MOJOK.CO – Mundurnya Arsene Wenger melahirkan dua kesulitan bagi manajemen Arsenal. Kesulitan apa saja yang dimaksud?
Pergantian pelatih bisa menjadi masa-masa kritis sebuah klub. Apalagi ketika yang diganti adalah pelatih dengan nama besar, dengan sejarah panjang yang mengikutinya. Manchester United sudah memberi bukti ketika pensiunnya Sir Alex Ferguson tak dibarengi dengan persiapan yang memadai. Praktis, manajemen hanya menunjuk pelatih yang baru yang dekat secara emosional.
David Moyes, pengganti Sir Alex, dengan sukses membawa United masuk ke zaman kegelapan. Sebuah periode buruk yang dampaknya bahkan masih terasa sampai saat ini. Situasi itulah, masa-masa transisi, yang kini harus dipikirkan betul oleh manajemen Arsenal menyusul Arsene Wenger yang memutuskan untuk mundur di akhir musim.
Menggantikan Arsene Wenger bisa sangat berat. Faktor sejarah dan sumbangsih manajer asal Prancis itu yang akan menjadi beban utama. Praktis, “seorang diri”, Wenger membawa Arsenal masuk ke dunia sepak bola industri dengan gemilang. Tanpa buah pikirannya, Arsenal hanya akan sebatas menjadi “klub menyusu minyak” seperti Manchester City dan Paris Saint-Germain. Tak ada nilai-nilai luhur di dalamnya meski prestasi berhasil diraih.
Wenger juga yang memicu revolusi sepak bola Inggris. Datang pada tahun 1996 sebagai pelatih yang tak dikenal, mantan manajer AS Monaco tersebut memperkenalkan hal-hal baru yang menginspirasi banyak pelatih masa kini. Gelar juaranya boleh kalah dari Sir Alex Ferguson atau Jose Mourinho. Namun, Wenger memberi satu hal yang tak bisa diberikan Sir Alex dan Mourinho, yaitu memicu modernisasi sepak bola (Inggris).
Oleh sebab itu, masa transisi ketika Wenger tak lagi mengemudi adalah masa-masa yang rawan.
Masa transisi setelah Arsene Wenger mundur
Satu hal yang seharusnya menenangkan para fans Arsenal adalah manajemen sudah jauh-jauh hari “menunggu” datangnya sikap tegas Wenger untuk mundur. Manajemen bergerak dengan cerdik untuk memperkuat dapur pacu Arsenal sebelum sang pelatih betul-betul pergi. Mengapa manajemen bergerak begitu cepat?
Selama menjabat, mungkin kecuali musim ini, kuasa dan beban kerja Wenger mencakup wilayah yang luas. Ia punya suara untuk semua aspek di belakang layar Arsenal. Mulai dari soal kebugaran pemain, menu makanan para pemain, penanganan cedera, perekrutan bibit-bibit unggul, penunjukkan staf dan pelatih, pemantauan pemain potensial untuk tim senior, hingga soal transfer pemain. Wenger bekerja di ranah yang luas.
Ketika awal menjabat dahulu, Wenger bahkan membuat program nutrisi bagi para pemain. Termasuk di dalamnya mengubah kebiasaan buruk para pemain yang gemar makan keripik kentang dan minum bir, hingga melakukan diet ketat. Ia menangangi semua detail-detail kecil itu, bukan hanya menyerahkannya saja kepada staf yang berwenang.
Soal transfer, selama ia menjabat, praktis Arsenal tak pernah membeli pemain di luar kemauan Wenger. Manajemen tak bisa berkata tidak ketika Wenger ingin membeli pemain, kecuali ketika dananya memang tidak mencukupi. Tapi ini jarang terjadi lantaran Wenger pribadi sudah melakukan perhitungan, baik dana maupun timing yang tepat. Contohnya ketika membeli Mesut Özil dari Real Madrid dan Alexis Sanchez dari Barcelona.
Melihat cakupan kerja Wenger, manajemen maklum apabila pelatih baru nanti membutuhkan segala bantuan untuk bisa memikul beban kerja yang sama. Oleh sebab itu, perekrutan personel di balik layar dilakukan dengan cermat dan tepat. Cermat memilih individu, dan tepat memasukkan penawaran untuk merekrut. Untuk keberhasilan ini, pujian perlu dialamatkan kepada Ivan Gazidis, Direktur Eksekutif Arsenal.
