Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

yang Anti Mainstream dari Anak STM: Dari Panjat Pagar Sampai Trifungsi-Alumni

Ravi Oktafian oleh Ravi Oktafian
13 Desember 2019
A A
anak STM
Share on FacebookShare on Twitter

Merasakan menjadi anak STM ternyata adalah anugerah yang tiada tara. Suatu kebanggan tersendiri ketika banyak orang mencitrakan kami sebagai sosok sangar dan pemberani, dan saya pernah termasuk menjadi bagiannya. Dan, sebagai alumni sayapun menikmati masa-masa tiga tahun pembelajaran di STM itu.

Pasalnya berbeda dengan anak SMA, kami anak STM nggak ada tuh seratus persen menghabiskan seharian di kelas dengerin guru masuk ke ruangan buat ceramah materi pembelajaran. Kami punya porsi belajar 40:60, artinya empat puluh persen untuk tidur di kelas, enam puluh persen kerja praktek. Hal itu membuat kami nggak pernah merasa bosan.

Tapi kalo di tipi-tipi ada adegan dimana anak STM ngerasa bosen terus panjat pager sekolah yang tingginya udah kaya kastilnya rapunsel dilanjut dengan main PS di deket pasar, saya sebagai alumni yang pernah memerankan adegan tersebut di dunia nyata secara langsung perlu mempertegas kalo semuanya hanya rekayasa industri film belaka.

Sepengalaman saya nggak ada ceritanya anak STM tuh panjat pager sekolah cuman gara-gara bosen di sekolah. Yang ada, anak STM panjat pager sekolah itu hanya ada dua alasannya yang begitu bermanfaat positif. Pertama yaitu melatih mental agar nanti setelah lulus bisa siap interview kerja. Kedua, melatih fisik biar pas tes kerja tuh nggak gampang letoy.

Lagian, sebosen-bosennya anak STM, ada waktu praktek di bengkel yang sebagian jam pelajarannya bisa digunakan untuk bermain poker atau sekedar main catur bareng konco kelas di pojokan.

Tentu, kami selalu punya kreativitas untuk mengoptimalkan waktu yang ada. Anak STM tuh cerdas-cerdas kok. Kalo saya sih, mencari tempat untuk menghimpun tenaga sebelum nantinya giliran gantian praktek di bengkel alias pelor dimanapun dan kapanpun selagi bisa. Everywhere is my bed!

Selain hal-hal semacam itu, ada suatu hal yang paling membekas dalam benak saya. Bagi kami anak STM sejak masuk sekolah sudah didoktrin sebuah ideologi yang begitu kuat. Tenang aja, ideologi ini nggak berhubungan sama khilafah-khilafahan yang katanya menjangkit kehidupan sekolah-sekolah di Indonesia.

Lagian, kami anak STM tuh nggak mudeng sama jihad-jihad begituan. Kalo ‘jihad’ buat memperjuangan cinta cewe-cewe sekolah SMEA baru kami siap pasang badan deh. Ya, gimana lagi sekolah STM batang semua. Kalopun ada cewe, ya pasti maco bentukannya.

Baca Juga:

Jurusan Teknik Sipil Tidak Cocok untuk Perempuan

Selain Hobi Tawuran, Anak-anak di STM Saya Dulu Juga Hobi Pelihara Demit

Back to topic ke doktrin ideologi yang tadi. Kalo Tentara punya Dwifungsi-ABRI sebagai doktrin keterlibatannya dalam urusan pertahanan dan juga non-pertahanan. Doktrin anak STM kata saya lebih sangar lagi. Saya menyebutnya ‘Trifungsi-Alumni SMK’. Apa sih itu?

Pernah denger gak jargon “SMK Bisa!”. Doktrin Trifungsi-Alumni SMK berawal dari jargon itu. Jadi, sebagai anak STM mungkin kawan-kawan hanya tahu kalo setelah lulus menjadi alumni tuh kami cuman diminta jadi buruh pabrik atau pegawai Indomaret, kan?

Itulah paradigma lama bagi anak STM, anak STM setelah lulus menjadi alumni di era saya dan sekarang, akan dibimbing dan didoktrin menjadi siswa super kuat yang kudu siap mengimplementasikan Trifungsi-Alumni SMK yang semuanya dimulai dengan kata “Bisa!”.

Pertama, bisa kerja.

Kedua, bisa lanjutin kuliah.

Ketiga, bisa jadi wirausahawan.

Swwwangarrr, kan?

Sepintas memang kami seelah menjadi alumni STM seperti bisa punya banyak pilihan setelah lulus. Nyatanya, bagi saya sendiri Trifungsi-Alumni SMK justru menjadi beban berat dimana kami diminta bisa melakukan semua hal layaknya robot yang didoktrin semacam itu.

Meskipun bisa saya berpandangan bahwa kami diuntungkan karena punya banyak pilihan, toh pada setelah lulus banyak hal yang menimbulkan permasalahan baru bagi kami para alumni.

Kerjapun, Saingan Dengan SMA.

Tentu, menjadi sebuah dambaan semua anak STM kalo setelah lulus bisa kerja di tempat yang bagus. Sayapun berfikir begitu dahulu.

