Belakangan ini, artikel yang menyinggung soal betapa problematiknya BEM Unesa muncul beberapa kali di Terminal Mojok. Jujur saja, dari sekian banyak kritik yang dilempar, semuanya saya sepakati. Memang BEM Unesa sebaiknya segera mawas diri. Namun, kali ini saya nggak lagi pengin ngejek BEM Unesa di artikel ini.
Sebab, ada yang lebih nggak masuk akal daripada BEM Unesa, yakni Unesa itu sendiri. Lha, gimana, di tengah gencarnya protes mahasiswa soal terbatasnya fasilitas kampus. Unesa justru berencana mendirikan kampus baru di IKN. Hal ini membuat saya sedikit curiga, jangan-jangan petinggi kampus nggak peduli-peduli amat pada keluhan mahasiswa.
Lebih dari itu, saya merasa kalau sebenarnya Unesa belum butuh-butuh amat mendirikan kampus baru, di IKN pula.
Daftar Isi
Unesa masih punya banyak “PR” yang lebih mendesak
Rencana pembangunan kampus baru di IKN disampaikan oleh rektor Unesa di acara Dies Natalis ke-60, 20 Agustus lalu. Tak tanggung-tanggung, bahkan Pak Rektor mengatakan bahwa Unesa sudah disiapkan lahan sebesar 4 hektar untuk investasi dan mengelola pendidikan di IKN.
Lebih dari itu, ada kemungkinan bahwa pembangunan akan dimulai tahun depan. Meskipun banyak yang mendukung rencana ini, saya justru jadi pihak yang nggak sepakat. Maksud saya, kampus yang ada saat ini saja—Lidah Wetan dan Ketintang—fasilitasnya masih belum ideal, lho. Lalu, kenapa malah buru-buru mau ekspansi di tempat yang kelewat jauh?
Yang di pusat aja belum rampung, kok sudah mikirin cabang. Coba, bantu saya mikir.
Kalau memang tujuannya pemerataan akses pendidikan, ya minimal kualitas di kampus yang sudah ada dibenahi dulu. Kampus-kampus ini masih punya banyak “PR” yang harus digarap, lho. Nggak usahlah ngide bikin kampus baru.
Fasilitas di Unesa Ketintang dan Lidah Wetan belum ideal
Saya mungkin nggak akan protes pada rencana pembangunan kampus baru di IKN kalau kampus Unesa Ketintang dan Lidah Wetan sudah ideal untuk kegiatan belajar. Tolok ukur ideal bagi saya di sini sederhana, kok. Unesa hanya perlu menyediakan ruang kelas, parkiran, dan perpustakaan yang memadai untuk mahasiswa.
Nggak susah, kan? Ini kalau di kampus lain mahasiswanya nggak perlu minta, lho. Pernah lihat mahasiswa minta ruang kelas? Belum pernah kan? Kandani og.
Masalahnya, Unesa agak laen. Tiga hal yang saya sebutkan tadi serba terbatas. Bagaimana tidak, kuliah dibuat serba online, parkiran semrawut dan nggak cukup, juga nggak ada perpustakaan yang proper. Belum lagi ngomongin rasio dosen dan mahasiswa yang diterima. Makanya saya bilang kalau PR Unesa itu sebenarnya masih banyak.
Lebih parahnya lagi, masalah ini tetap terjadi selama 3 angkatan, dari angkatan 2022–2024. Selama itu juga, kami (baca: mahasiswa) melayangkan protes ke kampus soal berbagai keterbatasan fasilitas. Tapi, ya, belum ada langkah signifikan. Eh, kok, sekarang malah mau bangun kampus baru, di IKN pula.
Sebaiknya dipertimbangkan lagi
Saya ingin menegaskan kalau saya nggak sedang menyalahkan pilihan atau rencana rektor Unesa, ya. Lagi pula, siapalah saya kok berani-beraninya menyalahkan belio. Saya hanya ingin menuangkan keluh-kesah ketika melihat adik tingkat saya yang kuliahnya jadi agak nggak jelas karena kekurangan kelas.
Selain itu, saya sendiri juga pernah merasakan betapa nelangsanya menjadi mahasiswa Unesa. Bayangkan, ketika kawan-kawan saya dari kampus lain sudah kuliah offline dan memamerkan segala fasilitas milik kampus mereka, saya justru cuma bisa diam termenung. Sebab, kuliah saya full online, juga fasilitas di sini nggak semoncer kampus mereka.
Oleh karena itu, saya sangat berharap kalau Bapak-Ibu petinggi kampus mempertimbangkan ulang soal rencana ini, setidaknya jadikan kenyamanan mahasiswa di Unesa sebagai prioritas utama. Tolong ingat kalau mahasiswa bayar UKT tujuannya biar bisa kuliah dengan nyaman serta menikmati fasilitas yang memadai. Jadi, tolong banget ini diprioritaskan dulu. Kalau soal ekspansi kampus, sih, kayaknya masih bisa kapan-kapan.
Penulis: Dito Yudhistira Iksandy
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA UNESA Memang Problematik, tapi Bukan Berarti Layak untuk Disepelekan!