Kota Banjar ini unik. Kotanya kecil, nggak terkenal, UMK Banjar juga ikutan kecil
Akhir-akhir ini saya perhatikan ada banyak artikel atau liputan di Mojok yang ngebahas seputar UMK apalagi setelah update soal pengupahan. Ada yang bahagia menyambut naiknya UMK, ada yang misuh misuh apalah arti UMK naik tapi belum membuat rakyat sejahtera. Atau ada yang berkonspirasi di balik UMK naik, jangan-jangan ada sesuatu.
Saya yang ngebaca curhatan tersebut hanya sesekali bisa senyum aja. Entah saya yang belum ngerasain atau seperti apa, tapi setelah mendengar teman satu kota saya, curhat juga soal UMK di sana rasanya kok, ya Allah, nggak bisa berkata-kata.
Sebut saja temen saya Tuti (23), bukan nama aslinya. Kebetulan waktu zaman putih abu satu almamater dengannya di Kota Banjar. Pertengahan 2023 Tuti berhasil menyelesaikan sarjananya di salah satu PTS di Jawa Barat. Setelah lulus sama halnya seperti temen-temennya, Tuti melamar ke berbagai tempat kerja baik di Kota Banjar ataupun di luar kota.
Keinginan untuk mendapatkan kerja di Kota tempat di mana kita dilahirkan memang impian hampir semua orang.
Keinginannya untuk bekerja di kotanya sendiri direstui oleh Tuhan. Saat ini Tuti bekerja di salah satu perusahaan finance di Kota Banjar sebagai admin.
Daftar Isi
Yang dapet di bawah UMK banyak
“Alhamdulillah setelah lamar sana lamar sini, ada juga perusahaan yang satu hati dengan aku. Dan senengnya juga posisi kerja nanti nyambung dengan jurusan aku sewaktu kuliah.” Pungkasnya diakhir dengan emot senyum.
Saya yang begitu kepo rasanya kerja di kota kelahiran ini terus bertanya kepada Tuti. Rasa penasaran ini muncul karena perkara UMK Banjar.
Asal kalian tahu saja, UMK Kota Banjar menduduki peringkat 1 di Jawa Barat, tapi dari bawah. Bukan hanya setahun-dua tahun, sudah bertahun-tahun lamanya. Nggak berlebihan kalau ada yang bilang Kota Banjar adalah juara umum UMK terkecil di Jawa Barat.
Per tahun ini, UMK Kota Banjar sebesar Rp2.070.192 atau naik Rp72.072,95 dari tahun sebelumnya. Tahun ini merupakan kali pertama UMK Kota Banjar di angka 2 juta. Mau bahagia atau sedih, jujur saja, saya bingung.
Peningkatan UMK Banjar tersebut disambut baik juga oleh Tuti meskipun hanya 3,61 persen. Tapi sayangnya, saat Tuti menyebutkan angka gajinya ternyata jauh panggang dari api, alias masih di bawah UMK Kota Banjar.
“Aku masuk kerja September tahun 2023 sebelum ada perubahan UMK itu (2024). Saat itu UMKnya 2 juta kurang 2 ribu. Tapi gaji yang ditawarkan saat itu di bawah UMK tersebut,” ucapnya.
Gaji pokok di bawah UMK Banjar
Saya keheranan dan tercengang setelah mendengar jawaban Tuti. Bagaimana bisa gaji yang diperoleh Tuti di bawah dari UMK. Tuti tidak tahu kenapa, tapi menurut dia, masih banyak pekerja yang dibayar di bawah UMK.
Meskipun gaji pokoknya berbeda sedikit dengan UMK, tapi Tuti juga diberi tunjangan lainnya bahkan insentif yang membuat Tuti menerima pekerjaan tersebut.
Tuti mengatakan jika diakumulasikan gaji pokok, tunjangan dan insentif memang jadi lebih besar dari UMK. Tapi tidak seberapa juga selisihnya dengan UMK Banjar tahun lalu.
Cukup nggak cukup tergantung lifestyle
Menurutnya sebesar apapun gaji yang diterima kalau gaya hidupnya boros maka sama saja. Meskipun gaji yang didapat kecil tapi bisa membagi keuangan dengan baik, rasanya cukup untuk kebutuhan apa pun, bahkan bisa menyisikan buat menabung.
Tapi, pertanyaannya adalah, apakah pendapat Tuti tersebut bisa diamini oleh yang lain?
Baca halaman selanjutnya: Pengeluaran hampir lebih besar daripada penghasilan…
Pengeluaran hampir lebih besar daripada penghasilan
Melansir data BPS, rata-rata pengeluaran warga Kota Banjar cukup besar, mencapai Rp1.389.002 pada 2023 lalu. Alokasi pengeluaran tersebut digunakan untuk kebutuhan makanan dan non makanan.
“Dilihat dari pembagiannya, rata-rata pembagian untuk makanan lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk non-makanan. Persentase pengeluaran food mencapai 52,70%, sedangkan non food 47,30%.” Dikutip dari data e-book tersebut.
