Kasih ayah sepanjang masa, mungkin ungkapan itu patut disematkan untuk sosok Menteri Perdagangan kita, Zulkifli Hasan. Di tengah tugasnya sebagai Menteri Perdagangan yang begitu berat dan kompleks, blio tetap mengingat perannya sebagai seorang ayah.
Kesibukannya mulai dari memastikan harga minyak goreng tetap stabil, mempercepat distribusi minyak goreng subsidi secara merata kepada masyarakat, dan membersihkan internal Kementerian Perdagangan dari bandit-bandit mafia izin ekspor-impor pangan, tidak lantas menepikan perannya sebagai seorang ayah yang senantiasa mendukung cita-cita luhur putrinya, yaitu nyaleg.
Ya, Zulkifli Hasan baru-baru ini membuat lini masa kembali heboh. Tindakannya mempromosikan—kampanye caleg—anaknya saat kunjungan sebagai seorang menteri disorot oleh masyarakat. Mulai dari netizen, pengamat, hingga oposisi, semuanya berkomentar.
Banyak yang mencibir, banyak yang menyayangkan, dan banyak juga yang kemudian tambah skeptis dengan peran Zulkifli Hasan sebagai Menteri Perdagangan. Saya sendiri mafhum dengan segala tingkah dan kebijakan dari blio, sebab blio ini kan belum punya rekam jejak yang konkret di sektor ekonomi. Lah, ngurus hutan di zaman SBY saja masih cukup keteteran, kan? Jadi, sudah seharusnya kita sebagai masyarakat memang tidak perlu berekspektasi tinggi.
Kembali lagi soal persoalan memanfaatkan kekuasaan dan jabatan menteri sebagai sarana kampanye. Saya justru malah kagum dan respek dengan apa yang sudah dilakukan blio. Apa yang dilakukan oleh blio ini adalah bentuk implementasi konkret dari dukungan terhadap keinginan sang anak. Sebagai laki-laki yang kelak akan menjadi seorang ayah, saya kagum dengan sikap blio ini.
Blio rela menerjang kerasnya hujatan para netizen demi mewujudkan keinginan sang anak. Memangnya di zaman seperti sekarang ini, apalagi sih yang lebih berat dari nyinyirin para netizen?
Para ayah dan calon ayah seperti saya, patutnya menjadikan blio sebagai inspirator. Peran seorang ayah dalam cita-cita anaknya tidak bisa hanya sebatas pada dukungan melalui lisan, doa, dan harapan. Anak butuh dukungan lebih konkret, futuristik, dan oportunistik. Dan Zulkifli Hasan memberi contoh secara nyata, meskipun agak sedikit norak.
Kalau anak punya cita-cita yang mengarah pada kontribusi penuh terhadap kesejahteraan rakyat, kenapa tidak didukung penuh? Kenapa tidak dibantu secara pragmatis? Toh mumpung jadi menteri, kan?
Dari kacamata seorang ayah, keriuhan masyarakat soal kebutuhan minyak goreng pun bisa dimanfaatkannya secara epik untuk menaikkan elektabilitas anaknya sebagai bekal nyaleg di tahun 2024. Ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa jabatan dan kekuasaan tidak boleh membuat seorang ayah abai dan lupa terhadap cita-cita anaknya. Justru seorang ayah harus bisa memanfaatkan posisi itu sebagai fasilitas yang harus dimanfaatkan secara bijak untuk kebaikan sang anak.
Anaknya, kemudian dengan langkah pasti dan mantap, memborong Minyakita yang merupakan minyak subsidi dan dibagikan secara gratis kepada masyarakat yang membutuhkan. Uang yang digunakan juga dari kantong pribadi. Apa yang salah dengan tindakan itu?
Sebaliknya, tindakan ini malah dapat memotong rantai distribusi pembagian Minyakita yang kadang tersendat oleh para mafia pasar. Justru ini solusi yang baik. Simbiosis mutualisme yang paripurna di mana (sebagian) masyarakat mendapatkan minyak goreng, sementara anaknya mendapatkan elektabilitas.Â
Selain itu, bagi-bagi minyak goreng subsidi ini juga cara Zulkifli Hasan mengajarkan sikap kedermawanan kepada sang anak. Di zaman sekarang, apalagi yang mau ditawarkan oleh politikus selain sikap kedermawanan? Ingat, pencitraan perlu berjalan beriringan dengan kedermawanan.
Jika saya terlahir sebagai anak dari blio, saya akan merasa terharu sekaligus malu. Terharu karena memiliki ayah yang peduli dan rela mengorbankan apa pun—termasuk jabatan sebagai menteri—demi suksesnya cita-cita anak. Malu karena sebagai anak saya belum bisa mandiri karena persoalan pencitraan saja masih dibantu oleh sosok ayah.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Zulkifli Hasan dan Hadi Tjahjanto, Jajaran Menteri Baru di Kabinet Jokowi.