Isu soal kenaikan UKT dan SPI di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), belakangan ini semakin mencuat. Lebih dari 4 warung kopi yang saya datangi sebagai tempat mahasiswa Unesa nongkrong, sudah banyak yang mendistribusikan berita itu. Ada yang geleng-geleng kepala saat menanggapi, ada yang pasrah saat sudah tahu, dan tak sedikit yang menentang.
Tentunya, kasus soal kenaikan UKT di perguruan tinggi di Indonesia bukanlah hal yang baru. Buktinya, keresahan di berbagai universitas seperti di Unsoed, Unness, UB, hingga UTM, semarak disuarakan. Sebab, kenaikan UKT dan SPI ini tidak hanya membuat khawatir mahasiswa yang ada di sana, tetapi calon mahasiswa juga.
Unesa, sebagai kampus negeri di Surabaya yang diyakini merakyat oleh banyak orang, kini tengah mengikuti tren soal ini. Hasil penelusuran pribadi dan diskusi dengan teman-teman warung kopi saya menunjukkan bahwa Unesa sedang membunuh mahasiswa dan calon mahasiswanya secara terang-terangan. Kenapa?
Daftar Isi
Pergeseran UKT dan SPI yang nggak masuk akal
Pergeseran Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) di Unesa menjadi sorotan utama dalam beberapa waktu terakhir. Seperti banyak kampus lain di Indonesia, Unesa juga terjebak dalam tren kenaikan biaya kuliah yang signifikan itu.
Namun, yang membuat Unesa menjadi pusat perhatian adalah kecepatan dan besarnya kenaikan tersebut. Seakan-akan, universitas ini seperti berlari dalam menaikkan biaya, bahkan melampaui ekspektasi banyak pihak.
Lebih dari itu, tren kenaikan UKT yang melejit di Unesa bukanlah fenomena yang terisolasi. Sejumlah kampus di Indonesia juga telah mengalami lonjakan biaya yang serupa. Misalnya, Universitas Jenderal Soedirman hingga Universitas Trunojoyo Madura yang sebelumnya dikenal dengan UKT yang relatif terjangkau, kini telah melonjak hingga beberapa kali lipat dalam rentang waktu yang singkat.
Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran bagi calon mahasiswa dan mahasiswa aktif. Lantaran biaya kuliah yang semakin tinggi menjadi hambatan bagi akses pendidikan yang merata.
Salah satu kejadian yang mencengangkan adalah saat seorang calon mahasiswa baru Unesa, secara tidak sengaja menemukan pergeseran biaya kuliah di situs web. Perbandingan antara biaya kuliah di tahun sebelumnya dan biaya yang diajukan saat ini sungguh mengagetkan.
UKT yang awalnya sampai golongan VIII (Rp6-10 juta) kini menjadi golongan X (Rp9-17 juta). Sementara SPI yang awalnya hanya sampai kelas IV (Rp30-55 juta), sekarang malah sampai kelas IX (Rp98-217 juta). Itu pun belum termasuk UKT dan SPI Fakultas Kedokteran yang baru dibuka tahun lalu.
Baca halaman selanjutnya: Efek sisi gelap PTN-BH…
Efek sisi gelap PTN-BH yang tergesa-gesa
Perubahan status Unesa menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) mungkin menjadi salah satu faktor pemicu kenaikan biaya ini. Meskipun perubahan ini sebagian besar ditujukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, dampaknya bagi mahasiswa belum sepenuhnya positif. Fasilitas yang belum memadai menjadi salah satu isu utama yang dihadapi oleh mahasiswa, terutama yang berasal dari lapisan ekonomi menengah ke bawah.
Dampak ini bisa jadi bukti nyata dari efek perubahan Unesa menjadi PTN-BH yang terbilang tergesa-gesa. Proses perubahan yang kurang terencana dengan matang menyebabkan berbagai aspek, utamanya terkait dengan fasilitas mahasiswa yang tidak disiapkan dengan baik.
Sebagai contoh, beberapa mahasiswa melaporkan bahwa kenaikan biaya pendidikan tidak diimbangi dengan peningkatan fasilitas yang sesuai. Bahkan, beberapa fasilitas seperti ruang kuliah dan tempat parkir, sebagaimana yang banyak ditulis di Terminal Mojok meninggalkan kesan bahwa ada tantangan akademik dengan sumber daya yang terbatas.
Camaba Unesa diimbau waspada
Menghadapi kenaikan biaya kuliah yang drastis di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), saran saya, calon mahasiswa untuk lebih waspada. Persiapan finansial yang matang menjadi hal yang tak terhindarkan bagi mereka yang bermimpi kuliah di sana. Sebab, biaya kuliah yang semakin tinggi menjadi beban tambahan yang harus dipertimbangkan secara serius oleh para calon mahasiswa.
Hal ini memang membuat beberapa calon mahasiswa merasa terkejut dan kecewa ketika mengetahui besarnya biaya kuliah yang harus mereka tanggung. Kejutan atas besarnya biaya kuliah tidak hanya mengganggu rencana keuangan, tetapi juga bisa membuat semangat belajar dan motivasi para calon mahasiswa menjadi redup. Sebagian dari mereka bahkan merasa bahwa tujuan mereka untuk kuliah di Unesa semakin sirna.
Menjaga marwah kampusnya wong cilik
Padahal, Unesa telah lama dikenal sebagai kampus yang ramah finansial, merangkul semua golongan masyarakat. Tentu ini bukan hanya tentang menawarkan kesempatan pendidikan kepada mereka yang kurang mampu secara finansial, melainkan juga tentang menjaga identitas kampus sebagai lembaga yang inklusif dan merakyat.
Mengapa? Menjaga identitas Unesa sebagai kampus yang ramah finansial dan merakyat sangatlah penting. Karena pada dasarnya Unesa bukan hanya tempat berkumpulnya para intelektual, tetapi juga tempat berkembangnya nilai-nilai sosial.
Selain itu, menjaga kampus ini sebagai kampus yang ramah finansial juga merupakan investasi untuk masa depan yang lebih baik. Yakni dengan memberikan kesempatan kepada wong cilik untuk mendapatkan pendidikan tinggi, dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Namun pada akhirnya, kasus soal mencuatnya kenaikan UKT dan SPI di Unesa, kini bukan sebagai wacana, tetapi juga menjadi ancaman yang nyata bagi mahasiswa. Sebagai kampus yang punya motto “Satu Langkah di Depan!”, Unesa tentunya belajar mengedepankan kepentingan mahasiswa, bukan malah memundurkan esensi pendidikannya. Benar, begitu?
Penulis: Adhitiya Prasta Pratama
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA 4 Mahasiswa yang Sebaiknya Nggak Kuliah di Universitas Negeri Surabaya (Unesa)
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.