakukan wartawan selepas laga ini memang jadi momen yang dinantikan. Terutama ketika sebuah tim yang dulu besar seperti MU belum pernah menang dalam 8 pertandingan tandang. Para pemain, yang masih diliputi oleh emosi selepas laga cenderung untuk berkata jujur. Ungkapan De Gea adalah ungkapan spontan yang terasa jujur.
Mundur ke pertandingan sebelumnya, ketika MU ditahan imbang oleh AZ Alkmaar di panggung Europa League, pelatih mereka Ole Gunnar Solskjaer juga bikin bingung wartawan dan pundit. Ole berkata kalau MU sudah bermain bagus di lapangan yang buruk. Padahal, semua pundit sepakat kalau MU bermain sangat buruk.
Konon, Ole tengah mencoba menduplikasi cara Sir Alex Ferguson melindungi pemainnya yang terngah bermain buruk. Sir Alex hampir tidak pernah mengkritik anak asuhnya secara terbuka di depan moncong kamera wartawan. Namun, di ruang ganti, si pemain yang dibela mati-matian itu bakal mendapatkan mimpi buruk bernama hair dryer treatment ala Sir Alex. Si pemain akan dimaki-maki, dibikin malu di depan teman-temannya.
Cara Sir Alex itu biasanya sukses. Si pemain yang kena semprot tentu nggak mau lagi melewati pengalaman memalukan yang sama. Performa pemain akan meningkat di pertadingan selanjutnya. Namun, di rezim orang baik ini, di bawah kekuasaan Ole, dengan wajahnya yang “baby face”, sulit membayangkan pemain akan dihardik dipermalukan di depan teman-temannya.
Ole Gunnar juga dianggap tidak punya kapasitas melatih di bawah tekanan seperti ini. Ia bukan sosok galak yang cocok mengangkat moral pemain MU yang tengah turun. Sejak sebelum ditahan imbang Arsenal, MU sudah bermasalah dalam hal membuat pola serangan (offensive pattern). Hanya dari membuat pola pakem saja sudah bermasalah.
Apa indikasinya? Coba cermati twit dari @utdarena di bawah ini. Para pemain MU kesulitan membuat umpan vertikal karena hampir semua pemain di lini depan berada dalam satu baris lini horizontal.
Manchester United are struggling to play vertical passes (e.g. line-breaking passes) which are extremely important in breaking teams down. Why are they struggling? There are many reasons. Amongst them is this:
You can pass forward if everyone’s in a line. pic.twitter.com/dV3reviNPC
— UtdArena. (@utdarena) October 6, 2019
Ketika melawan Newcastle, tepatnya di babak pertama, mereka hanya membuat 2 peluang gol. Rata-rata expected goal (xG) mereka cuma 0,03! Expected goal adalah sebuah metrik untuk menggambarkan seberapa besar peluang gol sebuah tim. semakin besar nilai xG, semakin besar pula sebuah peluang berbuah jadi gol. Lalu, berapa nilai peluang MU jika xG mereka cuma 0,3? Ini bisa dianggap peluang itu tidak pernah dibuat! Cuma 0,3 saja!
Maka kata-kata De Gea menemui kebenarannya, MU memang tidak tahu apa yang sedang terjadi. Jika sedang mengalami masalah, tapi tidak tahu penyebabnya, apa yang bisa kamu lakukan? Hampir tidak ada selain berdoa, misalnya.
Apa yang terjadi ketika sebuah tim tidak tahu sumber masalah mereka? Maka, buat para fans Setan Merah di luar sana, kuatkan hati kalian. Saling jaga, saling menguatkan. Hari-hari ke depan, badut bernama MU akan jadi kesayangan banyak klub. Semua klub seperti ingin segera melawan kalian. Jaminan 3 poin akan disediakan MU. Atau, paling tidak, hasil imbang dapart 1 poin cukup.
Kisah MU yang menjadi badut Liga Inggris ini seperti sebuah karma yang akhirnya terjadi. Apalagi di mata fans Arsenal, buruknya MU ibarat sebuah berkah. Bagi Gooners, segala kecurangan yang mereka alami, bisa disimpulkan ke dalam sebuah makian yang berbunyi: “Wasite EMYU!” padahal saat itu Arsenal sedang tidak melawan MU.
Salah satu catatan hebat Arsenal rusak lewat kepemimpinan wasit yang berat sebelah. Percayalah, Lur, karma is a beach! Karma itu nyata! Kini, MU sedang memetik buah beracu mereka sendiri, mengubah Setan yang dulu ditakuti, menjadi badut dengan riasan wajah berwarna-warni.
Joker adalah orang baik yang jadi jahat karena disakiti. Sementara itu, MU adalah setan jahat yang jadi badut baik karena memang layak disakiti. Maka, mari kita tegakkan bendera dan umbul-umbul dengan tulisan emas berbunyi: #SaveOle!
BACA JUGA Memuji Sikap Manajemen Mu yang Terus Percaya Ole Gunnar Solskjaer atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.