MOJOK.CO – Inggris tengah mengejar gelar Euro pertama mereka. Namun, gawat, perhitungan primbon dan weton justru menguntungkan Denmark.
Moddie: “Ketika perhitungan primbon dan weton tak lagi menguntungkan.”
Tuah keberuntungan jersey warna putih musnah di tangan Spanyol. Malam tadi, mereka takluk dari pemilik jersey warna biru, Italia. Lalu, pertanyaannya, mampukah Inggris mengembalikan stigma bahwa jersey warna putih bisa membawa keberuntungan?
Saya ragu.
Berdasarkan penerawangan saya, dan juga dari sisi primbon, Inggris berpeluang kalah. Itu artinya, football isn’t coming home.
Inggris vs Denmark akan berlangsung malam ini. Lebih tepatnya Rabu wage waktu setempat. Jika melihat skuat Inggris, siapakah yang lahir pada Rabu wage? Hanya Bukayo Saka.
Sedangkan di timnas Denmark, ada dua pemain yang lahir pada Rabu wage, yaitu Martin Braithwaite dan Daniel Wass. Jadi, secara kuantitas, jumlah pemain yang lahir di Rabu wage, Denmark lebih unggul.
Nah, pertanyaan selanjutnya adalah, apakah malam ini ketiganya masuk line-up inti masing-masing kesebelasan? Jika melihat rekam jejak di Euro kali ini, sepertinya hanya Braithwaite yang masuk.
Saka baru 2 kali menjadi pemain inti saat bertemu Ceko dan Jerman. Sedangkan Wass hanya sekali tidak masuk line-up inti saat melawan Ceko.
Namun, akan menjadi menarik jika ketiganya bermain sebagai pemain inti. Mana yang lebih unggul? Tetap saja Denmark. Jika melihatnya dari sisi kuantitas saja.
Nah, sekarang untuk jersey. Sepertinya tuah jersey putih benar-benar runtuh. Jika mengacu pada primbon, memang warna putih dan hitam menjadi warna keberuntungan untuk Rabu.
Namun, ada sebuah perhitungan weton yang bikin susah Inggris. Laga semifinal akan sepak mula pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Jika laga ini dimulai setelah pukul 12 siang waktu Inggris, perhitungan weton sudah berubah. Bukan lagi Rabu, tapi Kamis. Tahukah kamu, warna keberuntungan untuk Kamis adalah merah. Persis. Seragam Denmark didominasi warna merah.
Maka, sejatinya, jangan heran jika timnas Italia bisa lolos ke final. Mereka masih menggunakan unsur hitam di celananya. Ingat, jersey tidak hanya dilihat dari baju melainkan juga celananya.
Lalu, apakah Inggris tidak bisa mencapai final? Padahal, kan, alangkah indahnya apabila di final nanti Inggris bertemu Italia. Sudah pasti rating televisi naik, media sosial pun akan sangat ramai.
Jadi, jawabannya bisa saja jika rating televisi yang jadi juaranya. Seperti Copa America yang mempertemukan Brasil vs Argentina.
Oleh karena itu, alangkah lebih baik dari sekarang, suporter timnas Inggris belajar berlapang dada terlebih dahulu. Tidak kaget apabila Inggris tidak lolos final. Kalau bisa lolos final, ya, biasa saja. Wong, “tuan rumah”. Hehehe
So, apabila penerawangan via primbon dan weton ini benar, berarti slogan timnas Inggris perlu diganti. Khususnya malam ini.
Football isn’t coming home, but football is coming primbon.
Addin: “Sepak bola milik Denmark.”
“It`s coming home, it`s coming home, it`s coming, football`s coming home.”
Lirik pembuka lagu “The Three Lions” karya komedian David Baddiel-Frank Skinner dan band The Lighting Seeds sangat akrab di telinga kita. Setiap gelaran sepak bola antar negara, baik Euro ataupun Piala Dunia, lagu ini terus bergema ketika Inggris berlaga.
Lagu yang ditujukan untuk menjadi penyemangat ketika timnas Inggris berlaga ini sejatinya sedikit berbeda dari tema-tema lagu sepak bola pada umumnya. Lagu ini berkisah tentang kegagalan-kegagalan yang menimpa timnas Inggris. Sebab, setelah Piala Dunia 1966, turnamen-turnamen yang diikuti selalu berakhir suram.
Sayangnya, lagu ini yang kemudian membuat kalimat “football’s coming home” menjadi populer. Lagu ini memang sangat cocok dengan para pendukung timnas Inggris yang setia akan penantian. Dan ini adalah sebuah modal besar. Modal ketika menghadapi tim dengan darah keajaiban seperti Denmark.
Inggris boleh bangga dan selalu mengagungkan bahwa dari mereka sepak bola berasal. Mereka boleh menepuk dada karena kompetisi sepak bolanya paling mahal. Deretan pemain kelas dunia merumput di sana. Boleh, dan sah-sah saja.
Dan memang, kesetiaan itu tidak akan pernah berhenti menguji para pendukung timnas Inggris. Riwayat kesetiaan pada penantian sebuah gelar akan terus berlangsung. Karena pada semifinal kali ini, nyanyian “It’s Coming Home” akan menjadi nyanyain terakhir pada turnamen tahun ini.
Miracle yang terjadi pada Denmark akan lebih berat bobotnya ketimbang puasa gelar dari kesetiaan pendukung Inggris. Ini adalah sebuah waktu yang tepat bagi Denmark membuktikan pada dunia bahwa mungkin sepak bola di negara mereka tidak sementereng di Inggris, tapi untuk urusan raihan gelar, Denmark pantas berbangga diri.
Tahun 1992 menjadi saksi ketika trofi Euro berhasil diraih Peter Schmeichel, dkk. Sedangkan Inggris, adalah satu-satunya tim semifinalis yang belum pernah mencicipi raihan trofi ini.
Bagi sebagian orang mungkin spirit 1992 terlihat naif dan terlalu dibesar-besarkan. Namun, lebih terlalu dibesar-besarkan mana dengan para pendaku asal muasal sepak bola namun trofi tak kunjung kembali?
Tetaplah menjadi pendukung yang setia, wahai suporter Tiga Singa. Mimpi akan kembalinya trofi ke rumah masih harus tertunda. Karena Denmark akan kembali meledak, dan kalian korban berikutnya.
“It’s coming to Danish”
BACA JUGA Menurut Perhitungan Primbon, Inggris Bakal Kalahkan Jerman dan Lolos ke Perempat Final Euro 2020 dan ulasan Euro 2020 lainnya.