Di tahun ke-25 dan masih tanpa trofi, harusnya jelang musim 2017/2018 Liga Inggris ini, membeli pemain baru menjadi prioritas Liverpool.
Kecuali jika Liverpool menganggap puasa gelarnya adalah perkawinan, maka yang perlu disiapkan bukan membeli pemain baru, tapi menyiapkan pesta ulang tahun perak.
Sayangnya, tim ini sering gagal membeli pemain bagus. Kali ini bahkan harus menerima malu karena ketahuan melakukan pendekatan secara ilegal kepada pemain. Yaaa, meskipun Liverpool sudah berhasil memboyong Mohamed Salah dari AS Roma. Pemain sayap dari Mesir tersebut memang dibutuhkan untuk memperkuat lini depan, terutama untuk menjadi sumber kreativitas ketika Roberto Firminho dan Coutinho tiba-tiba kakinya cantengan. Meski cukup mahal, kualitas Salah akan sangat berharga bagi Liverpool.
Selain Salah, The Reds juga sudah mendapatkan Dominic Solanke. Pemain muda asli Inggris tersebut diboyong secara gratis setelah dilepas Chelsea.
Penguatan skuat memang menjadi salah satu target Juergen Klopp di jendela transfer musim panas kali ini. Bahkan boleh dibilang, Liverpool perlu membeli banyak pemain, mulai dari kiper, bek tengah, bek kanan/kiri, gelandang tengah, hingga pemyerang. Dan dua lini yang paling penting untuk diperkuat adalah bek tengah dan gelandang tengah.
Klopp sudah mengidentifikasi dua calon pemain untuk didatangkan. Keduanya punya kualitas dan praktik akan menambah kualitas skuat Liverpool secara keseluruhan. Kedua pemain yang dimaksud adalah Virgil van Dijk dan Naby Keita.
Virgil van Dijk adalah bek tengah Southampton. Pemain tinggi besar asal Belanda tersebut merupakan bek tengah modern dengan olah bola yang baik. Ia sudah mengenal Liga Inggris, jadi tak perlu waktu lama untuk beradaptasi. Asyiknya, van Dijk sudah mengungkapkan bahwa ia sendiri dengan senang hati akan menerima pinangan Liverpool. Cieee ….
Harga yang cukup tinggi, diperkirakan hingga 60 juta poundsterling (Rp1,02 triliun), tak membuat Liverpool gentar. Pendekatan pun dimulai. Sayangnya, pendekatan yang dilakukan Liverpool membuat Southampton, selaku pemilik si pemain, meradang. Pasalnya, Liverpool melakukan pendekatan kepada van Dijk tanpa persetujuan klub pemilik.
Southampton mengancam akan melaporkan Liverpool ke otoritas liga dengan tuduhan pendekatan ilegal. Takut kena sanksi larangan transfer, Liverpool mundur teratur. Situasi yang sama juga terjadi ketika Liverpool menyatakan tertarik memboyong Naby Keita dari RB Leipzig.
Lewat Ralf Rangnick, sang pelatih, Leipzig menegaskan bahwa mereka “marah dan jengah” dengan pendekatan Liverpool kepada Keita. Leipzig sendiri sudah menyatakan bahwa jika ingin meminang Keita, Liverpool mesti menyiapkan 80 juta poundsterling (Rp1,36 triliun). Jika tak sanggup, mending ternak lele saja. Tidak ada negosiasi. Titik.
Liverpool bertindak seperti remaja nakal, tapi kurang akal. Ia terus menggoda Keita. Memang, pada dasarnya Keita juga sudah bersedia untuk pindah ke Merseyside. Keita ingin Leipzig tak menghalangi cita-citanya bermain untuk klub yang sudah 25 tahun puasa gelar Liga Inggris tersebut. Sungguh cita-cita yang luhur.
Berang, Leipzig mengancam melaporkan Liverpool ke Pak RT UEFA karena dianggap mengganggu. Mungkin Leipzig perlu menggandeng Muhamad Hidayat dan membuat laporan ke polisi karena Liverpool sudah mengumbar ujaran tindakan kebencian. Liverpool ancene ndesa! Ingat, nulisnya ndesa, bukan ndeso, sesuai arahan Kepala Suku. Suog.
Ngomong-ngomong, dua kali terbentur masalah sama, Liverpool perlu mempertimbangkan untuk merekrut salah satu juru runding terbaik Indonesia deh. Siapa dia? Jusuf Kalla.
Ketika Ambon dan Aceh bergolak, JK menjadi tokoh penting, menengahi dua kubu yang bertikai, dan kemudian memadamkan bara api permusuhan perlahan-lahan. Kalau Aceh saja bisa didamaikan, menjadi juru runding bagi Liverpool yang bergairah terlalu tinggi tentu masalah sepele.
Ketika menjadi penengah antara Indonesia dan GAM di Aceh, JK Kalla melatih tiga orang juru runding secara intensif. Mereka adalah Farid Husain, Hamid Awaluddin, dan Sofyan Djalil. Ada beberapa teknik yang diajarkan JK secara langsung.
Pertama, meminta ketiganya untuk mempelajari budaya dan sejarah Aceh, mulai dari zaman Samudera Pasai hingga kondisi termutakhir. Tulisan-tulisan Hasan Tiro, tokoh GAM, juga menjadi bahan belajar.
Untuk mendapatkan tanda tangan van Dijk dan Keita, pihak Liverpool perlu memahami latar belakang klub pemilik masing-masing.
Mulai dari tanggal berdiri, pemilik, prestasi, dll. Memahami sejarah dan situasi termuthakir Southampton dan Leipzig membuktikan bahwa Liverpool serius menyediakan lingkungan senyaman rumah kedua pinangannya sebelumnya.
Jangan sampai salah satunya merasa tak kerasan dan minta dipulangkan ke rumah orang tuanya.
Teknik kedua yang diajarkan JK adalah berani menatap mata lawan berunding. Menatap mata menunjukkan bahwa kamu tak mudah diintimidasi dan digertak. Namun tentu menatap dengan sewajarnya. Jangan sampai kamu dianggap mecicil dan malah dikira ngajak gelut. Khas anak-anak STM mau tawuran.
Teknik ini penting, apalagi Liverpool dua kali dibuat keder dengan gertakan Southampton dan Leipzig. Liverpool harus berani menatap mata perwakilan Southampton dan Leipzig. Tunjukkan kalau Liverpool itu jantan dan tak mudah mengkeret kalau digertak. Puasa gelar 25 tahun aja kuat, digertak sedikit kok minder. Lemah!
Teknik ketiga yang diajarkan JK ialah menjaga sopan santun dan menghargai lawan bicara. Nah ini yang paling dibutuhkan Liverpool. Kalau mau pendekatan yang minta izin orang tuanya dulu. Bicara baik-baik. Pacaran baik-baik. Pacaran sehat. LDR tak masalah. Liverpool perlu mencontoh webmaster Mojok yang LDR-an selama 14 tahun sebelum tanggal 9 Juli nanti tunangan. Cieee ….
Jangan sampai, klub pemilik pemain merasa dilangkahi haknya. Toh, mereka yang merawat, mengasuh dengan sepenuh hati. Orang tua mana yang hatinya nggak panas kalau anaknya yang kinyis-kinyis di-bajul secara kurang ajar.
Begitulah, Liverpool sudah harus mengajukan proposal merekrut Jusuf Kalla. Kan 2019 nanti beliau kemungkinan udah nggak jadi wapres, jadinya selow.