MOJOK.CO – Laga Swedia vs Korea Selatan, sejauh ini, boleh dibilang menjadi salah satu pertandingan yang cantik di babak putaran grup Piala Dunia 2018.
Di atas kertas, kedua tim menggunakn pola dasar yang sama, yaitu 4-4-2. Meskipun menggunakan pola dasar yang sama, keduanya tentu menyajikan cara bermain yang sangat berbeda, memaksimalkan keunggulan masing-masing.
Kejutan yang paling menyenangkan ditunjukkan oleh Korea Selatan di babak pertama. Bermain dengan pola dasar 4-4-2, seperti yang disebutkan di atas, Korea Selatan menunjukkan bentuk yang modern.
Ketika menguasai bola, build up fase pertama, (dari kiper kepada bek tengah) Ki Sung-yeung, yang berposisi sebagai gelandang bertahan akan turun ke bawah, menempati ruang di antara bek tengah yang melebar. Dengan begitu, Korea Selatan membentuk pola 3 bek tengah. Cara bermain ini disebut salida la volpiana.
Ki Sung-yeung sendiri mengeksekusi peran ini dengan sangat baik. Sang kapten punya postur yang cukup tinggi dibandingkan rekan-rekannya yang membuatnya punya level pressing resistance yang baik. Selain itu, Ki memang punya kontrol bola di atas rata-rata. Pemain yang disebut sebagai “David Beckham dari Korea” karena menikahi seorang model pada tahun 2013 ini juga punya kelebihan dalam umpan pendek. Teknik yang ia matangkan ketika memperkuat Swansea City.
Bentuk ini membantu Korea Selatan berprogres dengan lebih lancar. Punya lebih banyak pemain di build up fase pertama, Korea Selatan bisa menghindari pressing dari dua penyerang Swedia. Lebih nyaman ketika membangun serangan dari bawah, Korea Selatan sempat menguasai pertandingan di babak pertama selama kurang lebih 20 menit.
Kejutan ini sungguh menggembirakan. Mengapa? Karena respons taktik Korea Selatan akan pressing Swedia yang tepat guna. Alasan kedua, bisa menjadi contoh untuk semua tim Asia yang akan dan sedang berjuang di level dunia. Korea Selatan bisa mengimbangi Swedia, di pembunuh raksasa, yang mengubur kesenangan Belanda dan Italia.
Nyaman menguasai bola dari bawah, Korea Selatan masuk ke build up fase kedua dan ketiga via sisi lapangan. Pemain-pemain Korea Selatan memang lebih kecil secara fisik, namun punya akselerasi yang jauh lebih baik ketimbang Swedia. Kelebihan ini sungguh merepotkan ketika pemain Korea Selatan bisa melewati bek sayap Swedia.
Selain Son Heung-Min, Korea Selatan banyak menggunakan kecepatan Hwang Hee-chan. Pemain berusia 22 tahun ini tak hanya cepat, namun punya teknik menggiring yang sangat baik. Masih muda, bermain di Piala Dunia pertamanya, Hwang bisa menjadi bintang masa depan Korea Selatan bersama Son. Apalagi Hwang konon diminati Tottenham Hotspur, klub tempat Son berkarier saat ini.
Bagaimana dengan Swedia di babak pertama? Setelah mendapatkan tekanan deras dari pemain-pemain Korea Selatan, di paruh babak akhir babak kedua, Swedia mulai menemukan ritme bertarung mereka sendiri. Koletivitas menjadi kekuatan utama. Tim asuhan Janne Andersson ini terlihat lebih tenang meladeni kecepatan pemain Korea.
Untuk mengatasi kecepatan ini, Swedia memaksimalkan betul bentuk dasar skema 4-4-2 di mana ada 2 pemain di setiap lini vertikal. Jika pemain Korea berhasil melewati satu pemain Swedia, dia akan langsung mengadapi pemain selanjutnya. Lebih stabil ketika bertahan, Swedia menggunakan sisi lapangan untuk menyerang.
Jika Korea Selatan menggunakan kecepatan di sis lapangan, pemain Swedia “maju bersama-sama” dengan umpan-umpan pendek. Salah satu kekuatan Swedia adalah kemampuan mereka memasukkan banyak pemain ke dalam kotak penalti Korea. Oleh sebab itu, umpan silang yang terasa “sporadik” pun bisa menjadi berbahaya, pun Swedia juga banyak memenangi second ball.
Babak pertama Swedia vs Korea Selatan adalah peragaan taktik yang menyenangkan. Terasa sederhana, namun bisa sangat mematikan. Sayang, belum ada gol yang terjadi.
Seperti yang ditegaskan di atas, dua kelebihan Swedia adalah kemampuan memasukkan banyak pemain ke dalam kotak penalti lawan dan kemampuan memenangi duel second ball. Punya banyak pemain di dalam kotak penalti memudahkan Swedia memilih opsi umpan. Sementara itu, kemampuan memenangi second ball artinya menjaga penguasaan bola tetap ada di Swedia.
Dua kelebihan tersebut sangat berfungsi ketika Swedia mendapatkan hadiah penalti. Lewat bantuan VAR, wasit mendapatkan pandangan yang lebih jelas bahwa pemain Swedia memang dilanggar. Pelanggaran terjadi karena Swedia bisa memenangi second ball di dalam kotak penalti. Pemain Korea Selatan, yang terlambat bergerak, melakukan tekel terlambat. Dari tayang ulang memang terlihat pemain Korea Selatan tidak menyentuh bola, namun mengganjal pemain Swedia.
Setelah gol yang terasa menyesakkan itu, laga Swedia vs Korea Selatan tidak kehilangan intensitasnya. Korea semakin berani menguasai bola. Umpan-umpan pendek yang cepat dikombinasikan dengan penetrasi dari sisi sayap. Swedia, ingat sekali lagi, punya kolektivitas tim yang sangat baik. Blok pertahanan mereka terjaga baik. Cover shadow juga berfungsi dengan baik.
Laga Swedia vs Korea Selatan akan sangat berbeda apabila kedunya punya penyelesai peluang yang lebih tajam. Keduanya tak bermasalah dengan membuat peluang. laga Swedia vs Korea Selatan, meski berakhir untuk tim yang lebih diunggulkan, bukanlah penampilan yang buruk dari Korea Selatan.
Bagi Swedia, laju pembunuh raksasa belum akan berhenti.