Ngomongin soal kopi, mungkin kita semua tau kalau Aceh adalah salah satu daerah penghasil kopi terbaik di indonesia. Di Aceh sendiri, kopi menjadi minuman favorit untuk disajikan di pagi ataupun malam hari.
Tradisi minum kopi di Aceh sudah menjadi tradisi turun menurun seiring perkembangan zaman. Baik muda ataupun tua, miskin ataupun kaya, semua bisa menikmati kopi dengan nyaman. Tidak ada kesenjangan sosial dalam hal menikmati kopi di kota ini.
Mungkin bagi sebagian orang kopi adalah minuman yang pahit. Saya pun dulu beranggapan begitu. Tapi, setelah saya mencoba untuk minum kopi sekitar tiga kali, saya pun menjumpai letak kenikmatan dari secangkir kopi. Dulu saya dilarang minum kopi oleh orang tua saya “jangan minum kopi nanti nggak bisa tidur” begitulah kira-kira larangannya. Terkadang saya tidak peduli, saya tetap minum kopi tanpa sepengetahuan orang tua. Walaupun kadang juga nggak bisa tidur, tapi lama kelamaan saya sudah terbiasa dengan kopi jadi nggak khawatir lagi dengan anggapan kalau minum kopi nanti nggak bisa tidur.
Oke, selesai cerita pribadi, lanjut ke Aceh dan kopinya.
Bukan hanya itu, Aceh mempunyai begitu banyak warkop di seluruh penjuru kota. Di Banda Aceh sendiri kita dapat menjumpai banyak warung kopi yang berdekatan dan anehnya semua warung kopi itu selalu penuh tiap waktu.
Teman-teman saya yang dari luar Aceh sering bertanya, kenapa warkop di kota ini selalu penuh. saya pun bingung harus jawab gimana. Apalagi jika sedang musim sepak bola, dapat dipastikan hampir tidak ada kedai kopi yang kosong di Banda Aceh.
Selain itu, orang Aceh juga suka berlama-lama duduk di kedai kopi. Kadang mereka bisa menghabiskan waktu sekitar dua jam atau lebih hanya untuk nongkrong di warung kopi.
Budaya nongkrong
Saya punya sedikit asumsi tentang penuhnya kedai kopi di Serambi Mekah ini. Orang dari daerah mana pun, pasti pernah nongkrong. Untuk beberapa orang, nongkrong jadi pelepas lelah dan penat. Bahkan, beberapa menjadikannya budaya. Lihat Jogja, dengan budaya nongkrongnya.
Aceh pun begitu. Secara spesifik, orang-orang di sini punya budaya nongkrong di warung kopi. Oleh karena sudah jadi budaya, akhirnya terbiasalah orang-orang melepaskan penatnya ke warung kopi. Bahkan, bisa dibilang, beberapa orang menjadikannya suatu keharusan, meski tak punya urusan.
Hampir semua warung kopi punya wi-fi
Sejak wi-fi mulai merambah warung kopi, “migrasi” orang ke warung kopi makin masif. Yang dulunya ke warkop untuk memenuhi kebutuhan kafein, kini bertambah untuk memenuhi hasrat berseluncur di dunia maya.
Meski banyak yang bilang efeknya buruk, tapi nyatanya wi-fi memang jadi daya tarik banyak orang untuk ngopi. Tak terkecuali di Serambi Mekah ini.
Aceh penghasil kopi
Seperti yang sudah saya bilang di paragraf awal, Aceh terkenal sebagai penghasil kopi dengan kualitas terbaik, dan sudah merambah ke pasar dunia. Dan hal inilah yang menurut saya jadi penyebab orang berbondong-bondong ke warung kopi, ya karena daerah mereka hidup adalah penghasil kopi terbaik.
Budaya ngopi yang amat kental di Serambi Mekah ini memang tak bisa dilepaskan dari fakta bahwa mereka penghasil kopi terbaik. Maka tak berlebihan menyebut Aceh tak bisa lepas dari warung kopi. Dan memang sebaiknya begitu, daerah ini menghidupi dirinya dengan produk yang mereka buat sendiri, dan konsumsi sendiri.
Jika kalian mengaku pencinta kopi garis keras banget, saya rasa kalian harus berkunjung ke Aceh barang sekali. Rasakan betapa hangat warung kopi di tempat penghasil kopi terbaik di dunia.
Penulis: Rian Katami Sitepu
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Sanger, Kopi Susu Khas Aceh yang Tak Kalah Nikmat dengan Kopi Susu Kekinian