Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Wakatobi, Surabaya, dan Jogja: Mana yang Lebih Layak untuk Ditinggali?

Taufik oleh Taufik
29 November 2020
A A
bahasa di wakatobi pelestarian lingkungan sepak bola bajo club wakatobi poasa-asa pohamba-hamba mojok

sepak bola bajo club wakatobi poasa-asa pohamba-hamba mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Kebiasaan Mas Seto Wicaksono yang suka banget membandingkan sesuatu itu membuat hati saya tergugah untuk melakukan hal yang sama. Namun, tentu saya akan memberikan cara pandang yang berbeda dari yang biasa disampaikan Mas Seto Wicaksono. Entah cara penyampaiannya lebih-lebih temanya.

Jika Mas Seto Wicaksono biasanya membandingkan tupperware, kripik kentang, dan semacamnya, saya berbeda. Sebab, yang biasa dilakukan Mas Seto itu sangat receh dan gabut bagi saya. Apalagi untuk saya yang ndeso dan terlambat tersentuh kemajuan teknologi ini.

Nah, untuk membuka perbandingan yang sepertinya menjadi masalah penting untuk semua orang, mari kita membahas kelayakan hidup di tiga kota (atau daerah) yang ketiganya pernah saya tinggali yaitu Wakatobi, Surabaya, dan Yogyakarta.

Wakatobi

Bicara masalah UMK Wakatobi, 2,5 juta (2020) adalah harga yang lumayan besar. Pasalnya, banyak orang di sana yang belum mengenal makan di warung sebagai alternatif jika ibu/istri di rumah tidak masak. Orang-orang ke warung makan berarti ada perihal besar, entah meberi traktiran kepada teman dan semacamnya.

Belanja kebutuhan sandang juga masih bisa dikategorikan “tidak konsumeris”. Kadang untuk sekedar beli baju baru, nunggu sampai lebaran Idul Fitri atau lebaran haji. Tapi, sebenarnya ini tidak jadi patokan. Ini hanya observasi secara random kepada teman-teman di sirkel saya saja.

Nah, bicara masalah apakah dengan gaya hidup demikian, kita bisa hidup dengan layak di Wakatobi? Tentu saja sangat bisa. Budaya hidup berkoloni dan berkomunitas yang berkembang bisa jadi alternatif yang bagus. Poasa-asa pohamba-hamba adalah buktinya. Saling bantu yang bersumber dari sikap saling peduli masih sangat kental sehingga jika benar-benar terjerumus dalam jurang kemelaratan pun, orang-orang di sekitar kita selalu siap membantu. Tentu saja dengan imbalan catatan jika mereka mengalami hal yang sama dengan kita, kita juga bersedia mengulurkan tangan untuk mereka. Jangan malah lari. Kok tega sekali.

Permasalahannya adalah jika kita dan tetangga atau teman atau bahkan satu kampung ini memang dasarnya udah kere sejak kecil. Itu sih, saya tidak bisa carikan solusi.

Mungkin satu hal yang akan menyebabkan Wakatobi tidak masuk list layak untuk ditinggali adalah saat-saat pemilihan umum (pilkada) seperti sekarang ini. Jangankan tetangga, satu keluarga aja bisa sampai musuhan berbulan-bulan jika pilihan berbeda. Dan ini masuk permasalahan serius untuk mempertimbangkan layak atau tidaknya hidup di Wakatobi.

Baca Juga:

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

Surabaya

Berbeda dari Wakatobi, Surabaya memiliki nuansa politik yang sedikit lain. Gembar-gembor pilwalkot paling sering tidak merambah ke hal-hal yang berbahaya macam perselisihan dalam keluarga. Saya tidak terlalu yakin apakah semuanya seperti itu, tapi yang saya amati dari sekian tahun saya berada di sana termasuk ketika dua kali pemilihan yang selalu dimenangkan oleh Bu Risma itu, gonjang-ganjing politik tidak seekstrem di Wakatobi.

Perihal apakah masih bisa makan enak murah juga sebenarnya cukup relatif. Saya masih bisa makan nasi telur dengan harga Rp6000-7000-an. Ayam dan ikan juga masih belum sampai harga 15.000 ke atas. Kita masih bisa mencari lokasi makan yang harganya murah. Biasanya sih di warung-warung di daerah perkampungan.

Jika mau masak juga masih bisa dikategorikan hemat pake banget. Walau saya bukan yang melakukan budaya hidup murah itu, teman kos/kontrakan saya sering sekali. Bahkan dengan sangu 1,5 juta perbulan saja, jika Anda cukup pintar, masih bisa hidup. Itu tentu saja dengan kondisi ngekos seperti yang saya alami. Saya saja pernah mengalami hidup selama lima bulan dengan modal satu juta untuk satu bulannya. Cukup fair, walau harus sering menolak ajakan teman untuk nongkrong di kafe kenamaan atau sekedar nonton bioskop di akhir pekan. Tengah pekan juga sih.

