Kemarahan Suku Angin
Apakah kabar ini sampai di dunia per-angin-an? Angin-angin yang lain gimana perasaannya? Apakah kecewa juga?
Ya pasti sampai, Mas. Geger geden malah. Suku Angin di pucuk gunung rahasia sana marah-marah. Tapi saya tenangkan mereka. Biar saya selesaikan sendiri. Rasanya ingin membalas dengan bikin masuk angin, tapi kasian. Lemah teles, Mas. Gusti Allah sing mbales.
Berarti nggak ada tindakan lanjutan dari Angin? Melaporkan ke pihak yang berwajib dengan pasal pencemaran nama baik, misalnya?
Buat apa, Mas? Pertama, pasal itu pasal karet. Kami nggak suka. Kedua, hasil pengadilan kemarin itu sudah jadi bukti. 135 lebih nyawa yang hilang karena tindakan brutal aparat saja tidak mendapat keadilan. Semua divonis ringan, bahkan ada yang dibebaskan sama pengadilan. Ngapain kami cari keadilan ke orang-orang goblog dan nggak punya nurani, yang tidak bisa memberikan keadilan?
Tapi, tentu saja kami tetap membuat laporan, yaitu kepada Tuhan. Sebab, hanya Tuhan Yang Maha Adil.
Terus gimana perasaan Lek Angin melihat para korban yang tidak mendapat keadilan soal kasus ini?
Tentu prihatin, Mas. Saya juga heran dan kecewa, kok para korban Tragedi Kanjuruhan ini tidak mendapat keadilan. Angin-angin gini saya masih punya nurani, masih punya rasa peri kemanusiaan.
Intinya, kami ya cuma bisa mendoakan yang terbaik untuk korban, Mas. Semoga mereka diberi kekuatan, ketabahan untuk menjalani hidup yang penuh ketidakadilan ini. Mungkin sekarang para korban tidak mendapat keadilan. Tapi suatu saat, keadilan akan datang dengan cara-cara yang terbaik. Itu doa dari kami.
Berhubung hari sudah malam, saya juga sudah ngantuk dan mules banget, kayaknya saya sudahi dulu wawancaranya. Terima kasih sudah bersedia saya wawancarai.
Sama-sama, Mas Iqbal. Saya lihat Mas Iqbal tadi beberapa kali menguap dan bersendawa sambil ngelus-ngelus perut. Kalau saya makin lama berada di sini, nanti Mas Iqbal malah masuk angin. Intinya, terima kasih juga sudah memberikan saya ruang untuk bicara. Salam untuk para korban, dan semoga keadilan tetap berpihak pada korban.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Tragedi Kanjuruhan: Menormalisasi Hal yang Tidak Normal Adalah Mula Malapetaka