MOJOK.CO – Laga Argentina vs Kroasia berakhir sangat menyakitkan untuk Lionel Messi dan kawan-kawan. Kalah dengan skor 0-3, peluang lolos Albiceleste menjadi sangat tipis.
Saya akan memulai tulisan ini dengan sebuah kutipan:
“Oleh sebab itu, laga Argentins vs Kroasia akan menjadi pertandingan yang sangat berat bagi Messi, Sampaoli, dan tim itu sendiri. Messi harus menanggung beban seorang diri, Sampaoli menanggung tekanan bisa menggunakan Messi secara efektif, dan tim menanggung tanggung jawab “bermain bersama Messi”. Ini beban yang terlalu besar. Sudah tidak sehat.”
Kutipan siapa itu? Ya, itu kutipan dari tulisan saya sendiri di artikel prediksi Argentina vs Kroasia. Sejak awal, meski memprediksi Argentina yang akan menang, masalah di dalam tubuh skuat mereka akan menjadi pengadang. Dan itulah yang terjadi, Argentina turun dengan mental yang salah. Bahkan sudah salah sejak pemilihan pemain oleh Jorge Sampaoli.
Mencoba formasi dasar 3-5-2, Argentina justru terlihat canggung. Di lini tengah, trio Javier Mascherano, Max Meza, dan Enzo Perez yang menjadi pilihan. Tentu ini pilihan yang sungguh aneh mengingat ketiganya bukan pembagi bola yang baik. Pemilihan Macherano masih bisa sedikit dipahami lantaran dirinya adalah kapten bayangan. Lionel Messi, meski menyandang ban kapten, bukan sosok motivator yang andal. Ketika timnya terpojok, justru Mascherano yang banyak berteriak memompa semangat rekan-rekannya.
Nah, mengapa harus Max Meza? Pemain debutan Piala Dunia ini tidak bermain baik ketika Argentina ditahan imbang Islandia. Jika Albiceleste ingin bermain “menggunakan Messi”, seharusnya Sampaoli menggukan Ever Banega sebagai tandem Mascherano di kedalaman. Jadi, akan terbentuk duet penjaga kedalaman (Maschesrano) dan pembagi bola (Banega).
Sementara itu, pemilihan Enzo Perez sebagai starter juga dipertanyakan. Musim lalu, gelandang veteran berusia 32 tahun ini bermain buruk ketika memperkuat River Plate. Enzo bahkan tidak menyangka dirinya dipanggil timnas. Ia menerima panggilan timnas ketika sedang berlibur. Oleh sebab itu, baik kondisi fisik maupun mental Enzo tidak berada dalam kondisi prima.
Lantaran kalah kualitas pemain di lini tengah, Argentina jadi menitikberatkan serangan mereka di sisi lapangan. Acuna di sisi kiri sering terlalu memaksa untuk melakukan penetrasi ke kotak penalti sendirian. Di sisi kanan, Salvio bermain sangat canggung. Memerankan peran bek sayap, Salvio tak punya kepekaan kapan harus naik menyerang, atau kapan harus menahan diri menjaga kedalaman.
Dan, inilah masalah utama Sampaoli dan Argentina: tak bisa memaksimalkan kemampuan Messi. Bermain sedikit minggir ke kanan, Messi sering terisolasi ketika menerima bola. Pemosisian diri pemain Argentina yang buruk, ditambah tidak ada seorang passer di lini tengah membuat Messi kesulitan mendapatkan bola di tempat yang enak.
Padahal, jika mau lebih nyaman, Sampaoli bisa memainkan Messi di belakang striker dengan skema dasar 3-4-1-2. Dua pemain di tengah diisi Mascherano dan Banega. Messi berdiri di belakang Higuain dan Aguero atau Paolo Dybala. Messi’s Role ini sudah sering ia peragakan ketika memperkuat Barcelona. Memang, ketika memperkuat El Barca, Messi dikelilingi pemain-pemain yang jago mengumpan bola seperti Sergio Busquets, Andres Iniesta, dan Ivan Rakitic.
Ironisnya, Rakitic memperkuat Kroasia. Berduet bersama Luka Modric, Rakitic bermain sangat baik. Boleh dikata, laga Argentina vs Kroasia sendiri “dikontrol” oleh dua pemain ini: Rakitic dan Modric. Sudah sangat solid, Kroasia juga menunjukkan kedewasaan diri ketika ditekan Argentina. Sangat efektif dengan penguasaan bola, Kroasia tak tersentuh di laga ini.
Satu kali imbang dan satu kali kalah. Argentina di tepi jurang. Syarat Argentina untuk bisa lolos dari Grup D cukup besar. Pertama, laga Nigeria vs Islandia harus berakhir imbang. Kedua, Argentina harus bisa mengalahkan Nigeria di pertandingan terakhir. Ketiga, Islandia harus kalah dari Kroasia. Tiga lapis syarat ini harus dipenuhi jika Lionel Messi tak ingin pulang pagi.
Di sebuah sudut Rusia, Cristiano Ronaldo tengah tersenyum manis.