Orang Tegal kalau nyebut warteg apaan, ya? Sama nggak sih kayak di daerah lain? Atau jangan-jangan beda?
Menarik sekali membaca artikel tentang nasi Padang yang ditulis oleh Mas Ilham Fahiza Putra. Terima kasih, lho, Mas. Berkat tulisan maseh, salah satu misteri hidup terpecahkan. Jujur saja, saya termasuk orang yang bertanya-tanya apakah ada nasi Padang di Padang. Ternyata jawabannya adalah nggak ada, adanya nasi ramas.
Pertanyaan apakah ada nasi Padang di Padang bisa jadi pertanyaan yang paling umum ditanyakan ketika seseorang terdeteksi sebagai orang Padang. Situasi tersebut sebetulnya nggak jauh berbeda dengan yang orang Tegal alami saat di perantauan.
Daftar Isi
Pertanyaan paling umum tentang warteg
Saat di perantauan atau sedang ke luar kota, begitu warga lokal tahu bahwa lawan bicaranya berasal dari Tegal, pertanyaan yang sering terlontar biasanya begini:
“Di Tegal ada warteg nggak?”
“Orang Tegal kalau nyebut warteg, tetap warteg apa warung aja?”
“Warteg di Tegal dan di tempat lain sama nggak?”
Ini serius. Waktu saya datang ke acara Festival Mojok dan mas MC-nya notice kalau saya dari Tegal, pertanyaan ini juga muncul. Ya wajar, sih, mengingat eksistensi warteg yang menjamur di mana-mana. Jadi, normal banget kalau orang-orang jadi penasaran dengan tempat makan yang satu ini.
Tetap ada di Tegal, tapi…
Berbeda dengan nasi Padang yang kata Mas Ilham nggak ada di Kota Padang, warteg tetaplah ada di kota ataupun kabupaten Tegal. Biasanya, tulisan W-A-R-T-E-G tertulis besar di dinding warung ataupun spanduk. Tulisan tersebut diikuti dengan nama pemilik warung, menjadi Warteg Bu Siti, Warteg Ibu Linda, dll.
Meskipun demikian, nggak semua warung yang menjual nasi dan lauk pauk di Tegal itu disebut dengan warteg, ya. Ada pula penjual nasi yang lebih memilih nama lain untuk dituliskan di spanduk mereka. Alternatif nama lainnya antara lain warung nasi, warung makan, atau bahkan warung saja.
Lantas, bagaimana cara kami, wong Tegal, menyebut tempat makan satu ini?
Begini. Meskipun di spanduk di warung tertulis dengan jelas “warteg”, dalam obrolan sehari-hari, kami menyebutnya dengan sebutan warung saja. Bukan warung nasi, bukan pula warteg. Kalaupun mau diberi tambahan, biasanya kami menambahkan nama pemilik warung.
Contoh kalimatnya begini: “Ngelih nemen sung. Maring warunge Yu Tuha, yuh,” yang berarti “Lapar banget, deh. Pergi ke warungnya Bu Tuha, yuk.”
Perbandingan dengan kota lain
Selanjutnya, soal warteg di Tegal dengan yang ada di kota lain. Apakah keduanya sama? Atau berbeda? Nih, saya beri tahu.
Pertama, soal bangunannya dulu. Pada umumnya, warteg yang ada di Tegal punya ciri bangunan yang khas, yaitu pada bagian mukanya ada papan-papan yang bisa dibongkar pasang. Saat warung akan buka, papan-papan ini dilepas. Nanti ketika sudah waktunya tutup, papan ini akan disusun kembali.
Kedua, pencahayaan. Di Tegal, tempat makan satu ini memiliki pencahayaan yang nggak terlalu terang. Nggak ada ceritanya warteg punya lampu yang terangnya saingan sama lampu depannya Scoopy. Lampu silau begitu baru ada ketika warteg kekinian itu lahir. Itu, lho, sebangsa Warteg Kharisma Bahari, Mamoka Bahari, etc.
Kalau soal rasa, jelas beda tangan yang masak, beda pula rasa yang tercipta. Meskipun demikian, ada pakem-pakem yang menjadi ciri khas warung makan ini, yaitu variasi lauknya banyak, kaya bumbu, dan makanannya cenderung pedas berminyak. Nah, tinggal dibandingkan deh dengan yang kamu jumpai di kotamu. Sama atau beda?
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 3 Makanan Red Flag dan Sebaiknya Dihindari di Warteg karena Nggak Dijaga Kebersihannya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.