Setidaknya ada tiga personel baru yang kerjanya akan meringankan pelatih baru. Mereka adalah Darren Burges, Raul Sanllehi, dan Sven Mislintat. Burges sudah bergabung sejak akhir Juli 2017, sementara Sanllehi dan Mislintat baru bergabung di paruh akhir musim ini. Wenger sendiri yang merekrut Burges.
Burges bekerja dengan titel “head of high performance”. Ia menangangi masalah kebugaran dan kesehatan pemain, menganalisis performa pemain, dan mengukur dampak psikologis yang diterima pemain setelah melewati sebuah situasi.
Raul Sanllehi memegang jabatan yang “dibenci” oleh Wenger, yaitu “head of football relations” atau jika di klub lain disebut “director of football” (DoF). Tugas Sanllehi adalah mengurusi proses pembelian dan penjualan pemain. Sebuah kerja yang dianggap mengganggu Wenger karena dianggap membatasi kuasa pelatih.
Sementara itu, Sven Mislintat datang dari Borussia Dortmund untuk menjabat sebagai “head of recruitment”. Tugasnya adalah mencari, menganalisis kualitas serta potensi pemain muda dari semua penjura dunia. Mislintat adalah salah satu pencari bakat yang punya kredibilitas tinggi di Eropa.
Bayangkan, sebelumnya, tiga kerja staf di atas dikerjakan juga oleh Wenger. Tiga pekerjaan bisa dikerjakan oleh Wenger. Tentu sangat berat bagi pelatih baru untuk bekerja dengan konsep yang sama. Oleh sebab itu, manajemen ingin pelatih baru berkonsentrasi dengan cara bermain di atas lapangan. Pelatih baru akan masih punya suara di tiga departemen di atas. Namun tak lagi dominan.
Diharapkan, pelatih baru nanti akan lebih nyaman dan cepat untuk beradaptasi. Pun bekerja denga tenang karena di belakangnya berdiri orang-orang berkualitas.
Kesulitan yang terbayang
Banyak media-media di Indonesia, bahkan dunia, yang hanya fokus menganalisis siapa saja yang berpotensi menggantikan Arsene Wenger. Seolah-olah, sosok pelatih baru adalah masalah tunggal Arsenal di akhir musim nanti.
Memilih pelatih baru dengan tepat memang akan menentukan roda nasib Arsenal ke depannya. Namun, kesulitan manajemen bukan hanya menunjuk pengganti Wenger. Masalah utama yang kudu dibenahi, sebelum musim berakhir adalah rekonstruksi ulang skuat Arsenal. Setidaknya, cetak biru skuat baru sudah harus jadi.
Pelatih baru pasti akan merasakan “keraguan dari para pemain”. Maklum, ia akan menggantikan Wenger, sosok pelatih yang mendatangkan semua pemain yang ada di dalam skuat Arsenal saat ini. Padahal, beberapa pemain sudah tidak berada dalam performa terbaik dan butuh peremajaan. Misalnya di sektor pertahanan, untuk posisi kiper, bek tengah, dan bek kanan.
Petr Cech bukan sosok kiper tangguh seperti dulu, pun David Ospina tidak berada dalam level kelas dunia. Per Mertesacker akan pensiun di akhir musim, Laurent Koscielny semakin rentan cedera, dan Shkodran Mustafi kehilangan ketenangannya. Praktis, bek tengah Arsenal hanya punya Calum Chambers dan Rob Holding, dua bek inkonsisten yang tak lagi bisa disebut pemain muda.
Membenahi lini pertahanan tak hanya soal membeli dan menjual pemain. Pelatih baru akan berhadapan dengan manusia yang punya perasaan. Koscielny punya pengaruh yang besar untuk tim ini. Begitu pula dengan Cech. Melepas keduanya akan menghadapkan pelatih baru dengan suasana ruang ganti yang berpotensi memanas, serta keraguan pemain lain akan menguat.
Selain lini pertahanan, pelatih baru juga dihadapkan dengan ruwetnya komposisi lini tengah. Santi Cazorla, meski terdengar kejam, sudah tak bisa diharapkan untuk bugar. Jack Wilshere tak kunjung memperpanjang kontraknya. Hingga kabar kepergian Aaron Ramsey yang masih santer menyusul masa depan Wenger yang kala itu masih belum jelas.
Pada intinya, kerja pembenahan skuat untuk pelatih baru akan sangat berat. Manajemen pasti sudah mengukur kesulitan ini. Namun, situasi di dalam ruang ganti serta lapangan tentu akan sangat berbeda. Inilah kesulitan yang lebih tinggi, dibandingkan dengan memilih pelatih baru nanti.
Mari kita diskusikan…