Awkarin mungkin sedang sedih bukan kepalang. Pasalnya, sejak beberapa bulan lalu ia sepi endorse. Beberapa waktu lalu perempuan yang terkenal dengan prinsip “nakal boleh, bego jangan” itu dilaporkan KPAI ke Kominfo. Alasannya, berbagai post-nya yang vulgar di media sosial dikhawatirkan berdampak buruk dan menjadi panutan para remaja negeri ini.
Awkarin memang fenomenal. Akun Instagram-nya punya 1,2 juta pengikut. Julukan selebgram yang disematkan kepadanya menjadikannya sasaran para pemilik toko online. Dalam sebuah wawancara ia mengaku berpenghasilan Rp32 juta per dua hari berkat endorse.
Mari kita tinggalkan Awkarin karena dia penuh dosa dan kita semua suci. Sekarang, coba kita bayangkan suatu keadaan. Keadaan itu terjadi pada 4 November lalu.
Di tanggal tersebut Indonesia diramaikan dengan aksi demonstrasi ratusan ribu orang yang terjadi di Jakarta. Aksi yang kemudian dikenal dengan nama “aksi 411”. Apa alasannya, Anda tentu lebih tahu. Aksi tersebut berawal dengan damai, tetapi kemudian berujung ricuh, di lapangan maupun di dunia maya. Salah satu eksesnya, aksi ini membuat saya mendepak dan didepak lusinan kawan di Facebook. Untuk mencegah dampak itu meluas hingga ke tulisan ini, marilah kita tinggalkan pembahasan soal aksi.
Selain aksi 411 sendiri, yang juga ramai dibicarakan orang adalah jaket yang dikenakan Jokowi saat konferensi pers merespons aksi tersebut. Seperti biasa, orang-orang jadi kepo, mengulik-ulik: itu jaket jenis apa? Merek apa? Harganya berapa? Dan segala buntutnya. Tidak sedikit lho media yang memberitakan jaket Jokowi ini.
Ini bukan pengalaman pertama Jokowi dalam menciptakan tren fashion. Masih ingat kan dengan kemeja kotak-kotak yang dipakai Jokowi dan Ahok tatkala kampanye Pilgub DKI Jakarta, empat tahun silam? Karena Jokowi, kemeja kotak-kotak yang didominasi warna merah, hitam, biru, dan putih itu ramai dibicarakan orang.
Kemeja tersebut dibanderol Rp65 ribu hingga Rp100 ribu di Pasar Tanah Abang Jakarta. Pemburunya tak hanya warga Jakarta. Para pembeli dari luar Jakarta, bahkan luar Jawa pun memburu kemeja yang menjadi simbol dukungan kepada pasangan Jokowi-Ahok kala itu. Jika ada yang memakai kemeja tersebut, spontan akan keluar dari mulut orang, “Wah, ada Jokowi.” Alhasil, penjualan kemeja kotak-kotak “Jokowi” laris manis. Laku keras.
Setelah kemeja, pada Pilpres 2014 Jokowi membuat sepatu yang ia pakai populer, yang otomatis menjadi buruan pembeli. Sepatu tersebut bukan made in Amerika atau Eropa, melainkan produksi lokal. Berkah dari tren ini ialah ada penjual yang mengaku bisa menjual seribu pasang per bulan. Alhamdulillah.
Setelah Jokowi menjadi presiden, produk-produk yang dikenakannya masih menjadi hits. Semisal kemeja putih lengan panjang yang sering ia pakai di acara-acara resmi. Kemeja itu pun dipakai oleh para menteri yang ditunjuk Jokowi dalam reshuffle jilid dua, Juli lalu.
Yang tak kalah fenomenal adalah saat Jokowi bergaya ala rapper ketika blusukan ke Kabupaten Karawang, Jawa Barat, September 2015. Penyebabnya adalah topi berwarna merah dengan tulisan “+62” yang Jokowi kenakan dengan pede saat ikut turun ke sawah. Gaya topi demikian memang tengah menjadi tren di kalangan anak muda.
Topi tersebut berjenis snap cap yang biasa dipakai pemain bisbol, tapi kemudian menjadi ciri khas penyanyi rap. Penyanyi rap Jflow yang pertama mengenakan topi tersebut. Lantas menjadi lebih populer lagi saat Pak Presiden mengenakannya.
Oke, kembali kita ke konferensi pers. Sepertinya fokus pembahasan Jokowi menyoal demonstrasi 411 justru tertutup oleh penampilannya yang kekinian. Kemeja putih dibungkus jaket bomber berwarna hijau army merebut perhatian para netizen. Bahkan sampai pada memperdebatkan apakah jaket tersebut asli atau KW.
Tagar #JaketJokowi pun muncul di jagat Twitter. Sampai-sampai oleh anak bungsu Jokowi, keingintahuan tersebut dimanfaatkan untuk mempromosikan dagangan kakaknya.
“Yg pengen tau jaketnya beli dmn, silahkan mampir @markobar1996 @MOMMIL_SOLO @CeKopi @Pastabuntel @CakarDheer @Chilli_Pari dulu,” cuit Kaesang.
Usut punya usut, jaket itu keluaran ZARA, merek asal Spanyol. Harganya sekitar Rp1 juta. Namun, mereknya sekarang tertutup. Orang-orang lebih senang menyebutnya dengan merek Jaket Jokowi.
Hal ini sangat berbeda dengan SBY. Beberapa kali tampil dengan pakaian yang khas, nyatanya tak pernah ada netizen yang penasaran. Ambil contoh, setelan rompi yang kerap dipakainya saat berpidato “saya prihatin” sembari mengelus dada.
SBY juga pernah membuat lagu. Tak tanggung-tanggung, lima album dibuatnya. Hasilnya? Saya tak tega untuk mengatakannya di sini.
Belakangan, justru ucapan SBY yang mendadak populer. Yaitu soal lebaran kuda. Ucapan SBY dilontarkan dalam sebuah kesempatan sebelum demonstrasi 4 November lalu. Respons netizen sangat cepat, dalam waktu singkat meme-meme lebaran kuda sudah seliweran di dunia maya.
Melihat kesuksesan Jokowi dalam menciptakan tren fashion yang sudah terbukti tadi, saya jadi ingat Sehun, personil boyband Korea Selatan, EXO. Dua tahun lalu ia memopulerkan sandal jepit ke dunia internasional. Sekarang, kita berandai-andai saja, jika seorang Awkarin bisa memanen Rp32 juta saban dua hari hanya dari meng-endorse produk (yang dalam dua hari ia batasi sekitar empat produk saja), kira-kira berapa ya tarif endorse Bapak Presiden?
Berminat? PM gan!