MOJOK.CO – Bupati Bogor mengancam akan membawa masalah “konser” acara khitanan Raja Dangdut Rhoma Irama ke meja hijau. Bupati vs Raja.
Acara khitanan di Bogor yang seharusnya menjadi hajatan monumental dan bersejarah akhirnya justru menjadi gunjingan khalayak ramai di media sosial.
Pihak yang punya gawe, seorang tokoh di wilayah Pamijahan mengundang teman pentingnya, yang tak lain dan tak bukan adalah Raja Dangdut Rhoma Irama. Ya, ingat, kapasitasnya sebagai teman, bukan sebagai bintang tamu.
Kehadiran Rhoma sudah diduga akan menyedot atensi banyak orang, mulai dari anak kecil, kawula muda, golongan setengah tua, maupun kaum lansia.
Sebagai teman dari sang empunya hajatan, Rhoma mau tak mau diminta untuk membawakan tembang-tembang andalannya di atas panggung. Alhasil, tersiarlah aksi panggung pemeran film Satria Bergitar tersebut di media sosial.
Banyak cibiran, sindiran, nyinyiran, bahkan hujatan terhadap pria bernama asli Raden Irama ini.
- “Terlalu..”
- “Maklum, dah berbulan-bulan ga manggung..”
- “Gimana rakyat harus patuh, orang penting saja mengadakan konser tapi ga diproses hukum..”,
Demikian beberapa ujaran netizen SUJU (Super Julid) yang terpantau di linimasa. Namun demikian tak sedikit pula yang membela sang Raja Dangdut ini,
- “Emang kenapa orang kok ga boleh nyanyi di acara khitanan, haram gitu??”
- “Tangkep yang punya hajatan dong! Bang Haji mah cuma tamu..”
- “Penasaran sama yang punya hajatan, bisa ya masang panggung segede gitu, bisa ya ngurus izinnya? Kok malah nyalahin si penyanyi! Hellowww!!”,
Gantian demikian pembelaan beberapa netizen GAHAR (Garis Haji Rhoma) di kolom komentar suatu portal berita.
Kalau biasanya kelakuan minus seorang terpandang akan bermuara pada kesatuan arus utama komentar negatif netizen, untuk masalah “konser” Rhoma Irama di Bogor, khalayak medsos seakan terbelah menjadi dua. Ada yang pro, tapi banyak juga yang kontra.
Setelah mencermati kronologi kejadian dan berbekal perenungan batin yang cukup mendalam (walau belum sedalam palung Mindanao), saya memutuskan untuk berada pada pihak yang membela Bang Rhoma.
Ya, ini serius.
Bagi saya, belio adalah suri tauladan dunia musik dangdut di Indonesia. Masyarakat tak ragu menyematkan predikat “Raja Dangdut” kepadanya. Dan jabatan penguasa ini sudah melekat bertahun-tahun tanpa jelas penerus tahtanya siapa.
Sudah begitu, jika penguasa lain akan menempatkan keluarga untuk mengisi jabatan-jabatan strategis sekaligus untuk mempertahankan tahta, Raja Dangdut Rhoma Irama tampak tak peduli dengan itu. Benar-benar bersahaja sekali.
Kejadian di Bogor pada hakikatnya juga menunjukkan sosok raja yang makin ‘mature’ seiring makin bertambahnya usia serta pengalaman di dunia film, permusikan, dan… perpolitikan.
Maturity sang Raja Dangdut terlihat dari sikap rendah hati yang ditunjukkan. Ini tidak main-main. Susah menemukan penguasa yang tetap rendah hati terlebih ketika berkuasa di waktu yang lama.
Ada beberapa hal yang membuat belio pantas menyandang status Raja Dangdut yang rendah hati, hail to the king!!
Pertama, perhatikan saja cara Rhoma mengklarifikasi. Coba cek klarifikasinya di kanal Rhoma Irama Official. Berlatar pepohonan (pohon pisang?) dan tumbuhan hijau serta memakai kemeja dengan warna senada, ia memilih jalan sunyi, sendiri menjawab berbagai tudingan kepadanya.
