Keluh Kesah Naik Kereta Api Matarmaja yang Memotivasi Saya untuk Menjadi Orang Kaya

Keluh Kesah Naik Kereta Api Matarmaja yang Memotivasi Saya untuk Menjadi Orang Kaya. MOJOK.CO

Ilustrasi Keluh Kesah Naik Kereta Api Matarmaja yang Memotivasi Saya untuk Menjadi Orang Kaya. (Mojok.co)

Halo, teman-teman. Perkenalkan nama saya Atmojo atau biasa dipanggil dengan nama Mojo. Pada kesempatan kali ini saya ingin mencoba menuangkan keluh kesah saya saat naik kereta api Matarmaja dari stasiun Pasar Senen (JKT) sampai stasiun Malang Kota (MLG), yang cukup rutin saya lakukan. 

Tetapi, yang namanya keluh kesah, dibaliknya pasti ada sesuatu hal positif yang bisa diambil atau pelajari kan?? Anjayy.. Maka dari itu, tulisan ini nantinya nggak cuma berisi keluh kesah saat menaiki kereta Matarmaja, melainkan motivasi yang saya dapatkan setelah menaiki kereta tersebut.

Jadi, saya ini merupakan seorang anak kuliahan yang kebetulan dapet kampus yang jauh dari rumah. Kurang jauh apalagi coba, rumah di Jakarta Timur tapi kuliah di Kota Malang. Dengan begitu, otomatis atau mau tidak mau ya saya harus merantau di kota tersebut dan sering balik lagi ke rumah jika libur kuliah tiba atau saat ada keperluan yang mendesak lainnya. 

Pilihan paling murah

Akomodasi transportasi yang sering saya naiki jika ingin balik ke Malang atau Jakarta adalah kereta api. Tetapi, itu bukan karena saya nyaman naik kereta api. Melainkan akomodasi transportasi ini menurut saya memiliki harga tiket paling murah dan paling bisa saya naiki.

Jika ada yang tanya kenapa saya ngga naik bis aja, jawaban saya hanya satu. Saya mabuk darat kalo naik bis, hehehe. Makanya saya bilang paling bisa saya naiki. Dan juga, kalau bis itu, sepengalaman saya, nggak leluasa ketika kita ingin buang air kecil atau buang air besar. Jadinya kalo lagi kebelet, bakal berabe urusannya. 

Kereta api yang selalu saya naiki adalah kereta Matarmaja. Lagi-lagi, pilihan ini bukan karena saya nyaman naik kereta tersebut. Melainkan, ya mau nggak mau kereta itu harus saya pilih karena harganya yang paling murah dibanding dengan kereta lain.

Maklum saja karena kondisi ekonomi saya yang kurang mendukung dan posisi juga masih belum punya penghasilan besar dan tetap, jadi saya hanya sanggup membeli tiket kereta tersebut, hehe. Oiya, untuk sekarang, tiket perjalanan kereta Matarmaja dari stasiun Pasar Senen ke stasiun Malang Kota memiliki harga Rp280 ribu.

Ini sudah mengalami kenaikan harga dibanding sebelum-sebelumnya. Karena waktu zaman saya masih mahasiswa baru, harga kereta ini dibandrol dengan harga Rp. 180.000 saja. Saya sempat ngeluh dengan kenaikan harga tiket kereta ini juga si, hehe.

Dengkul ketemu dengkul di Matarmaja

Jadi, Keluh kesah saya yang pertama itu adalah tentang tempat duduk dari para penumpang di kereta tersebut. Jika kamu belum pernah naik kereta ini, posisi tempat duduknya itu adalah dengan sistem berhadap-hadapan. Di sebelah kiri, satu kursi diisi dengan tiga orang dan begitu pula untuk hadapannya. Lalu di sebelah kanan, satu kursi diisi dengan dua orang dan sama juga untuk hadapannya. Jadi, untuk tiap hadapan diisi dengan enam orang untuk sebelah kanan dan empat orang untuk sebelah kiri. Ditambah dengan luas kursi per hadapan itu sempit atau nggak luas sama sekali. 

