Saya beruntung karena memiliki dua asuransi kesehatan. Selain memiliki BPJS, kantor mendaftarkan saya asuransi kesehatan swasta. Selama ini, saya lebih sering menggunakan asuransi swasta untuk rawat jalan di rumah sakit swasta—salah satu yang terbaik di kota saya. Kadang nombok sedikit tidak apa-apalah. Kalau jatah asuransi habis, ya sudah bayar pribadi saja.
Terkait dengan keluhan alergi dan penyertanya yang sudah bercokol hampir 10 tahun, saya berobat ke dokter spesialis yang menangani sejak awal saya terdiagnosis penyakit tersebut. Dokter spesialis itu selalu memeriksa saya dengan sangat teliti. Padahal di setiap kunjungan keluhannya sejenis atau hampir sama. Saya selalu diperiksa dengan stetoskop di bagian dada, pemeriksaan tekan di bagian, hingga atas dan juga tenggorokan.
Selain itu, dokter menanyakan terlebih dahulu apa saja keluhan saya. Kondisi setelah pemeriksaan dan pemberian obat pun dijelaskan secara gamblang. Satu hal lagi, empati dokter juga luar biasa. Bagi saya sebagai pasien, empati dokter itu sudah dapat poin 50 persen untuk upaya kesembuhan.
Gangguan pencernaan
Belum lama ini saya mengalami gangguan pencernaan. Karena rumah sakit yang biasa saya datangi lokasinya agak jauh, jadilah saya ke klinik (Faskes 1) yang dekat dari rumah. Lagi pula, sayang juga kan sudah bayar BPJS tiap bulan tapi jarang dipakai.
Setelah antre sekitar setengah jam, dipanggillah saya untuk cek tekanan darah, juga ditanya keluhan serta apakah ada alergi obat. Di titik ini saya mulai merasa agak aneh karena perawat bertanya “Berat badan terakhir berapa, Bu?” dan dia mencatat berdasarkan pengakuan saya. Padahal di belakang meja dia ada timbangan badan. Untung saya orangnya jujur, kalau ternyata saya menjawab tidak jujur? Bukan tidak mungkin bisa berakibat buruk karena setahu saya ada obat tertentu yang dosisnya diberikan berdasarkan berat badan.
Tak berapa lama, giliran saya tiba untuk bertemu dokter. Seorang dokter perempuan, masih muda, ramah pula. Dokter bertanya keluhan apa saja yang saya rasakan, dan saya pun menceritakannya. Dokternya menjelaskan singkat, kok kata-katanya persis banget dengan yang saya baca di Google ya. Saya menunggu Bu Dokter memberi instruksi untuk menuju tempat tidur dan diperiksa. Ternyata setelah memberi tahu obat apa saja yang diberikan, saya dipersilakan meninggalkan ruangan.
Saya sempat bengong sejenak. Udah, gitu aja? Saya bahkan tidak dipegang sedikit pun sama dokternya. Saya berpikir pemeriksaan fisik itu bagian dari SOP. Ternyata tidak ya? Bagaimana sih sebenarnya?
Kalau ke dokter biasanya kan mau periksa ya. Lha kalau dokternya tidak memeriksa pasiennya, lalu bagaimana ini?
Moelia Soegimeriyah
Griya Darmaga Asri Kab. Bogor
mei.moelia@gmail.com