MOJOK.CO – Anjing lucu tak berdosa diracun oleh manusia. Sebagai fans Arsenal, peristiwa itu mengajari bahwa patah hati adalah momen yang kita butuhkan.
Katanya, anjing adalah teman terbaik manusia. Apalagi anjing lucu, yang bisa memahami suasana hati “orang tua mereka”. Mereka justru bisa menunjukkan sikap paling pantas di tengah kesedihan dan patah hati yang dirasakan manusia. Ketimbang sesama manusia yang bukannya memberi rasa nyaman, tetapi malah jahat dengan berkata, “Ahh, derita lo itu masih belum apa-apa. Kalau gue dulu….”
Seakan-akan manusia itu harus terlihat paling tegar dan kuat menghadapi patah hati. Simpan perbandingan tidak pada tempatnya di dalam toilet. Terkadang, manusia itu hanya butuh didengarkan dan ditemani. Di sisi ini, manusia kalah oleh anjing. Anjing lucu, manusia jahat.
Dulu, saya pernah memelihara empat anjing lucu. Karena hidup di tengah banyak orang, keempat anjing saya menjadi jinak dan mudah bersosialisasi. Kecuali satu ekor anjing betina selepas dia melahirkan. Jadi lebih protektif kepada anak-anaknya. Mirip ibu pada umumnya, bukan.
Singkat cerita, dua dari empat anjing lucu saya mati karena diracun. Saya nggak habis pikir apa dosa anjing-anjing yang nggak pernah galak sama manusia ini. Karena kejadian itu, ibu saya trauma sampai sekarang. Beliau nggak mau lagi memelihara anjing. Takut anjing lucu tanpa dosa itu menjadi korban kejahatan manusia.
Patah hati itu juga sempat “menghantam” diri saya. Membuat saya semakin yakin kalau dunia ini nggak membutuhkan manusia. Bumi ini akan tetap hijau dan lestari jika manusia tak pernah ada. Terkadang, saya heran, kenapa Tuhan perlu menciptakan manusia.
Ketika peristiwa menyedihkan itu terjadi, pelarian saya cuma dua, alkohol dan sepak bola. Saya sudah tidak bisa bermain sepak bola di lapangan luas karena lutut yang nggak bener lagi karena kecelakaan. Oleh sebab itu, saya menghabiskan banyak waktu untuk menonton cuplikan gol atau rekaman pertandingan lawas yang saya ambil dari warnet.
Kalau kamu orang Jogja atau kuliah di Jogja, mungkin mengenal yang namanya warnet Net City dan Luxury. Dua warnet ini menyediakan banyak film, lagu, mini seri, hingga rekaman pertandingan. Dari kedua warnet ini, saya mengambil banyak rekaman pertandingan Arsenal.
Mulai dari ulasan satu musim, catatan 49 pertandingan tak terkalah dan menjadi rekor hingga detik ini, hingga final Liga Champions 2006 antara Arsenal vs Barcelona yang menyedihkan itu. Saya yakin, kalau VAR sudah ada saat itu, Arsenal sudah memenangi piala Liga Champions pertama mereka.
Video Arsenal itu saya ulang berkali-kali. Sebuah usaha untuk mengalihkan kesedihan saya karena dua anjing lucu yang mati diracun. Rasanya memang aneh, kehilangan dua anjing lucu ternyata jauh lebih memilukan ketimbang ditinggal kawin oleh mantan.
Seakan-akan kamu kehilangan sosok yang bisa memahami dirimu ketika sedih atau bahagia. Sosok yang akan duduk di sebelahmu dalam diam ketika kamu patah hati. Sosok yang akan ikut tersenyum, menggerakkan ekornya dengan penuh gairah, ketika kamu bahagia.
Menonton kekalahan demi kekalahan di sepanjang sejarah Arsenal sudah seperti rutinitas. Sedihnya sesaat, paling banter cuma bikin kamu malas pergi ke kampus atau kantor. Namun, rasa cinta itu yang membuatmu akan suntuk di depan layar monitor, lagi dan lagi, untuk mendukung Arsenal dari jauh.
Rasa cinta itu yang setidaknya bisa memberi kelegaan ketika mendapati fakta manusia masih jahat. Mendukung sebuah klub memang misteri masing-masing. Ada yang mencari kebahagiaan dengan ikut dalam barisan glory hunter. Ada juga yang bersetia meski klubnya menjadi medioker karena kamu menemukan dirimu di klub menyedihkan itu.
Memang aneh, tetapi bukankah dinamika ini yang membuatmu menjadi manusia yang “wajar”? Bukan manusia yang tega meracuni dua anjing lucu tak berdosa. Bukan jenis manusia yang tega menghilangkan keberadaan makhluk Tuhan.
Memang, ada juga fans sepak bola yang kebablasan. Terjebak dalam sejarah kekerasan dan memandang fans klub lawan sebagai bagian yang perlu dihilangkan. Yang membuat saya sedih adalah terkadang, para fans jahat ini sebetulnya tidak memahami kenapa mereka ikutan jahat. Mereka hanya ikut-ikutan dan ingin terlihat keren saja. mereka haus pengakuan dan melupakan esensi menjadi manusia.
Sampai di titik ini saya merasa bahwa manusia akan menemukan kasih ketika mereka pernah kehilangan dan patah hati. Rasa pilu itu akan mengajari kita bahwa kasih adalah berkah terbaik. Hidup dalam rasa aman dan tanpa curiga adalah jenis kehidupan paling ideal.
Dari dua anjing lucu yang pengertian, yang saya yakin mereka sudah di surga, saya belajar bahwa kehilangan bisa membuatmu tegar. Seperti mendukung Arsenal dan rentetan kekalahan yang memalukan. Seiring waktu, yang terpenting adalah kamu menemukan dirimu sendiri di dalam klub yang kamu dukung, bukan pengakuan dari manusia fana nan jahat itu.
Lewat tulisan ini saya ingin mengirim doa dan dukungan untuk Mbak Hesti Sutrisno, perempuan bercadar yang mewakafkan waktu dan uang demi menyediakan tempat berteduh untuk 70 ekor anjing liar. Kini, Mbak Hesti diusir dari tempat tinggalnya karena anjing-anjing itu dianggap meresahkan warga.
Padahal, rumah Mbak hesti jauh dari perkampungan dan anjing-anjing itu tidak pernah sampai keluar dari pekarangan. Semoga kebaikan Mbak Hesti ketika menyediakan rumah untuk anjing lucu terlantar itu menjadi berkah di masa depan.
Suatu malam, saya mendengar habib bicara tentang kemuliaan anjing. Sekarang saya semakin yakin, dunia ini bakal jauh lebih baik dan indah kalau tidak ada manusia. Manusia bikin ribet, memperkarakan kebodohan, merusak rumah mereka sendiri. Goblok sekali kita ini ya.
BACA JUGA Kalau Anjing Itu Najis dan Kamu Jadi Benci, Kenapa Kamu Nggak Benci Isi Perutmu Sendiri? atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.