MOJOK.CO – Gagal mempertahankan Luis Milla sebagai pelatih timnas senior, PSSI akhirnya mengangkat Bima Sakti sebagai pelatih kepala. Ideal? B aja?
Lewat sebuah wawancara yang beredar luas lewat Twitter Ketum PSSI yang namanya tidak boleh disebut menyatakan bahwa Luis Milla akan segera datang. Selepas Asian Games 2018, Luis Milla mudik ke Spanyol. Pelatih yang memang berkebangsaan Spanyol tersebut dijadwalkan balik ke Indonesia pada tanggal 9 Oktober 2018.
Namun, hingga akhir paruh Oktober, Luis Milla tak kunjung kembali ke Indonesia. Oleh sebab itu, berbagai pertanyaan terkait masa depan Milla menyeruak. Banyak yang memandang bahwa Luis Milla sudah tak bakal lagi balik melatih timnas senior Indonesia. Ada beberapa alasan yang, masih simpang-siur dan menjadi rahasia publik.
Beberapa alasan yang menyeruak adalah PSSI tidak tertib ketika harus membayar gaji Luis Milla. Pelatih yang pernah menangani timnas Spanyol U-23 tersebut tidak berkenan dengan cara PSSI menangani sumber penghasilannya. Selain itu, beredar kabar pula bahwa pelatuh berusia 52 tahun tersebut sampai harus “merogoh kantong sendiri” untuk kepentingan timnas.
Jadi, ketika timnas menjalani pemusatan pelatihan di Bali, Luis Milla sampai harus membayari biaya penginapan terlebih dahulu. PSSI, sebagai “orang” yang seharusnya bertanggung jawab, justru lali menyelesaikan urusan yang harusnya sepele itu. Kalau mengurusi penginapan saja kurang lincah, bagaimana dengan sepak bola Indonesia? Semoga saja kabar ini tidak betul.
Alasan yang ketiga adalah budaya kontrak jangka pendek di persepakbolaan Indonesia. Ya di klub, ya di timnas. Pelatih yang mengemban amanat hanya diberi ikatan kerja paling tidak satu tahun saja. Setelah masa ikatan kerja itu mendekati usai, negosiasi kembali dibuka. Budaya ini tentu tidak ideal untuk timnas yang perlu proyeksi jangka panjang.
Bima Sakti pun konon hanya mendapatkan kontrak untuk Piala AFF saja. Setelah kompetisi itu, kontraknya akan dibahas kembali.
Budaya ini merupakan bawaan dari kebiasaan klub-klub Indonesia yang menetek APBD. Lantaran pembahasan duit hanya untuk satu tahun anggaran, klub-klub yang menyusu APBD pun menyesuaikan diri. Kebiasaan itu terbawa hingga kini. Wah, ini bisa jadi pembahasan tersendiri dan sebaiknya ditulis oleh yang lebih kompeten.
Kita kembali saja ke Bima Sakti dan Luis Milla. Tentu banyak yang kecewa ketika PSSI memutuskan tidak lagi menggunakan jasa Luis Milla dan mengangkat Bima Sakti sebagai pelatih timnas senior. Meski belum memberikan hasil nyata, Luis Milla mampu menghadirkan perubahan. Salah satunya cara bermain timnas yang lebih modern.
Tapi, segala kelebihan itu sudah patutnya kita lupakan saja. Fokus kepada mendukung Bima Sakti dan timnas senior di Piala AFF. Bicara Bima Sakti, penunjukkan dirinya bisa dipahami. Mantan pemain nasional yang kondang karena tendangan geledek itu adalah orang yang paling dekat dengan Luis Milla.
Bima adalah asisten Luis Milla. Ia menjadi orang yang paling banyak terpapar ide dan gagasan dari mantan pelatih timnas senior itu. Oleh sebab itu, meski posisi pelatih kepala berubah, ide dan gagasan tidak lantas berubah 180 derajat. Menjelang kompetisi, tentu sangat tidak sehat mengubah cara bermain secara drastis dalam waktu yang relatif pendek.
Selain perkara kesesuaian ide dan gagasan, Bima Sakti adalah figur yang dekat dengan pemain. Ia bisa menjadi sosok bapak. Mengenal dengan jelas sifat masing-masing pemain karena sudah bersama dalam waktu yang lama. Ego pemain, terutama para senior, butuh dirawat oleh orang yang tepat.
Selain dua kelebihan di atas, Bima juga sosok yang paling masuk akal untuk menggantikan Milla. PSSI tentu tidak bisa sembarangan memilih pelatih baru karena berbagai alasan. Misalnya calon pelatih tersebut masih terikat kontrak dengan klub atau negara lain. Butuh waktu lagi untuk melakukan negosiasi dan belum tentu sukses mendapatkan tanda tangan.
Maka, sangat masuk akal ketika nama Bima Sakti menyeruak menggantikan Milla. Di samping kelebihan, berjalan beriringan kelemahan, dan tentu saja Bima memilikinya. Sebelum menggantikan Milla, pelatih berusia 42 tahun tersebut belum pernah menangani klub senior. Ia belum terpapar kompetisi kelas tinggi dalam waktu yang lama.
Soal pengalaman ini bisa jadi sangat krusia. Timnas senior, bisa jadi akan terjebak di sebuah situasi yang membutuhkan sentuhan pelatih berpengalaman. Kecepatan melakukan adaptasi terhadap situasi yang tidak menguntungkan bisa didapat dari durasi melatih sebuah tim profesional dalam waktu yang lama.
Oleh sebab itu, Bima, dan para asistennya, akan sangat bergantung kepada dukungan suporter. Nyanyian dan dukungan dari suporter sepanjang 90 menit adalah unsur yang bisa menghangatkan hati dan membuat pelatih (dan pemain) tampil lebih baik.
Satu hal terakhir. Tentunya kamu penasaran dengan bagian “dan PSSI” di bagian judul. Bagian ini perlu mendapatkan perhatian serius. Demi masa depan sepak bola Indonesia sendiri. Mengapa?
Mengapa saat ini kita harus merasakan kehilangan pelatih berkualitas menjelang Piala AFF? Tentu saja ini semua ada andil PSSI di dalamnya. Ketidakmampuan merawat aset terbaik menjadi peringatan kesekian kalinya untuk Ketum PSSI yang namanya tidak perlu disebut itu. Apakah ke depannya, ketika PSSI mempunyai aset berkualitas harus merasakan situasi yang sama?
Mau sampai kapan, sih PSSI begini? Bosan nggak sih, PSSI gini-gini amat terus.