Menyelidik @mafiawasit, Melepas Vlado, Mendukung PSIM

MOJOK.COPelatih PSIM Yogyakarta, Vlado, menyatakan akan mundur setelah melawan PSBS Biak. Hanya kepada @mafiawasit kita bisa bertanya mengapa?

Kita tahu kalau pertandingan antara PSIM Yogyakarta melawan PSBS bukan sekadar 90 menit laga. Lanjutan Liga 2 ini menjadi titik balik kedua bagi Laskar Mataram. Setelah “salin muka” di awal musim, PSIM akan melewati titik bali kedua, ketika pelatih mereka, Vlado, menjadikan laga ini sebagai laga perpisahan. Entah titik balik seperti apa yang menanti Parang Biru.

Mundurnya Vlado seperti menjadi kesimpulan sementara dari “konflik” pelatih PSIM. Saya beri tanda petik ganda sebagai penekanan, karena saya gagal menemukan kata yang cocok untuk menggambarkan situasi ini.

Mantan pemain Persib Bandung dan Bhayangkara FC itu diharapkan bisa menjadi pengawal revolusi Laskar Mataram setelah Pak Bambang Susanto menjadi CEO. Targetnya tidak main-main, promosi ke Liga 1. Maka, mulai dari branding ulang, perbaikan beberapa sarana, dan merombak skuat pun dilakukan.

Beberapa nama tenar didatangkan. Dua nama yang menyita perhatian tentu saja Christian Gonzales yang sukses membawa PSS Sleman promosi musim lalu dan Raphael Maitimo, pemain veteran di Liga 1. Untuk posisi pelatih, Coach Erwan Hendarwanto, pelatih legendaris yang membawa PSIM selamat dari posisi minus 9 poin di awal musim digantikan Vlado.

Pergantian ini bisa dimaklumi karena dua hal. Pertama, sebagai bagian dari branding ulang dan revolusi, lumrah manajemen baru membawa “visi” dalam bentuk pelatih. Kedua, Coach Erwan memang belum punya lisensi yang dibutuhkan untuk memimpin tim di Liga 2. Musim lalu, Laskar Mataram menggunakan jasa Pak Bona Simanjuntak sebagai pelatih dan Coach Erwan sebagai “asisten”.

Kritik keras untuk Vlado

Selebihnya kita tahu bagaimana “PSIM wajah baru” ini tampil di atas lapangan. Vlado dikritik keras. Dianggap mengubah wajah tim yang bisa menunjukkan cara bermain modern. Pun ketika Vlado berdalih tidak pernah menginstruksikan pemain untuk bermain bola jauh sementara fakta di atas lapangan berkata lain, kekesalan suporter semakin naik.

Apalagi ketika Vlado menegaskan tidak masalah bermain buruk, asal menang. Kalimat yang menjadi terasa begitu getir ketika diucapkan sebelum melawan Persik Kediri. Di akhir laga, PSIM kalah dengan skor 1-2. Dan mereka bermain buruk.

Gelombang protes semakin deras. Media sosial Vlado diserbu fans yang tak puas. Sebuah reaksi yang wajar jika kamu mengikuti lekat-lekat PSIM dari dua musim ke belakang. Di mana mereka bisa bermain begitu modern. Tak hanya enak ditonton, Laskar Mataram juga menang. Sampai mereka mencatatkan rekor tak kalah di kandang selama 3 tahun sebelum dipatahkan oleh Vlado.

Kesabaran pelatih debutan berusia 36 tahun itu mungkin sudah sampai pada puncaknya. Vlado akhirnya memilih untuk mundur. Keputusan itu disambut dengan nada yang terasa datar. Sebuah respons dari suporter yang saya kira menarik.

Kenapa menarik? Karena berarti suporter paham bahwa saat ini bukan saatnya merayakan lengsernya Vlado. Saat ini justru titik balik, momen penting dalam usaha PSIM naik ke Liga 1. Pergantian pelatih pasti berisiko. Ya adaptasi, ya mental yang pasti menurun. Namun, bisa juga mental pemain terkatrol dan bisa bermain lebih nyaman.

Di tengah arus kemunduran Vlado, ada satu akun yang kita tahu betul punya cerita-cerita di belakang layar yang tak banyak suporter ketahui. Ia adalah @mafiawasit, akun anonim kesayangan ummat balbalan lokal.

