MOJOK – Menengok klasemen Liga 1, ada empat tim yang peluang degradasinya paling besar. Mereka adalah PSIS Semarang, Arema FC, Perseru Serui, dan PS TIRA.
Libur kompetisi Liga 1 untuk merayakan hari raya Lebaran menyisakan berbagai rasa jika kita menengok klasemen sementara. Untuk dicatat, Liga 1 musim ini menyajikan persaingan yang ketat, dengan perolehan poin yang rapat. Satu hasil negatif, posisi sebuah klub di dalam klasemen liga 1 bisa tergelincir. Tak hanya 1 posisi, satu klub yang kalah bisa turun hingga 3 posisi.
Oleh sebab itu, perubahan posisi klasemen Liga 1 setiap pekan begitu dinamis. Hari Sabtu, Barito Putera bisa duduk di peringkat pertama. Hari Minggu, gantian PSM Makassar yang mengkudeta. Selisih poin yang tak lebih dari 3 di antara tiga besar membuat Liga 1 musim ini layak untuk diikuti. Pun dengan posisi empat sampai enam yang menabung poin yang sama.
Sebagai gambaran, PS TIRA yang berada di posisi 13, bisa menggeser Persib Bandung yang duduk di posisi 7. Namun, jika kalah, PS TIRA bisa disusul PSIS Semarang yang berposisi sebagai juru kunci. Begitu pelik, begitu dinamis.
Tak hanya papan atas yang memanas. Jika menengok klasemen Liga 1, papan bawah juga menghadirkan drama setiap pekannya. hingga pekan ke-13, setidaknya ada 10 tim yang bisa menjadi pesakitan, degradasi di akhir musim. Jangan-jangan, Liga 1 musim ini adalah salah satu liga paling panas yang ada di dunia? Hmm…bisa jadi, bukan.
Bicara degradasi, meski ada 10 tim yang berpeluang turun kasta, jika kita kerucutkan, ada 4 tim yang peluangnya paling besar. Mereka adalah PSIS Semarang, Arema FC, Perseru Serui, dan PS TIRA. Menyusul mereka ada PSMS Medan, Borneo FC, dan Mitra Kukar.
PSIS, PS TIRA, dan Arema punya masalah yang mirip. Ketiganya memulai liga dengan performa yang buruk dan kesulitan untuk menang di kandang. Sama seperti situasi papan atas, laga kandang menjadi sumber poin paling besar. Maklum, hanya tangguh di kandang sendiri adalah situasi yang sudah terjadi di sepak bola Indonesia sejak lama.
Faktor non-teknis di Liga Indonesia sangat terasa. Mulai dari dukungan suporter yang lebih “bising”, kondisi mental yang lemah ketika bermain jauh dari rumah, hingga wasit yang cenderung “memudahkan” tim tuan rumah (ini bukan soal suap dan pengaturan skor). Sejarah kekerasan yang diterima membuat wasit berpikir seribu kali untuk lebih mementingkan keamanan dirinya.
Musim ini sendiri terjadi anomali, terutama ketika pertandingan tim papan bawah seperti PSIS, Arema, dan PS TIRA. Wasit sudah lebih baik (butuh analisis lagi untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih akurat), sehingga tim tuan rumah pun bisa tumbang. Selain situasi non-teknis, faktor teknis tentu menjadi pengaruh paling besar.
Intinya, baik PSIS, PS TIRA, maupun Arema berada jauh di bawah performa terbaik untuk bertahan di Liga 1. Pun ketiganya tak bisa mencapai level konsistensi yang dibutuhkan. Misalnya, saat ini PS TIRA bisa duduk di peringkat 13, sedikit lebih jauh dari zona degradasi. Namun, catatan menang besar, kalah besar membuat The Warrior bisa “nyungsep” ke zona degradasi lagi jika kalah. Coba kita buktikan setelah liga kembali berjalan nanti.
Menang besar, kalah besar bukan catatan yang menyenangkan bagi staf pelatih. PS TIRA bisa menang atas PSMS dengan skor 3-2 ketika bermain di kandang. Sayangnya, di tempat yang sama, anak asuh Rudy Eka ini bisa kalah dari Persija Jakarta dengan skor 0-5. Salah satu kekalahan terbesar yang diderita klub Liga 1 musim ini.
PS Tira memang mampu mencetak 17 gol, namun mereka kebobolan 28. Jumlah kebobolan paling buruk jika melihat klasemen Liga 1. Selisih gol yang minus 11 bisa menjadi petaka di akhir musim ketika poin mereka ternyata sama dengan tim lain yang juga berjuang lari dari isapan jurang degradasi, misalnya PSIS, Arema, dan Perseru Serui.
Lagi-lagi di sini terjadi anomali. Perseru adalah satu-satunya tim yang jumlah kebobolannya belum menembus dua digit. Klub yang berdiri tahun 1970 ini baru kebobolan 8! Sungguh peragaan cara bertahan yang kokoh. Anda tahu, Perseru baru kebobol dua gol ketika melawan Mitra Kukar pada pekan ke-12! Sebelumnya, Perseru hanya kalah atau menang dengan selisih 1 gol dan imbang dengan skor 1-1 dan 0-0.
Punya pertahanan yang kokoh tentu menyenangkan. Namun sayang, untuk Perseru, meski kebobolan hanya 1 gol, mereka tetap kalah. Mengapa? Karena mereka baru bisa membuat LIMA gol saja sejauh ini! Tim dengan jumlah gol paling dekat dengan Perseru adalah PSIS dan Persebaya dengan 15 gol dan kebetulan keduanya adalah tim penghuni tiga terbawah klasemen Liga 1.
Sebuah anomali. Perseru, dengan pertahanan paling kokoh, juga menjadi klub dengan tingkat produktivitas paling rendah. Membawa catatan luar biasa ini, skuat asuhan I Putu Gede bisa degradasi di akhir musim setelah musim lalu mampu selamat secara dramatis.
Bagaimana dengan Persebaya Surabaya yang duduk di peringkat tiga dari bawah ketika libur Lebaran? Saat ini, Bajul Ijo baru bermain 11 kali. Jika mampu memenangi 2 laga (supaya jumlah laga menjadi 13, sama dengan mayoritas klub), Persebaya akan mengantongi 20 poin. Artinya, dengan jumlah poin tersebut, Persebaya bisa menjauh dari zona degradasi, bahkan mendekati tim papan atas. Ingat, perolehan poin di klasemen Liga 1 saat ini sangat rapat.
Sebagai penutup, ada satu catatan menarik lagi dari klasemen Liga 1. Jumlah kemenangan beberapa tim yang berpeluang degradasi tidak jauh dengan tim yang duduk di papan tengah bahkan papan atas. Misalnya, Persela Lamongan di peringkat ke-3, sudah menang 5 kali. PSIS? Mereka menang 4 kali. Sebagai gambaran, West Bromwich Albion, tim yang degradasi di Liga Primer Inggris menjadi tim dengan kemenangan paling sedikit.
Jadi, klasemen Liga 1 memang sebuah anomali. Seru dan menyenangkan!