Jadi, udah kebayang kan gimana posisi kita duduk jika kereta dalam keadaan penuh. Dengkul kita sama dengkul orang di depan kita nyentuh coy, haha. Kalo pake bahasa saya sih biasanya saya menyebut dengan “dengkul ketemu dengkul”.

Posisi ini bikin saya cape banget selama di perjalanan. Belum lagi, bentuk kursi yang bisa dibilang sangat nggak nyaman untuk perjalanan jarak jauh. Karena kursi yang dipakai pada kereta Matarmaja ini adalah kursi yang tipenya harus duduk tegak, atau saya biasa nyebutnya dengan kursi tentara, haha. Kursi inilah yang menjadi tempat duduk saya di kereta selama lebih dari 15 jam dengan posisi dengkul ketemu dengkul. Encok saya, pak. Sumpah, hahaha. 

Penumpang yang ngajak ngobrol

Keluh kesah saya bukan hanya disitu. Selanjutnya adalah jika kita satu tempat duduk atau berhadapan dengan orang yang ngajak kita ngobrol mulu. Sedikit cerita pengalaman saya. Dulu saya pernah duduk dengan dua ibu-ibu yang bener-bener ngajak ngomong saya dari awal naik sampai turun kereta. Ya, benar, dari stasiun Pasar Senen sampai stasiun Malang Kota.

Bukannya saya nggak suka ngobrol sama orang. Tapi kalo selama perjalanan harus jawab pertanyaan dan ngobrol ya kapan saya istirahatnya. Ditambah dengan kondisi tempat duduk dan bentuk kursi seperti yang saya jelaskan di atas. Capeknya bakal nambah, hahaha. 

Pengalaman saya yang lain juga tentang satu tempat duduk dengan orang yang memiliki tubuh besar dan tinggi. Bukannya body shamming atau apa-apa. Tapi jika mendapat teman duduk dengan orang yang perawakan seperti itu, ditambah dengan posisi dan bentuk kursi yang ada, membuat saya benar-benar duduk dengan kondisi yang tidak nyaman.

Hal tersebut dikarenakan tempat duduk akan menjadi sangat berdempetan dan kaki kita akan berdesakan dengan kaki penumpang lain. Bersentuhan dalam waktu yang lama dengan orang yang belum dikenal kan rasanya rada gimana gitu ya, hahaha. Ya, tapi mau bagaimana lagi. 

Matarmaja, memotivasi saya jadi orang kaya

Menaiki kereta tersebut, saking tidak nyamannya, terkadang saya melamun dan berfikir bahwa saya harus berusaha keras untuk menjadi orang yang kaya. Motivasi ini tentu saja muncul karena ketidaknyamanan saya selama menaiki kereta tersebut.

Untuk protes pada pemilik kereta ini, menurut saya, saya bukanlah siapa-siapa, hehe. Ditambah, saya memiliki anggapan (yang belum tau benar atau salah) bahwa jika membeli tiket kereta dengan harga paling murah, ya jangan berharap mendapatkan kereta yang nyaman.

Maka dari itu, solusi yang paling mudah saya temukan dalam lamunan saya ya dengan cara menjadi orang kaya raya. Dengan begitu, saya bisa menaiki kereta yang lebih nyaman ataupun sekalian naik pesawat, hehe. 

Sekian saja keluh kesah yang saya ingin sampaikan. Karena jika kebanyakan ngeluh bakal bikin cape diri sendiri, hehe. Terima kasih. 

Atmojo, JL. Bantaran Indah Kavling No. 12, Malang Kota bagaspurna354@gmail.com

BACA JUGA Derita Jadi Freelancer Saat Ditanya, “Kerja di Mana?” dan keluh kesah lagi dari pembaca Mojok di Uneg-uneg.

Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg  bisa dikirim di sini

Exit mobile version