Saya kurang paham bagaimana perasaan suporter PSIM ketika membawa tiga twit @mafiawasit ketika riuh rendah kemunduran Vlado ramai di media sosial. Namun, bagi saya, ini convo twit yang menarik. Silakan disimak:

Kenapa menarik? Karena @mafiawasit memberi kita petunjuk soal manajemen sebuah klub yang tidak dikelola secara “modern” meruju istilah “kolot” di twit tersebut. Memang, @mafiawasit tidak secara eksplisit menyebut nama PSIM di tiga twit tersebut. Namun, membaca momen yang terjadi, saya kita kita tahu twit itu dialamatkan ke siapa.

Bagaimana manajemen PSIM bekerja?

Mungkin sudah banyak suporter yang tahu masalah ini, mungkin juga ada yang belum. Mencintai sebuah klub, salah satu bagian di dalamnya, adalah tahu betul kerja manajemen. Setidaknya visi dan cara pandang mereka terhadap masa depan klub. Apakah kalian tidak penasaran dengan latar belakang twit tersebut? Saya sih penasaran.

Sebagai suporter paruh waktu yang lahir dan tumbuh besar di samping Stadion Mandala Krida, setidaknya saya ingin tahu masa lalu klub ini sebelum diambil alih Pak Bambang. Kamu tahu, mendukung sebuah klub bukan hanya rutin datang ke stadion. Menulis, memikirkan apa yang sedang terjadi, saya kira juga sebuah bentuk dukungan. Maafkan saya kalau kalimat itu terdengar egois dan menipiskan arti “nyetadion”.

Nah, ada satu lagi twit @mafiawasit yang menggelitik rasa penasaran saya. Begini bunyinya:

“…tetapi sangat disayangkan kalau harus kembali dikelola secara tradisional lagi oleh orang-orang kolot tersebut.” Bagian ini, bagi saya, terasa mengkawatirkan. Mengapa?

Ada salah satu akun yang protes kepada @mafiawasit. Ia bilang kalau yang dikritik adalah Vlado, atas penampilan tim di atas lapangan, bukan kepada manajemen. Terlepas dari cara menyampaikannya, kritikan kepada @mafiawasit itu punya dasar logika.

Saya yakin kalau @mafiawasit tidak pernah ngetwit tanpa konteks yang jelas. Mungkin tidak disampaikan secara langsung saja. Nah, yang saya khawatirkan adalah mundurnya Vlado itu juga bisa dibaca sebagai tamparan yang terlalu keras untuk Pak Bambang. Bahkan Pak Bambang sendiri pernah secara langsung menulis sebuah pernyataan untuk mengajak semua suporter mendukung secara penuh, bukan hanya mengkritik.

Pelatih bisa berganti, dan efeknya mungkin jangka pendek. Namun, pergantian CEO, di awal musim, bisa berdampak panjang. Oleh sebab itu, saya ingin menegaskan kalau kritikan kepada Vlado itu punya konteks yang jernih dan bukan serangan kepada manajemen secara langsung. Saya kira dua hal itu bisa dibedakan.

Apakah kegelisahan saya ini berlebihan dan tanpa dasar? Saya justru berharap begitu karena kemarahan kepada satu person, tidak mengurangi kecintaan kepada klub. Cinta kepada PSIM tetap utuh, meski banyak suporter menyampaikan kritikan dengan cara yang mungkin kurang berkenan di hati beberapa orang. Namun, sekali lagi, ujungnya adalah cinta kepada PSIM.

Oleh sebab itu, pada akhirnya, saya memberi panggung kepada @mafiawasit untuk melakukan dua hal. Pertama, seperti apa sih PSIM zaman “kolot” dulu dijalankan? Saya yakin banyak suporter yang belum tahu. Kedua, apakah memang twit terakhir, twit peringatan itu, merupakan petunjuk adanya korelasi mundurnya Vlado dengan kegerahan manajemen?

Jawaban bisa disampaikan di kolom komentar, atau kirim tulisan ke redaksi@mojok.co pun boleh. Bagi pembaca, silakan bantu tulisan ini sampai di gadget @mafiawasit yang canggih dan andal itu. Supaya semuanya menjadi terang dan tenang mendukung PSIM.

Matur nuwun.

Exit mobile version