MOJOK.CO – Orang yang suka pamer IPK di menfess, selfie bangun tidur padahal cantik apa nggak lagi praktik merendah untuk meroket ya? Sampai bingung mau respons apa.
Secara pribadi saya gedeg banget sama orang-orang yang pamer IPK tinggi dan bilang dia galau karena nilai dia dapat nggak seberapa. Woy, Anda sama aja kayak bilang, “Maaf ya, aku cuma Nia Ramadhani.” Tapi ngomongnya ke seluruh netizen yang kebanyakan kaum sobat misqueen.
Saya kan jadi punya prasangka negatif. Jangan-jangan orang ini memang berniat merendah untuk meroket. Hadeeeh, klasik. Biar dipuji ya, Bos. Rasanya pengin bales, “Aduh, IPK aku semester ini juga 4 bulat, gimana dong, aku takut dikira sombong.” Padahal memang lagi pamer.
/rlt/ jelek banget ga si ipk aku? Sedih bgt pic.twitter.com/IsOO0hY70f
— hai kevin (@rlthingy) June 17, 2020
Di dunia nyata orang-orang kayak gini bermanifestasi dalam berbagai berntuk. Pernah nggak sih temanmu tiba-tiba chat WhatsApp dan curhat kalau lagi kebingungan ngerjain tugas. Dia bilang kalau tugasnya belum selesai dan insecure parah, takut tugasnya nggak bisa selesai.
Lalu kamu bertanya, “Emang udah dapat berapa kata buat nulis esainya?”
Dia pun menjawab, “Aduh, baru 5.000 kata nih, gimana dong, baru sedikit banget.”
Kamu pun terasa kayak habis disamber gledhek karena kamu bahkan belum menyentuh tugasmu, bahkan belum kepikiran mau bikin esai soal apa. Insecure-nya pindah ke kamu. Padahal kamu nggak melakukan apa pun.
Merendah untuk meroket di dunia nyata memang terasa lebih bangsat. Kadang saya merasa kalau orang-orang begini cuma pengin memindahkan kekhawatirannya dengan mencari kawan yang sekiranya males. Biar dia tenang karena ada teman yang kesiapannya lebih buruk. Kejam betul.
Beberapa spesies ini memang membuat cemas. Kadang saya pun heran kok ada yang ngepost jumlah IPK-nya di Instastory dan ngasih tau orang-orang nilainya emang ‘sebagus itu lho guys…’ demi menaikkan kepercayaan diri dan bikin orang lain minder.
Padahal kawan-kawannya mungkin dapat IPK standar karena bodo amat sama nilai. Ada juga yang lemah soal mata kuliah dan ujian tertulis, tapi mereka lebih cerdas di urusan praktik dan kerja nyata. Seolah-olah dia pamer barusan dapat piala, padahal kawan-kawan lainnya menargetkan uang. Sabar ya, Bung.
Sebenarnya nggak cuma soal IPK dan dunia perkuliahan aja, praktik merendah untuk meroket ini sering dilakukan oleh mbak-mbak di media sosial. Tiba-tiba foto bangun tidur, bilang no makeup, merasa jelek banget. Padahal Anda pakai bulu mata extension, mana bibir udah disulam dan diisi, belum lagi alisnya udah pakai tato 3D. Tapi captionnya bilang,
“Duh, muka aku bengkak. Bangun tidur, jelek banget nggak sih?”
Selanjutnya diunggah ke Instagram Story, Tik Tok, dan Twitter. Sebenarnya mbaknya berharap apa sih? Berharap dibilang “iya jelek banget mbak ngapain dipost.” atau “ah, nggak jelek kok, cantik banget.” Saya kadang suka bingung mau merespons apa, masak orang cantik nggak tahu kalau dirinya cantik?!
Tapi seberapa sebel saya sama fenomena-fenomena merendah untuk meroket ini, tetap saja ada perasaan nggak tega. Jangan-jangan mereka memang menilai dirinya seburuk itu sehingga terselip rasa insecure di tengah segala kelakuannya yang nyebelin. Kalau saya membalas dengan kata-kata kasar yang cenderung ngajak ribut jadinya nggak tepat. Kesannya saya kode-kode biar dikirimin meme ‘iri bilang bos’ yang gambarnya Pak Harto lagi ngerokok.
Saya jadi ingat kejadian lama ketika teman saya nangis-nangis saat keluar ruangan UN SMP. Katanya, dia tahu betul ada satu soal matematika yang dia jawab dengan keliru. Iya, dia cuma salah satu tapi menangisinya semalam. Sementara murid lainnya bersenang-senang setelah berhasil mengerjakan 75% soal dengan benar. Asal lulus aja mereka bersyukur. Dari peristiwa ini kita tahu, standar goblok orang itu beda-beda.
Sama aja kan dengan standar IPK rendah orang-orang dan standar cantik mbak-mbak ketika bangun tidur. Siapa tahu ada yang menargetkan bangun-bangun mukanya kayak Laura Basuki, waktu lihat kaya mukanya tetap kentang dia pun kecewa berat.
Sampai sekarang saya masih nggak tahu harus bersikap gimana menghadapi orang-orang yang merendah untuk meroket. Karena kadang mereka sedang merendah karena merasa rendah beneran. Asli, susah banget bedainnya.
Masalahnya begini, kalau saya terlanjur memuji orang yang terang-terangan mau sombong kan males banget. Kayak ngasih makan ego orang secara cuma-cuma. Kadang kala saya ingin membalas kesombongannya dengan kesombongan yang lebih besar. Sombong ke orang sombong itu sedekah, Lur. Kalau ada yang pamer muka bangun tidur, bilang lagi jelek padahal cakep. Saya bakal minta Gal Gadot buat balas unggahannya dengan selfie juga dan bilang, “Wah Beb, sabar ya. Aku malah heran kenapa ya muka aku kalau bangun tidur langsung flawless.”
Mamam nggak tuh.
Sementara di sisi lain kalau mereka benar-benar insecure, langkah membalas perilaku sombong dengan kesombongan itu nggak tepat dan nggak jadi sedekah. Mereka bakal tambah minder, rendah diri, dan nggak keluar kamar seminggu gara-gara disikat Gal Gadot.
Kadang kala membedakan orang yang merendah untuk meroket dan emang rendah beneran itu lebih sulit daripada mempertahankan cinta beda agama.
BACA JUGA Menelusuri Rumus Jokes Bapak-bapak yang Tetap Bapak-bapak walau Diucapkan Bukan oleh Bapak-bapak atau artikel lainnya di POJOKAN.