Sebagai orang yang mengalami masa-masa memutar kaset kusut menggunakan pulpen, saya sering kali dibuat takjub dengan bagaimana teknologi mengubah kehidupan kita. Dalam hal membingkai kenangan, misalnya. Dulu, saat saya kecil, tukang foto polaroid laris manis di tempat wisata. Saya ingat betul bagaimana hasil foto tidak bisa dinikmati langsung saat itu. Foto yang diberikan oleh kang foto harus dikipas-kipas dulu beberapa lama, baru setelah itu gambarnya kelihatan. Jadi nggak ada, tuh, yang namanya filter dan edit-editan.
Sekarang, membingkai kenangan lewat foto, bahkan video saja tidaklah cukup. Teknologi telah membuat kenangan menjadi semakin dramatis dengan kecanggihan fitur-fitur yang ditawarkan. Tengok saja di Play Store, berbagai macam aplikasi edit foto dan video memungkinkan kita untuk mempercantik setiap momen secara mandiri. Kalau tak mau repot, ada banyak penyedia jasa foto dan video syuting yang telah mengupgrade pengetahuan mereka dengan perkembangan teknologi yang ada.
Salah satu tren yang kemudian muncul akibat perkembangan teknologi ini adalah wedding cinematic. Kalian pasti pernah lihat video wedding cinematic ini di media sosial ataupun di story teman kalian yang baru saja melangsungkan pernikahan. Itu, loh, video ala-ala film gitu. Biasanya diawali dengan gambaran betapa cerahnya langit hari itu, lalu kamera turun menyorot daun-daun yang lembut tertiup angin. Setelah itu ada seorang laki-laki yang tampak merapikan jas yang dia pakai. Di waktu yang besamaan, seorang perempuan tersenyum malu sambil memandang rangkaian bunga di tangan, endebre endebre.
Membuat kita, eh, saya deh, jadi senyum-senyum saat melihatnya, ikut terbawa perasaan bahagia. Gimana nggak senyum-senyum? Pas saya menikah, tren video cinamtic kayak gitu belum ada. Proses syuting video selama acara berlangsung ya lurus-lurus aja gitu. Nggak dibikin kayak adegan drama-drama di tipi. Dan begitu videonya selesai digarap pun, paling hanya ada tambahan nama mempelai, background music sama efek saat ada pergantian slide atau momen. Udah. Itu aja.
Seperti bola salju, tren wedding cinematic terus meningkat beberapa tahun terakhir. Mau nggak mau, tren ini membuat biaya nikah makin mencekik. Bocoran dari kawan saya yang memiliki usaha video syuting, harga jasa untuk wedding cinematic ini berkisar di angka Rp2 jutaan. Mahal? Ya, jelas. Pasalnya menurut kawan saya, membuat wedding cinematic ini memang menguras tenaga ekstra. Banyak perintilan-perintilan yang harus dipotong dan diedit berulang-ulang demi mendapatkan hasil yang ciamik.
Padahal, kalau ditelusur ke belakang, tren lain yang booming sebagai bagian dari acara pernikahan ini saja sudah cukup membuat calon pengantin merogoh kocek dalam. Itu, loh, tren foto-foto engagement yang dindingnya ditempelin dekorasi bunga-bunga dari kertas, terus ada lampu-lampu dan sepasang kursi buat si mas dan si mbak yang mau tukar cincin. Ealah, sekarang ada lagi wedding cinematic. Apa nggak makin mencekik, tuh?
Meskipun ada perasaan senang setiap kali melihat video wedding cinematic, saran saya buat kamu-kamu yang belum menikah dan sedang merencanakan untuk menikah, sudahlah, tidak perlu ngotot mengikuti tren yang ada. Bisa lelah sendiri kamu nantinya. Jangan sampai atas nama “momen sekali seumur hidup,” kamu jadi kalap. Toh, menciptakan kesan tak terlupakan di hari spesial tidak harus selalu berkaitan dengan mengikuti apa yang sedang jadi tren. Kecuali kalau kamu memang ada duitnya, ya, nggak masalah. Mau foto engagement kek, wedding cinematic kek, sultan mah bebas~
BACA JUGA Gelar Hajatan Itu Nggak Wajib, Buat Apa Dipaksakan? dan artikel Dyan Arfiana Ayu Puspita lainnya.