Dulu ketika masih kecil, kita sering mendapat pertanyaan seputar impian dan cita-cita, yang pada ujungnya dianggap bahwa hal tersebut akan mengantarkan kita pada kebahagiaan.
“Jika kamu mencapai impian, maka kamu akan bahagia”.
Kemudian ketika sudah dewasa dan hidup mulai terasa menyebalkan, kita kembali mencari makna kebahagiaan. Kita mencarinya di mana saja. Entah melalui uang, liburan, jabatan, pencapaian, dan hal-hal lain yang di masa kecil kita anggap sebagai hal yang menyenangkan.
Tapi, ketika hidup semakin lama, ketika akhirnya beberapa impian mulai terwujud satu demi satu, nyatanya tidak ada yang berubah. Iya, mencapai sebuah impian ternyata biasa-biasa saja.
Akhirnya, saya jadi berpikir, apakah kita benar-benar perlu mewujudkan cita-cita agar dapat bahagia secara paripurna?
Namun, saya teringat buku “Geography of Bliss”. Di sana, Eric Weiner bercerita tentang perjalanannya berkeliling ke beberapa negara untuk mencari makna kebahagiaan. Akhirnya apa? Ia sadar kalau kebahagiaan tidak ada di luar sana. Ia mewujud dalam diri.
“Bukan keyakinan yang membuat kita bahagia, tetapi bagaimana kita menjalankan keyakinan itu dalam hal apa pun.”
Oh, iya, pada tulisan ini saya tidak ingin mendikte makna kebahagiaan itu seperti apa. Saya hanya ingin mengingatkan saja, jangan pernah lupa bahwa sebenarnya kita sudah bahagia.
Afiqul Adib
Paciran, Lamongan
afiquladib@gmail.com
Uneg-uneg, keluh kesah, dan tanggapan untuk Surat Orang Biasa bisa dikirim di sini