Namun, hal romantis itu tentu saja itu jika Anda tidak punya cita-cita lain, misal saja beli motor, mobil, atau rumah. Motor sih okelah nabung dari gaji (kalo bisa dapet yang UMR), setengah tahun udah punya tuh motor Beat (bekas). Kalo rumah, mungkin harus menunggu agak lama untuk menabung.

Namun, apakah layak untuk tinggal di Surabaya? Bagi saya yang sangat sederhana dalam segala hal ini, saya sebenarnya bisa menyarankan Anda tinggal di Surabaya. Kota ini lumayan kuat dalam segala hal. Hampir di segala hal. Sayangnya, Anda akan sering mengalami permasalahan umum manusia kota. Sekedar piknik ke tempat yang ijo royo-royo, wajib rasanya ke luar kota. Bisingnya motor tidak akan membuat Anda tenang. Sangat disayangkan.

Belum lagi wali kotanya sering banget marah-marah. Nggak pengunjung taman, nggak pendemo, nggak pegawai kecamatan/kelurahan, semua dimarahi oleh blio. Entah apa yang tidak akan bisa dimarahi oleh blio.

Jogja

Untuk layak tinggal, Jogja menjadi satu dari sekian kota yang orang anggap pilihan di list paling atas. Bukan apa-apa, romantisasi yang tiada henti membuat kota (daerah) ini akan selalu membuat para pelancongnya ingin kembali dan kembali lagi.

Masalah UMP/UMK/UMR? Saya tidak mau membahas itu. Cukup Mas Dimas Prabu saja yang bahas. Blio kan ahlinya. Lagian kalo ditanya perihal KTP, Blio ya asli sini. Keturunan kraton lagi, ye kan?

Bicara makanan, angkringan dengan nasi kucingnya dan burjo dengan menu sejuta umat (Indomie)-nya adalah makanan yang sejauh ini masuk kategori murah banget. Masalah sehat, bodo amatlah. Atau kalo mau sesekali boleh di Jogja Fried Chicken yang tersebar seantero Jogja, Sleman, Bantul, Kulon Progo, dan Gunung Kidul.

Permasalahan paling pelik di sini bagi saya adalah gaji saya yang tidak cukup kuat untuk menopang cicilan jika harus mengangsur rumah suatu saat nanti. Mungkin emang benar cara orang-orang, yang kerjanya di luar Jogja dengan gaji tiga juta ke atas, lalu nyicil rumah di Jogja. Emang paten sih kalau ini. Tapi, kalo harus membahas UMP/UMK Jogja, lagi-lagi saya tidak bisa sampai di pembahasan itu. Takut ada orang Jogja ASLI yang nanyain gini, “KTP ndi, Buooss??”

Nah, dari ketiga kota/daerah di atas, saya menyarankan Anda mending ke NTT saja, bantuin komodo bangun rumah. Daripada nyinyirin pilkada, UMK dan wali kota marah-marah.

BACA JUGA Culture Shock Orang Wakatobi yang Pertama Kali Menginjak Pulau Jawa dan tulisan Taufik lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 30 November 2020 oleh

Tags: JogjaSurabayaWakatobi
Taufik

Taufik

Ide adalah ledakan!

ArtikelTerkait

Sebenarnya Surabaya Punya Banyak Wisata Menarik, Warganya Saja yang Kurang Bersyukur

Sebenarnya Surabaya Punya Banyak Wisata Menarik, Warganya Saja yang Kurang Bersyukur

17 Januari 2025
UNY yang Dahulu Bukanlah yang Sekarang, Tidak Lagi Jadi Kampus Merakyat seperti yang Selama Ini Diromantisasi Mojok.co

UNY yang Dahulu Bukanlah yang Sekarang, Tidak Lagi Kampus Merakyat seperti yang Selama Ini Diromantisasi

20 Agustus 2025
Membayangkan Betapa Nelangsa Jogja kalau UGM Tidak Pernah Berdiri Mojok.co

Membayangkan Betapa Nelangsa Jogja kalau UGM Tidak Pernah Berdiri

3 April 2025
5 Bukti Nyata kalau Surabaya Adalah Sarangnya Crazy Rich Terminal Mojok.co

5 Bukti Nyata kalau Surabaya Adalah Sarangnya Crazy Rich

20 Mei 2022
Fakta Menarik di Balik Macetnya Surabaya (Unsplash)

Fakta Menarik di Balik Macetnya Kota Surabaya, Kota ke-2 Paling Tertib Lalu-lintas di Indonesia

2 Januari 2024
4 Alasan Kota Pelajar Lebih Romantis ketimbang Kota Kelahiran

4 Alasan Kota Pelajar Lebih Romantis ketimbang Kota Kelahiran

12 Juli 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025
6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting Mojok

6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting

30 November 2025
4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

1 Desember 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
Madiun, Kota Kecil yang Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya Mojok.co

Madiun, Kota Kecil yang Sudah Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.