Kedondong, Antara Mulus dan Berduri

kedondong

Heboh soal listrik dari pohon kedondong temuan seorang siswa MTs bernama Naufal Raziq di Aceh Timur beberapa waktu, membuat kami mau tak mau harus ikut serta menceburkan diri dalam arus perbincangan seputar buah kedondong ini.

Nah, karenanya, dalam rubrik Nabati kali ini, ijinkan kami, Mojok, untuk membahas soal buah kedondong. Ini kalimat formalitas saja sih, soalnya, diijinkan atau tidak, toh kami akan tetap membahas kedondong. Yaelah, website website siapa…

Kedondong, orang Jawa menyebutnya dondong. Adalah buah bergenre masam yang cukup tenar dan punya nama besar. Sebabnya tak lain dan tak bukan karena ia adalah satu dari tujuh anggota buah Lotis Magnificent Seven (bersama bengkuang, nanas, mangga, pepaya, timun, dan jambu air).

Kedondong sangat nikmat dimakan dalam keadaan segar, namun, tak sedikit pula yang mengolahnya menjadi rujak, dodol, sampai manisan.

Walaupun masam dan tak banyak orang yang suka memakannya secara langsung, namun, buah ini ternyata mempunyai banyak khasiat. Ia buah yang mempunyai kandungan vitamin C yang cukup banyak, sehingga menjadikannya efektif untuk menangkal radikal bebas yang merupakan salah satu faktor penyebab penuaan dini. Jadi, selain rutin bersilaturahmi, banyak-banyak makan kedondong ternyata juga ampuh untuk menjaga tubuh tetap awet muda.

Kedondong juga mengandung banyak fosfor, sehingga baik untuk menjaga kesehatan tulang dan gigi. Dan yang paling ciamik, kedondong ternyata mengandung banyak kalsium, yang dikenal ampuh untuk mencegah penyakit jantung.

Gimana? Oke punya nggak ini buah?

Oh ya, buah kedondong ini terkenal dengan bijinya yang “pating crongat” alias penuh dengan duri-duri, hal yang kemudian sering membikin kedondong dijadikan sebagai simbol sebuah kemunafikan dan kepalsuan. “Bangsat, Lo tu kaya kedondong banget ye, luarnya aja alus, dalemnya, kasar!”

kedondong

Exit mobile version