Lelaki selalu ingin terlihat sempurna dan menarik di mata perempuan. Itu sudah sebuah template yang wajar. Terlebih jika perempuan yang dimaksud adalah ia sang pujaan hati.
Di hadapan perempuan, segala sifat baik lelaki selalu berusaha ingin ditonjolkan. Bagi lelaki, mata perempuan adalah panggung pertunjukkan yang paling megah, di mana merekalah yang tampil sebagai bintangnya.
Maka, tak heran jika banyak lelaki bersolek, memakai pomade yang paling klimis dan memakai parfum yang paling wangi saat harus bertemu dengan perempuan. Semuanya dijaga agar terlihat sempurna di depan perempuan. Langkah kakinya ditegas-tegaskan, tubuhnya ditegap-tegapkan, nada bicaranya diwibawa-wibawakan, senyumnya dikenes-keneskan, otaknya dicerdas-cerdaskan, kelakuannya diagamis-agamiskan, bahkan sampai bau napasnya diharum-harumkan.
Sungguh, bagi seorang lelaki yang sedang mendekati perempuan. Kejujuran adalah makhluk yang harus dikesampingkan. Ini tentu hal yang kurang pantas. Sebab dalam sebuah hubungan, kejujuran seharusnya mutlak menjadi yang utama.
Nah, untuk urusan kejujuran ini, manusia agaknya perlu belajar banyak dari kuda nil. Sebab boleh jadi, kuda nil adalah salah satu makhluk paling terbuka, jujur, dan ada apanya dalam soal mendekati si lawan jenis.
Lha betapa tidak, untuk menarik hati si kuda nil betina, kuda nil jantan tak pernah bersolek, memakai wangi-wangian, apalagi berlagak sebagai seorang pahlawan. Ia justru akan menunjukkan hal yang paling menjijikkan yang bisa ditampakkan dari seorang makhluk hidup: tahi.
Ya, kuda nil jantan, ketika mendekati kuda nil betina, ia akan menunjukkan atraksi buang hajat alias berak sambil kencing dalam waktu yang cukup lama.
Ia seolah ingin berkata kepada si betina “Beginilah diriku, inilah adanya diriku, si tukang berak. Setelah apa yang sudah engkau lihat, maukah engkau berkencan dengan jantan sepertiku?”
Selama melihat si jantan itu berak, si betina akan mempertimbangkan keputusan hatinya.
Jika tertarik, maka ia akan mendekati si kuda nil jantan kemudian kawin dengannya. Sedangkan jika tidak, si betina akan berpaling menjauh dan akan mencari pejantan lain.
Ini tentu sebuah kejujuran dan keterusterangan yang jelas tidak akan pernah berani dilakukan oleh manusia lelaki.
Lha jangankan berak, sekadar kentut pun kadang harus diatur sedemikian rupa agar bunyinya yang ritmis itu jangan sampai didengar oleh perempuan.
Sungguh, di hadapan kuda nil, lelaki nampak seperti amatiran dalam urusan kejujuran.