Apalagi mendengar senior yang mendahului kami lulus berkata kalo kerja itu enak dapet gaji yang cukup buat nyicil motor baru aben bulan. Ya pasti mata kami ijo dong. Mana ada sih yang gak seneng kalo denger iming-iming begituan.

Namun, ternyata perkembangan zaman membuat dunia kerja semakin keras. Persaingan semakin ketat dan pelamar semakin banyak. Standar untuk diterima perusahaan makin macam-macam dan kami dituntut memenuhi semuanya serta kelihatan manusia paling sempurna di mata perusahaan.

Namun, kepentingan kapitalis nyatanya juga membuat peluang kami bekerja semakin menipis. Muncul kasus dimana open recrutment bekerja di perusahaan yang tadinya hanya menerima anak yang punya skill alias anak STM, kini perusahaan dengan sadar memampang persyaratan yang begitu longgar yaitu “Minimal Lulusan SMA/ Sederajat”.

Persaingan kami bukan lagi sesama anak STM saja. Ditambah dengan lulusan anak SMA yang notabenya hanya punya pengetahuan tanpa skill khusus. Modyarr tenan!!!

Kuliah Terlalu Diskriminatif Buat Alumni SMK.

Bagi sebagian alumni STM yang punya nilai bagus dan visioner, ketimbang mencoba kerja secara langsung, mereka memilih untuk ikut-ikutan daftar kuliah. Ya, memang bisa, sih. Toh saya sekarang juga menjadi mahasiswa.

Tapi, begitupun ingin mencoba kuliah mereka musti mengikuti tes SBMPTN yang mana soal-soalnya begitu diskriminatif kepada anak STM yang nggak familiar dengan teori-teorian. Orang lapangan suruh ngerjain soal njelimet, ya ambyar jadinya.

Meksipun begitu tetap ada yang lolos dan menjadi mahasiswa. Namun, mereka akan menjadi bulan-bulanan dan  akan merasakan culture-shock. Dimana kehidupan kampus begitu sadis dan kompetitif, ketimbang suasana STM yang begitu menjujung solidaritas-terutama dalam hal percontekan-dibandingkan nilai Ujian Akhir Semester.

Alhasil, kampus layaknya hutan belantara dan alumni STM harus babad alas buat survive di lingkungan barunya.

Wirausaha Nggak Punya Modal.

Apakah ada ayam yang baru menetas langsung bisa berusaha bertelor atau menghasilkan telor? Apalagi juga belum pernah kawin. Pasti nggak ada kan?

Seperti itulah anak STM, yang dituntut bisa membangun usahanya sendiri. Meskipun dapet pelajaran wirausaha, tetap aja kan belum bisa kalo mengharapkan anak STM mbangun PT atau tega lihat mereka jualan tisu di pinggir jalan.

Karena semuanyapun butuh modal. Darimana mereka mendapatkannya? Kalo PNS bisa ‘nyekolahin’ SK mereka buat jaminan pinjaman bank, anak STM punya apa? SKHUN?

Ya, saya paham kalo Trifungsi-Alumni SMK ini begitu baik dan sungguh benar. Tapi pendekatan-pendekatan yang lebih dalam perlu juga dilakukan kalo saja ingin benar-benar terwujud dengan maksimal dan nggak kontraproduktif.

Meskipun pada kenyataannya anak STM juga hanya sapi perah yang dihitung sebagai kapital bagi orang-orang dewasa. Tapi, saya tetap berharap nantinya jargon “SMK Bisa” jangan cuman bisa-bisaan doang. “SMK Bisa” bener-bener jalan hidup kami para alumni STM dan sederajatnya.

BACA JUGA Keterlibatan Anak STM dalam Aksi Itu Perlawanan Terhadap Penindasan! atau tulisan Ravi Oktafian lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 13 Desember 2019 oleh

Tags: anak STMSTM
Ravi Oktafian

Ravi Oktafian

ArtikelTerkait

Alasan Anak STM Hobi Tawuran Berdasarkan Pengalaman Pribadi terminal mojok.co

Alasan Anak STM Hobi Tawuran Berdasarkan Pengalaman Pribadi

8 Oktober 2020
STM Turun ke jalan

Surat Cinta Untuk Pelajar STM yang Ikut Turun Ke Jalan

28 September 2019
anak STM di aksi jakarta

Keterlibatan Anak STM dalam Aksi Itu Perlawanan Terhadap Penindasan!

26 September 2019
pelajar STM #STMMelawan

#STMMelawan: Dua Sisi Para Pelajar Dalam Aksi Demo Menolak RUU KUHP

26 September 2019
anak stm

Dear Anak STM, Kalian Sudah Baca RUU-nya Belum Sih?

1 Oktober 2019
Jurusan Teknik Sipil Tidak Cocok untuk Perempuan (Unsplash)

Jurusan Teknik Sipil Tidak Cocok untuk Perempuan

20 Agustus 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025
Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

3 Desember 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
Madiun, Kota Kecil yang Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya Mojok.co

Madiun, Kota Kecil yang Sudah Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya

2 Desember 2025
Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.