Single, ijen. Tidak mengajak teman, dan tidak juga dengan cara tampil di acara klarifikasi bersama Om Deddy Corbuzier, sang Bapak Klarifikasi Indonesia, seperti yang dilakukan para pesohor lain kalau lagi dipepet netizen saat gagal nge-prank atau bermasalah dengan anggota keluarganya di wasap grup.
Kedua, perhatikan kata-kata beliau di video klarifikasi tersebut, “Saya datang sendirian, ga pake jas, ga pake batik, pakai baju biasa saja.”
Artis jurusan antar-RW saja kalau manggung harus pakai outfit berkilauan dengan make-up setebal dempul mobil yang mau dicat ulang. Lha ini sang Raja Dangdut kok malah penampilannya biasa saja.
Kesederhanaan Raja Dangdut Rhoma Irama ini tidak pura-pura dan berlebihan seperti para Youtuber level sultan yang harus menyamar menjadi kaum jelata demi konten semata. Rendah hati menghasilkan kesederhanaan. Prinsip raja yang luar biasa.
Sudah begitu, blio tidak ditemani grup Soneta-nya. Grup yang konon kalau mau manggung, berat kargo barang-barang krunya menduduki peringkat nomer tiga di dunia setelah grup band legendaris The Rolling Stones dan band kasidah Nasida Ria.
Ketiga, ke-positvethinking-an Raja Dangdut Rhoma Irama dalam menghadapi situasi yang mendesak dari Pemerintah Daerah Bogor yang kayak kebakaran jenglot, eh, jenggot.
Ketika mendengar bahwa Bupati Bogor mengancam akan membawa masalah “konser” tersebut meja hijau, Rhoma menganggapnya hanya sebagai “becanda saja”.
Ya iyalah, Raja kok takut diperkarakan sama bupati? Dari struktur kekuasaan aja levelnya jauh sekali. Yang satu jabatan 5 tahun sekali, yang satu gelar seumur hidup.
Lagian, ini Bupati Bogor lagi pansos atau gimana sih, kok nyerang pakai negur sampai ngancem urusan hukum segala ke pemilik singgasana. Kan udah dibilangin Raja Rhoma Irama lagi datang ke hajatan temennya.
Pesan untuk Bupati Bogor, yakin deh tidak ada penguasa yang bisa sesantuy ini kalau harus menghadapi tuntutan hukum. Kalaupun nanti urusannya harus sampai ke pengadilan, saya juga yakin Bang Rhoma akan siap. Raja kok dilawan.
Puncak rendah hati Rhoma Irama tentu saja ketika penonton meminta penyanyi yang pernah menjuarai pop singer Asia Tenggara ini untuk bernyanyi menghibur rakyat. Blio tak segan-segan memenuhi permintaan tersebut.
Benar-benar beda banget sama penguasa sebelah yang rakyatnya lagi nggak butuh nyanyi tapi butuh kebijakan, malah dikasih lagu plus video klip dengan kualitas vokal pas-pasan saat lagi sekarat-sekaratnya.
Saya yakin karena sifat rendah hatinya ini, Raja Dangdut Rhoma Irama tidak hanya menyanyikan satu lagu dari sekian banyak hits-nya. Dan saya yakin beliau tidak minta bayaran untuk penampilan “sebagai teman” tersebut. Kalaupun dibayar juga paling “harga teman”.
Ini sekaligus mematahkan kecurigaan netizen yang menganggap Rhoma mau tampil karena dibayar secara profesional. Kecurigaan itu tidak benar dan sungguh tidak beralasan.
Rhoma Irama, menjadi ikon “raja” yang rendah hati, mau menanggalkan setiap atribut kemewahannya, berani menghadapi semua tudingan yang mengarah kepadanya seorang diri, tetap woles, tidak marah-marah di tengah tekanan yang menderanya, dan mampu beryanyi dengan indah untuk memenuhi keinginan rakyatnya.
Cuma satu hal saja yang bikin saya penasaran, apakah saat manggung di Bogor Rhoma Irama menyanyikan single beliau yang nge-hits berjudul “Virus Corona” juga?
BACA JUGA Menghitung Penghasilan Rhoma Irama dari Dangdut atau tulisan Yesasaya Sihombing lainnya.