Dakwah tak harus dilakukan dengan kata-kata tapi bisa juga dengan tendangan dan sundulan. Mohamed Salah al-Liverpuli telah membuktikan itu. Ketika orang-orang Inggris mengidentikkan Islam dengan kebrutalan ISIS, Salah datang dengan prestasi dan aksi simpatiknya di lapangan hijau, yang kemudian menghalau islamofobia di Inggris.
Salah sungguh tidak salah. Berkat kehadirannya di Anfield, fans Liverpool yang dulu menderita islamofobia kini mendendangkan lagu “Good Enough” karya band Dodgy dengan lirik yang mengharukan:
Jika dia cukup baik untukmu, dia cukup baik untukku
Jika dia menciptakan gol-gol baru, aku pun akan menjadi muslim
Duduk di masjid, di situlah kuingin berada
Salah adalah muslim yang saleh. Ia tak pernah malu menunjukkan identitas keislamannya. Ia selalu berwudu dan berdoa dengan mengangkat kedua tangannya sebelum pertandingan dimulai. Ia juga bersujud syukur ketika mencetak gol. Meski terlihat sepele, itu ternyata sangat berpengaruh terhadap citra muslim di Inggris. Terbukti, sejak kehadiran Salah, angka tindakan rasis di Merseyside, rumah Liverpool, turun hingga 19%.
Salah memang berkah. Berkat pemain asal Mesir itu seorang fans Nottingham Forest yang dulunya menderita islamofobia menjadi mualaf, namanya adalah Ben Bird. Ben kemudian menjadikan Salah sebagai panutan karena mengantarkannya menemui hal baru tentang Islam.
“Mohamed Salah adalah muslim pertama yang saya kagumi. Ia memperlihatkan itu dari cara dia menjalani hidupnya, bagaimana dia berbicara kepada orang-orang,” ujar Ben.
Selain Salah, Liverpool memiliki Sadio Mane yang juga seorang muslim yang taat. Walaupun gajinya 100 ribu poundsterling per pekan atau setara Rp1,85 miliar, Mane tetap rendah hati. Pada 2018 lalu, ia sempat membantu membersihkan toilet di sebuah masjid. Coba bandingkan dengan kids zaman now yang baru dapat penghasilan buat beli pulsa saja sudah ogah disuruh emaknya membeli ketumbar.
Tak hanya itu, Mane pun masih peduli dengan kondisi kampung halamannya, Senegal. Di sana, ia membangun sekolah dan rumah sakit. Ia membangun rumah sakit bukan tanpa alasan, Mane teringat ayahnya yang meninggal dunia akibat penyakit dan tidak mendapatkan perawatan yang memadai.
Selain Salah dan Mane, Liverpool masih punya Xherdan Shaqiri dan Naby Keita yang juga beragama Islam. Sebelum liga-liga disetop karena pandemi, pemain-pemain muslim Liverpool terbiasa menjalani laga tetap dengan berpuasa. Bisa dibayangkan bagaimana perjuangan mereka. Selama 90 menit berlari ke sana kemari di siang bolong. Ketika pertandingan selesai, mereka tak boleh minum, apalagi menikmati segarnya es cendol. Walaupun berpuasa, mereka tetap bermain dengan baik. Setidaknya itu diakui oleh Klopp.
“Tidak ada masalah dengan puasa yang dilakukan oleh para pemain saya. Hal itu harus dihormati sebagai keyakinan agama mereka. Saya menilai mereka tetap luar biasa dan sanggup memberikan permainan terbaiknya baik saat sedang berpuasa atau tidak,” ujar Klopp seperti yang dilansir dari Teller Report.
Bintang muslim di Liga Inggris tidak cuma monopoli Liverpool. Ada Paul Pogba di Manchester United. Sebelum kondang sebagai pemain bola, Pogba sempat mengalami diskriminasi saat kecil dan dilarang bermain bola karena kulitnya yang hitam. Maklum, Pogba merupakan keluarga imigran dari Republik Guinea, Afrika Barat. Meski ibunya beragama Islam, Pogba merupakan seorang mualaf.
“Islam adalah segalanya. Ia membuat saya bersyukur atas segalanya,” kata Pogba dalam acara Life Time Podcast dari The Times.
“Islam membuat saya berubah, menyadari segalanya dalam hidup. Islam membuat saya merasa lebih damai. Ini perubahan yang bagus dalam hidup saya, karena saya lahir bukan sebagai seorang muslim, meski ibu saya seorang pemeluk Islam,” imbuhnya.
Kenyang hinaan sebagai muslim berkulit hitam, Pogba berhasil menjawab semuanya dengan ikut mengantarkan Prancis menjadi juara Piala Dunia 2018.
Dari semua pemain muslim di Liga Inggris, barangkali tak ada yang lebih kontroversial selain Mesut Oezil. Pemain berkebangsaan Jerman keturunan Turki ini dikenal sangat mencintai agama Islam. Bahkan Oezil sempat membela muslim Uighur di China. Meski dicibir sebagian pihak karena dianggap termakan berita palsu, Oezil tetap menujukkan solidaritasnya kepada muslim Uighur melalui media sosialnya. Karena aksinya itu pemerintahan China membatalkan siaran pertandingan Arsenal.
Dari cerita Salah, Mane, Pogba, dan Oezil, kita bisa melihat bahwa “dakwah bil hal” lebih efektif daripada dengan kata-kata. Berkat merekalah islamofobia di Eropa mulai berkurang. Prestasi dan akhlak mereka di atas lapangan ternyata bisa mengubah drastis citra Islam. Para fans sepak bola kini bisa menerima komunitas muslim dengan baik. Kini semakin banyak pesepak bola yang berani menunjukkan keislamannya di Benua Biru.
Jika diibaratkan dengan Wali Sanga yang menyebarkan Islam di Nusantara, para pemain muslim di Liga Inggris ini mungkin bisa turut disebut “wali” yang menyebarkan Islam di jantung Eropa.
BACA JUGA Terima Kasih Bundesliga, Akhirnya Fans Bola Seluruh Dunia Bisa Berbuka Puasa
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.