Mengenang Momen Paling Hemat dalam Hidup, Kadang Hanya demi Hal Receh

Mengenang Momen Paling Hemat dalam Hidup, Kadang Hanya demi Hal Receh

Mengenang Momen Paling Hemat dalam Hidup, Kadang Hanya demi Hal Receh

MOJOK.CO Bagimu yang masih berjuang untuk kemerdekaan finansial, momen paling hemat dalam hidup adalah lumrah. Suatu saat hal itu bakal jadi lucu untuk dikenang.

Saya bisa bilang kalau orang-orang yang nggak pernah merasakan momen paling hemat demi bertahan hidup itu termasuk nggak beruntung. Mereka mungkin anak sultan atau tajir tujuh turunan sehingga nggak ngerti seninya minum promag di akhir bulan. Tapi percayalah kalau kamu pernah mengalami masa-masa sulit itu, saya yakin kamu bakal lebih menghargai uang dan mudah iba sama mereka yang juga sedang berjuang.

Orang tua saya, dan mungkin juga orang tuamu pernah bercerita tentang masa-masa sulit zaman dulu yang memaksa mereka makan pakai nasi, minyak jelantah, dan taburan garam saking hematnya. Walau nggak persis, kesusahan macam ini pernah diadegankan Mandra dalam serial Si Doel Anak Sekolahan yang makan sisa-sisa nasi dari panci pakai sambal karena nggak kebagian apa-apa.

Kalau Mandra adalah milenial yang bergelimang Gopay sih jelas langsung order Gofood.

Momen paling hemat untuk saya pribadi adalah waktu tinggal di pesantren. Karena pesantren menyediakan sarapan dan makan malam (yang walau lauknya gitu doang), orang tua saya merasa nggak perlu repot ngasih uang saku banyak-banyak. Lha udah dibayarin bareng SPP pondok kok. Jadilah uang bulanan mepet karena saya sekolah di luar pondok dan harus naik angkot pulang pergi. Belum lagi kalau kawan-kawan saya ngajakin kongkow, hadeh, beneran harus sedia dana.

Suatu kali uang saya udah mepet banget, tinggal lima ribu rupiah buat dua hari. Bayangin aja bos. Saya skip jajan kantin waktu istirahat sekolah dan berujung mintain kerupuk yang dibeli teman. Sepulangnya ke pondok di siang hari, beneran deh saya pengin beli nasi saking laparnya. Soalnya saya cuma sarapan nasi, sawi, dan tempe goreng satu biji yang lebarnya cuma dua jari. Masih mending kalau nasinya banyak, lah ini udah nasinya kering banget, porsi pun seadanya. Halah makan ayam mah setahun sekali. Saya sempat memutar otak, benda apa sih yang sebenarnya bisa dimakan. Sempat kepikiran mau cari daun-daunan di pinggir sungai, sumpah.

Akhirnya saya mengajak teman untuk ngeremukin Mie Instan punya dia yang juga tinggal satu-satunya. Untung di kondisi sulit begini masih ada yang mau berbagi. Aduh, saya rasanya pengin bilang ke diri sendiri: kamu sudah berjuang dengan baik, Nak. Momen paling hemat begini jelas membekas di ingatan dan menanamkan sebuah kepercayaan diri bahwa saya bakal kuat kalau dilempar ke skenario sesusah apa pun dalam hidup. Seterong at its finest.

Masa SMA saya yang penuh penghematan bikin masa kuliah saya tergolong ciamik urusan mengatur uang. Walau sesekali terjerat utang makan lalapan, tapi masih okelah. Saya selalu mengira-ngira siapa teman saya yang kedapatan kembali dari kampung halaman, maka di hari itu kami bisa kenyang tanpa ngeluarin uang.

Tapi saya punya tetangga kosan yang kalau saya perhatikan hematnya minta ampun soal makan. Dia bawa penanak nasi dan beras dari rumah, sementara lauknya beli cuma tiga ribu (masih termasuk sedikit di Malang pada tahun 2015-an) buat makan seharian. Amboi, dia pun terus terang bilang ke saya kalau nggak mau ngeluarin duit banyak cuma buat makan yang nantinya diberakin. Sungguh perlu dikuliahin jurusan Gizi dan Kesehatan.

Orang kalau sudah terlanjut hemat memang ketagihan. Nggak cuma si tetangga kosan saya itu, ternyata banyak mahasiswa yang juga punya visi dan misi sama. Hmmm, maklum lah anak rantau.

Ternyata bocah tetangga kos saya ini punya maksud dan tujuan untuk berhemat, yaitu demi update fashion dan tampil outstanding setiap harinya. Baju-baju bagus, sepatu bling-bling, jam tangan, dan tas gemes rajin dia beli. Momen paling hemat dalam hidupnya hanyalah soal makan, urusan pakaian lain lagi.

Kita memang kadang mengorbankan sesuatu untuk mendapat sesuatu yang lain. Hematnya bisa sampai nggak masuk akal. Mungkin banyak yang bermaksud melewati momen paling hemat dalam hidup demi sesuatu hal yang receh. Misal demi bisa nonton konser, demi liburan ke pantai, demi naik gunung, dan lainnya. Bisa dibilang ‘receh’ karena kita justru jadi mengabaikan kebutuhan pokok demi kebutuhan tersier yang sebenarnya kita tidak akan mati tanpanya.

Sah-sah saja kalau itu memang sudah menjadi pilihan. Silakan dinikmati momen-momen paling hemat dalam hidup. Terutama jika kamu masih lajang, masih belum kerja, dan masih nggak menanggung hidup siapa-siapa. Asal jangan pelit sama yang lebih butuh. Hemat dan pelit itu mirip, tapi tolong jangan disamain.

BACA JUGA Kami Mewawancarai Admin Vice soal Kenapa Mereka Hobi Tanya-tanya ke Netizen atau artikel lainnya di POJOKAN.

Exit mobile version