Ibarat pepatah, lebih besar pasak daripada tiang, jika dikalkulasikan antara pengeluaran per kapita penduduk Kota Banjar dengan UMK-nya tersisa hanya 600-700 ribu. Sebuah nominal yang tidak begitu besar untuk mengcover di samping kebutuhan makanan dan non makanan.
Tapi tentu saja realitas bisa saja berkata lain. Mungkin segitu cukup, tapi masalahnya, pengeluaran orang juga tidak pernah sama, dan tak bisa dipaksa sama.
Perantau di Kota Banjar hanya mendapatkan capek
Bagi Tuti, UMK Banjar cukup untuknya, sebab dia masih ditanggung. Tapi, bagi perantau, jelas tidak cukupnya. Bagi Eca (nama samaran) (23) teman Tuti satu kantor yang berasal dari Bandung, UMK Banjar tidak ada cukup-cukupnya.
“Aku disini nggak punya keluarga atau saudara kayak Tuti. Kan dia ada keluarga jadi enak nggak keluar biaya lagi buat tempat tinggal. Aku ngekos di sini 500 ribu, sementara gajiku mirip-mirip sama Tuti. Malah mungkin lebih besar Tuti. Belum lagi dengan biaya hidup seperti makan, listrik, dan biaya lainnya. Pernah sewaktu itu aku sampe minjem juga ke temen karena beneran nggak cukup buat biaya hidup. Intinya dengan gaji segitu nggak ada yang bisa diharapin sedikitpun kecuali capenya doang” Saut Eca diakhiri emot sedih.
6 bulan Eca menjadi perantau di Kota Banjar lama-lama tidak tahan juga. Eca yang berusaha mencari pekerjaan lain akhirnya diterima di salah satu perusahaan di Tasik. Akhirnya ia putuskan untuk resign dari kantornya. Kebetulan UMK Tasik lebih besar dari Kota Banjar, plus di sana juga terdapat saudaranya.
“Teruntuk perantau seperti aku yang ingin kerja di Kota Banjar, coba pikir lagi deh mateng-mateng biaya dan benefitnya. Jangan asal dapet kerja, tapi yang ada malah dapet capenya doang.” Saran Eca sekaligus menutupi percakapan.
Alasan UMK Banjar selalu tiarap
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Banjar, H. Sunarto mengatakan penyebab UMK Kota Banjar selalu di posisi buncit adalah Pertumbuhan Ekonomi (PE) yang masih rendah. PE menjadi faktor utama penentu besar kecilnya UMK suatu kota.
“Rendahnya UMK Banjar dilatarbelakangi Banjar selalu mengikuti rumus penyesuaian inflasi Jabar yang besarannya itu mencapai 2,35 persen. Kemudian pertumbuhan ekonomi masih sebesar 4,19 persen dan alfa atau indeks tertentu sebesar 0,3 persen. Semoga pertumbuhan ekonomi (PE) Banjar meningkat terus ditahun berikutnya.” Dilansir dari kabarbanjar.com (12/23).
Kota Banjar layak mendapat predikat juara umum sebagai kota dengan UMK terkecil di Jawa Barat
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya UMK Kota Banjar sebagai yang terkecil di Jawa Barat bukan hanya setahun dua tahun, bahkan sudah bertahun-tahun lamanya. Jika menelusuri histori UMK Kota Banjar 3-4 tahun kebelakang, tahun 2020 sebesar 1.831.844 (posisi terakhir), tahun 2021 sama halnya dengan tahun sebelumnya, tahun 2022 sebesar Rp1.852.009 (posisi terakhir), tahun 2023 sebesar Rp 1.998.119 (posisi terakhir), dan tahun 2024 naik 72 ribu dari tahun sebelumnya dan masih di juru kunci. Bahkan tahun 2010 UMK Kota Banjar hanya sebesar Rp698.200. Sungguh ironis.
Juara umum di Jawa Barat
Bahkan sebagaimana dilansir dari detik.com, sejumlah buruh yang tergabung dalam Forum Solidaritas Buruh (FSB) Banjar pada tahun 2020 memberikan piagam penghargaan bertuliskan ‘Pemerintah Kota Banjar sebagai juara 1 UMK Terendah se-Jawa Barat’.
Mereka menyampaikan kekecewaannya atas kecilnya UMK Kota Banjar. Piagam tersebut merupakan bentuk kritikan dan sindiran kepada Pemkot Kota Banjar yang menduduki posisi paling akhir di Jawa Barat.
Tahun ini, cerita tak berubah. UMK Banjar memang naik, tapi tetap saja jadi juru kunci. Dan saya juga akan mengakhiri tulisan ini. Ya sebab tidak ada yang bisa dibicarakan. Kota yang (mungkin) nyaman dengan rendahnya upah sudah tak bisa diharapkan lagi. Kalau memang ada niatan diperbaiki, pastinya sudah dari dulu, kan?
Penulis: Teza Salih Mauludin
Editor: Rizky Prasetya