Surat Cinta untuk Petugas Parkir Liar di Jakarta yang Cuma Modal Peluit

Surat Cinta untuk Petugas Parkir Liar di Jakarta yang Cuma Modal Peluit MOJOK.CO

Ilustrasi Petugas Parkir Liar di Jakarta yang Cuma Modal Peluit.

Datang tak diundang pergi tanpa pamit, itulah kalimat yang cocok untuk menggambarkan kelakuan petugas parkir liar di Jakarta saat ini. Walaupun tidak semua sih, tapi itu yang saya rasakan baru-baru ini. 

Pemicu yang membuat saya menulis uneg-uneg untuk petugas parkir liar di Jakarta 

Cerita ini bermula ketika saya ingin membeli amunisi paru-paru (liquid dan catridge) yang berjarak kurang lebih 3 Kilometer dari rumah saya dan mengharuskan untuk membawa motor. Masak iya dengan jarak segitu saya harus jalan. Macem mau ikut family run event aja harus jalan santai 3K, dapet medali nggak, pegel iya.

Singkat cerita sampailah saya di seberang toko tersebut dan kondisi di jalanan saat itu cukup padat karena ada di jam pulang kantor. Saya harus mengeluarkan kesabaran dan effort lebih untuk dapat menyeberang dan memarkirkan motor saya. 

Setelah dapat parkir saya menuju toko. Soal tempat parkir, sebenarnya itu pun juga tidak bisa dibilang area parkir, karena area untuk parkir tidak cukup dengan panjang motor pada umumnya sehingga dengan sangat terpaksa harus mengambil hak pejalan kaki, yaitu trotoar.

Transaksi di dalam toko tidak berlangsung lama, karena saya sudah menentukan pilihan sedari rumah, kira-kira hanya 1 menit. Setelah itu, pasti kalian tau kan apa yang terjadi? Yak, benar saja, tiba-tiba datang seseorang dengan peluit merah yang bisa Anda dapatkan di toko olahraga terdekat dikalungi lanyard trendi masa kini.

Alhasil saya hanya kasih seribu rupiah saja sambil saya kasih beberapa petuah yang saya dapat dari Plato, Aristoteles, dan juga Plato.

Keluh kesah saya terhadap parkir liar yang ada di Jakarta

Pertama, ini bukan masalah rupiah yang harus saya berikan kepada yang terhormat abang parkir liar. Tapi dimana sisi urgensi-nya kita harus memberi rupiah ketika saya tidak mendapat bantuan atau manfaat dari yang terhormat. Mau kasih tapi kesel sama kelakuannya, nggak ngasih, nanti merengut, purik, nesu, marah. 

Kedua, walaupun kita kasih. Kemana uang itu akan berlabuh? Mengingat itu adalah parkir liar di Jakarta. Cirinya, abang parkirnya tidak memakai rompi biru dongker kelap kelip dari Dinas Perhubungan dan tidak adanya tiket atau karcis retribusi. Yang berarti bahwa pundi-pundi yang ia terima kemungkinan besar hanya akan masuk ke kantong-kantong pribadi tertentu.

Ketiga, beberapa kali setiap saya memarkirkan kuda besi saya, sering kali mendapatkan oleh-oleh berupa goresan indah di body motor akibat terlalu agresifnya petugas parkir. Mungkin negara ini harus punya asosiasi Petugas Parkir Seluruh Indonesia, bisa disingkat PPSI, Persein, atau apalah. Tujuannya untuk membuat suatu Standar Operasional Prosedur dalam menata parkiran yang baik dan benar.

Ya walaupun sudah ada Asosiasi Pengelola Parkir Indonesia (ASPEPARINDO), itu sih cuman fantasi saya aja ya, he..he..he.

Keempat, kadang mematok tarif seenaknya sendiri. Saya jujur-ly tidak tahu apa variabel atau tolak ukur yang mereka gunakan dalam mematok tarif parkir. Sudah jelas parkir liar, berarti bukan arahan dari Pemerintah Daerah atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lalu, hanya berdasarkan intuisi kah? atau hanya sebatas karena tempatnya ramai, atau mungkin ada target setoran?

Harapan saya untuk Jakarta yang lebih baik

Sebagaimana kita tahu bahwa pendapatan daerah bisa mereka dapatkan melalui parkir sebagai retribusi daerah. Melihat masifnya penggunaan kendaraan bermotor roda dua (2) dan roda (4) di Jakarta, maka retribusi dari parkir kendaraan merupakan salah satu potensi pendapatan asli daerah yang cukup besar.

Kalau tidak ada kemauan atas hal ini berarti ada yang diuntungkan dong? Untuk yang tahu pihak yang mendapat keuntungan silahkan isi sendiri. Xixixixixi

Andai saja pemerintah DKI Jakarta mau untuk membenahi masalah parkir liar di Jakarta maka dapat membantu pendapatan daerah seperti yang saya sebutkan sebelumnya.

Ketika pemerintah mengambil tindakan serius atas hal ini maka tentunya bisa menghasilkan sumber daya manusia yang baik dalam hal pelayanan sebagaimana harapan Indonesia emas 2045 yang selalu beberapa elite partai serta pemerintah gaungkan.

Contoh berhasilnya adalah melihat dari kinerja pasukan Oranye (bukan Persija Jakarta ataupun Jakmania yang saya maksud) Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) yang selalu sigap di setiap harinya menyapu jalanan Ibu Kota.

Jika suatu pihak atau orang mendapatkan pelatihan dan pengawasan, maka dapat menghasilkan kualitas sumber daya manusia baik.

Langkah kecil yang pemerintah lakukan, dapat menciptakan perubahan yang baik di masa depan.

Rexzy Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, DKI Jakarta rexzyfwz@gmail.com

BACA JUGA Tukang Parkir di Jabodetabek Harus Study Tour ke Jogja  dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG

Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg  bisa dikirim di sini.

Exit mobile version