MOJOK.CO – Musim 2019/2020, Chelsea tidak boleh membeli pemain. Setelah Maurizio Sarri pindah, pelarian paling sempurna memang cuma Frank Lampard saja.
Tidak ada cinta untuk Maurizio Sarri. Bahkan ketika sukses membawa Chelsea masuk tiga besar Liga Inggris dan memenangi Liga Europa setelah mengalahkan klub stand-up comedy dari London, Arsenal. Tidak ada cinta, manajemen The Blues tidak berusaha menggunakan segala upaya untuk mempertahankan mantan pelatih Napoli itu.
Menarik waktu ke belakang, tidak ada lagi cinta itu terlihat ketika Chelsea inkonsisten. Cara bermain The Blues memang payah. Upaya Sarri menduplikasi ide yang membesarkan namanya di Napoli tidak berjalan dengan baik. Ia bisa berkilah, toh ini tahun pertama. Namun, di sepak bola sekarang ini, cinta bisa menguap hanya karena ketidaksabaran.
Alasan kedua lebih bersifat “urgent”. Chelsea tidak boleh berbelanja di jendela transfer musim panas karena melanggar aturan pembelian pemain muda. Pemain baru yang bisa didaftarkan adalah mereka yang transfernya selesai sebelum putusan terjadi atau sudah menjadi pemain Chelsea sejak awal musim.
The Blues sudah resmi mendapatkan tanda tangan Christian Pulisic. Sementara itu, Mateo Kovacic berstatus pinjaman dari Real Madrid. Lantaran kesepatan di dalam kontrak menyebutkan Chelsea bisa mengubah status di pemain menjadi permanen, Kovacic bisa dibeli dan didaftarkan untuk musim baru nanti.
Ketika tidak bisa membeli pemain baru, mereka tidak bisa mencegah pemain lama keluar. Eden Hazard sudah cabut ke Real Madrid. Selain Hazard, Callum Hudson-Odio masih masuk dalam rencana transfer Bayern Munchen. Kondisi ini membuat Sarri berada dalam situasi rumit. Ketika tawaran Juventus datang, meski harus mengkhianati cinta abadi Napoli, Sarri balik kucing ke Italia.
Situasi ini memojokkan manajemen Chelsea. Sangat sulit memikat pelatih berkaliber besar. Buat apa punya penis berukuran besar kalau tidak bisa ereksi. Bua tapa punya dana besar kalau tidak bisa digunakan. Bagi banyak pelatih ternama, ditambah beban ekspektasi yang tidak perlu dari owner, situasi ini sungguh tidak menyenangkan.
Oleh sebab itu, sangat masuk akal kalau The Blues melakukan pendekatan intens kepada legenda mereka, Frank Lampard.
Frank Lampard, legenda yang “masih murah”
The Blues bakal sulit untuk menarik pelatih berkaliber besar. Misalnya, Jose Mourinho, yang saat ini masih nganggur. Seiring nama besar, gaji yang mesti dikeluarkan klub juga besar. Ketika melatih Chelsea, Mourinho mendapat 8,5 juta paun per musim. Ketika melatih klub tetangga Manchester City, ia digaji 12 juta paun per musim.
Berapa gaji yang diterima Frank Lampard? Mantan pelatih Derby Country itu akan mendapat 5 juta paun per musim. Seiring gaji yang “rata-rata”, ada pula yang namanya klausul pemecatan. Kompensasi yang bakal didapat Frank Lampard ketika nanti dipecat, tentu tak bakal setinggi yang harus disediakan klub apabila memperkejakan Mourinho. Untuk kontrak berdurasi 3 tahun, Frank Lampard adalah pilihan paling masuk akal.
Durasi kontrak juga masuk akal. Kerja Frank Lampard bakal berat karena tidak bisa membeli pemain baru. Karier pelatihnya juga belum panjang. Ada kemungkinan besar Chelsea bakal sulit masuk ke empat besar lagi. Situasi seperti ini sulit untuk diperbaiki dalam satu atau dua musim saja. Contohnya ada Arsenal dan klub tetangga Manchester City.
Ketika The Blues terpuruk, kembali lagi, klub akan sulit menarik minat pelatih bernama besar. Frank Lampard, lagi-lagi, adalah “pelarian” yang bagus.
Romantisme nama “legenda”
Sejak Pep Guardiola sukses bersama Barcelona, sudah banyak klub yang berusaha meniti jalan yang sama. Mempekerjakan legenda dengan harapan bisa sukses seperti Guardiola. Yang banyak klub ini lupa, Guardiola sudah membekali diri dengan ilmu ketika ia melatih tim senior Barcelona. Ilmu itu terlihat ketika ia sukses bersama Barcelona B. Ada sebab, ada akibat.
Klub tetangga Manchester City pernah mempekerjakan Ryan Giggs, meski bukan sebagai pelatih tetap. Saat ini, klub pemuja berhala itu mengontral Ole Gunnar Solskjaer. Legenda klub yang lain. Hasilnya, jauh dari harapan. Ole sempat memberi harapan ketika bisa menunjukkan “kualitasnya” sebelum akhirnya ambruk dan mereka finis di posisi enam.
Chelsea pun tak mau ketinggalan, Frank Lampard yang jadi pilihan. Frank Lampard masih menyandang pencetak gol terbanyak mereka. Sebagai gelandang, Frank Lampard sangat produktif, pekerja keras. Gaya bermain itu membuatnya sangat dicintai.
Ketika gagal, sebagai fans akan berteriak protes, sebagaian akan tetap mendukung karena faktor “legenda”. Ya seperti Tony Adams di Arsenal. Banyak yang mencaci melihat gaya kepelatihannya, banyak pula yang masih memuja dan menganggap Adams cocok menggantikan Arsene Wenger. Bitch, please…
Sebagai legenda dan dekat dengan klub, Frank Lampard pun masih mudah untuk dikontrol oleh manajemen. Ia tidak akan banyak protes, seharusnya. Tidak akan banyak mengeluh kondisi klub karena “dedikasi” sebagai legenda menjadi tembok.
Chelsea ini seperti orang yang baru saja putus dengan pacar. Ketika ia kesepian, siapa saja yang mau datang, bakal direngkuh jadi pacar baru asal mau mengerti kondisi dirinya. Frank Lampard, legenda Chelsea, Manchester City, dan New York City FC, sang legenda murah, betul-betul “pelarian” yang sempurna.