Menjadi mahasiswa akhir di Semester 14 alias semester ketar-ketir adalah hal yang tidak pernah terbayangkan oleh saya sendiri. Namun, kenyataan yang saya hadapi saat ini, rentetan pertanyaan jumlah bab skripsi yang sudah diselesaikan, alih-alih peduli.
Ya bukan apa sih, perihal perkembangan bab skripsi kan tugas dosen pembimbing. Jangan merampas kerjaan dosen pembimbing, dong!
Kalaupun Anda peduli dengan kondisi studi saya, mbok ya ajak diskusi saya sekalian ngopi mengenai isi skripsi gitu lho. Bukan melempar pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya mentok pada angka jumlah bab yang sudah dikerjakan.
Pertanyaan seputar topik skripsi saya malahan bagus, saya bisa termotivasi melanjutkan skripsi. Apalagi kalau anda bisa memberi beberapa referensi untuk skripsi saya. Ya kali saja bakal masuk daftar pustaka ya kan hasil diskusi dan ngopi kita?
Mengingat masa studi yang sudah memasuki tahun ke tujuh, saya sudah mengalami beberapa pergantian kurikulum. Sudah bukan rahasia, sistem pendidikan di Tanah Air ini yang menentukan siapa menteri pendidikan yang menjabat. Misalnya, dulu skripsi anak teknik ada 5 bab, sekarang sekarang menyesuaikan dengan topik penelitian dalam skripsinya.
Jadi kalau saya jawab, “Udah Bab 4”, jangan keburu ikut senang. Saya cek skripsi anak teknik di kampus yang lulus di atas tahun 2020, skripsinya sampai 7 bab. Pertanyaan seputar angka-angka bab skripsi itu tidak menentukan. Jadi tolong jangan tambah bikin mumet dengan pertanyaan yang jawabannya berupa angka ya teman-teman.
Bagi mahasiswa yang di semester ketar-ketir, saya merasa pertanyaan seputar bab skripsi itu cukup sensitif kalau bukan dosen pembimbing yang melontarkannya. Pertaruhannya bisa kesehatan mental. Tolong tingkatkan simpati dan empatinya.
Cukup beri dukungan dan doa agar saya dan mahasiswa lain di semester ketar-ketir ini bisa menyelesaikan skripsi dengan baik. Menanyakan perkembangan boleh-boleh saja sih, tetapi jangan sampai ada salah paham di antara kita ya?
Adjie Valeria Christiasih, Kalimantan Timur, valadjie@gmail.com