MOJOK.CO – Shopee Liga 1 akan mulai bergulir pada 15 Mei 2019. Jadwal tidak manusiawi sudah ada di depan mata. Padat merayap, tapi bakal tetap “disantap”.
Lumrahnya, sebelum sebuah liga (yang profesional) selesai, jadwal untuk musim selanjutnya sudah selesai disusun dan dirilis secara resmi. Penentuan jadwal sejak jauh-jauh hari membuat operator liga dan klub bisa melakukan perubahan secara cepat ketika berbenturan dengan jadwal kompetisi antar-klub atau negara.
Klub juga bisa mengatur perintilan-perintila kecil seperti jadwal latihan khusus menjelang musim baru, tur pra-musim, dan lain sebagainya. Selain untuk keperluan promosi, tur pra-musim menjadi cara klub mengukur tingkat kebugaran pemain. Di sini, klub melakukan tune-up kepada kebugaran pemain sehingga bisa masuk dalam kebugaran terbaik dan bisa beradaptasi ketika jadwal semakin padat.
Itulah kondisi ideal yang berlaku di kompetisi sepak bola Eropa. Bagaimana dengan Shopee Liga 1? Mau membicarakan soal jadwal baru sebelum musim kompetisi selesai itu betul-betul tidak mungkin. Lha wong, memastikan apakah klub bisa ikut kompetisi Shopee Liga 1 setelah dana terkumpul saja sulit dipastikan. Lantas, sering terjadi, operator liga kesulitan menggandeng sponsor sebagai “oli” pemutar kompetisi.
Hasilnya, jadwal Shopee Liga 1 musim baru dan jadwal sepak mula menjadi tidak relevan untuk segera dibicarakan. Penundaan sepak mula sudah menjadi budaya. Tengok musim lalu ketika jadwal sepak mula mundur beberapa kali. Bahkan, saat itu, sudah sampai pada titik “mending nggak usah ada kompetisi sekalian” kalau tidak dijalankan secara profesional.
Musim ini? Beberapa minggu yang lalu sempat beredar kabar kalau Shopee Liga 1 akan sepak mula pada 8 Mei 2019. Namun, lantaran belum ada kesepakatan antara operator liga dan pihak sponsor, jadwal sepak mula mundur lagi. Disepakati, tanggal 15 Mei 2019 menjadi hari pertama musim baru dimulai.
Kamu tahu bukan kalau musim “yang baru ini” hanya akan berjalan selama tujuh bulan saja? Betul, Shopee Liga 1 akan selesai pada Desember 2019. Saya nggak paham, ini kompetisi sepak bola atau shooting sinetron striping. Jadwal yang dimampatkan membuat setiap hari ada pertandingan.
Ooo jangan salah. Jadwal ini sekilas akan memanjakan penonton sepak bola Indonesia. Apalagi, selama beberapa bulan ke depan, liga-liga Eropa sudah akan libur. Tayangan sepak bola setiap hari akan mendongkrak rating tayangan bola di televisi pemegang hak siar. Pihak televisi senang, pihak sponsor apalagi, dapat exposure yang besar setiap hari.
Rapatnya jadwal juga membuat fans sebuah klub tidak perlu menunggu waktu lama untuk bisa melihat klub kesayangannya bermain. Ambil contoh Persebaya Surabaya, yang harus tiga kali bermain hanya dalam rentang 15 hari saja. Persebaya membuka musim dengan dijamu Bali United pada 16 Mei, kemudian tandang ke Kalteng Putera pada 21 Mei, dan akhirnya bermain sebagai tuan rumah pada 30 Mei menjamu PSIS Semarang.
Bermain tiga kali dalam waktu yang pendek memang sudah menjadi kebiasaan klub-klub Eropa di periode padat. Misalnya ketika Boxing Day di Liga Inggris atau ketika sebuah klub berpartisipasi di Liga Champions. Mereka bahkan bermain tiga kali dalam satu minggu. Namun, situasi ideal itu dicapai ketika kebuaran pemain, metode latihan, dan alat pendukung sudah pada level state of the art, ‘sempurna’.
Klub Indonesia peserta Shopee Liga 1 bakal sulit untuk bisa beradaptasi. Cedera pasti membayang. Kelelahan sudah pasti mengingat kondisi geografi Indonesia lebih “menantang” ketika Inggris. Oleh sebab itu, Azrul Ananda, Presiden Persebaya, menyebut jadwal Shopee Liga 1 sebagai “jadwal yang tidak manusiawi”.
“Berdasarkan perhitungan kami dari jadwal pertandingan yang kami terima, kami harus bertanding setiap 4,6 hari. Itu jadwal yang sangat padat, mungkin bisa dibilang kurang manusiawi. Bayangkan saja, untuk liburan 15 hari 3 kali saja pasti lelah, apalagi main bola. Saat ini tim pelatih juga sedang mengatur agar para pemain bisa tetap tampil bagus di setiap laga. Beruntung kami punya infrastruktur untuk mendukung itu,” kata Azrul seperti dikutip oleh viva.co.id.
Ingat, selain harus memainkan 34 pertandingan dalam waktu tujuh bulan, klub-klub Indonesia juga bermain di Piala Indonesia. Sungguh, sulit membedakan, ini kompetisi sepak bola atau romusa?
Betul, ketika kita–penonton layar kaca–menikmati keseruan pertandingan yang sambung-menyambung menjadi satu jadwal panjang, otot para pemain diperah secara brutal. Sapi perah saja diberi kesempatan mengaso, diberi jatah untuk kawin. Pesepak bola Indonesia dibuai oleh gairah penonton yang luar biasa dan disuntik oleh gengsi daerah. lari, lari, lari.
Shopee Liga 1 seperti dibuat untuk sekadar jalan saja dulu. Bagaimana dengan beberapa klub yang sudah menjalin kerja sama dengan rekanan (kompetitor) Shopee? Sesuai aturan yang (baru saja) berlaku, semua klub tidak boleh menjalin kerja sama dengan kompetitor Shopee. Badak FC misalnya, sudah menjalin kerja sama dengan Bukalapak. Persib Bandung dengan Elevania.
Apakah mereka akan mendapat hukuman karena lambannya operator liga mencari sponsor? Oh, jangan lupa kalau PT LIB masih punya utang kepada klub. Tercatat, PT LIB menunggak Rp2,5 M untuk pelaksanaan agenda pembinaan usia muda di setiap klub. Utang itu pun disebut-sebut karena ada rekanan dari PT LIB yang belum bisa membayar kewajiban. Ajaibnya, BOPI memberi lampu hijau kepada PT LIB untuk menggelar liga.
Memang, bakat terbesar dari “insan” di sini adalah mengakali aturan supaya semuanya selalu terlihat “baik-baik saja”.
Kamu masih belum yakin kalau Shopee Liga 1 ini hanya “sekadar jalan”? Bandingkan saja logo Gojek Liga 1 dan Shopee Liga 1. Aksi copy dan paste dan sedikit pewarnaan menandakan ketergesa-gesaan dari operator liga.
Fans sepak bola Indonesia, jangan salah, akan menyambut kompetisi ini dengan gegap gempita suka cita. Jadwal yang tidak manusiawi dan “pokoknya jalan dulu” belum akan dibahas saat ini. Semuanya akan baru ramai ketika terjadi masalah, seperti biasanya, Liga Indonesia.