Mungkin kalian tidak asing lagi gimana gaharnya Universitas Gadjah Mada (UGM) di kalangan camaba dan masyarakat. Syukurnya saya pernah bersekolah di sana sampai lulus (2017-2021). Banyak pengalaman menarik yang wajib saya ceritakan di sini. Sepertinya, mayoritas calon mahasiswa cenderung memilih lima fakultas yang umum dijumpai. Kelima fakultas tersebut adalah Fakultas Kedokteran, Fakultas Teknik, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Fakultas Psikologi. Saya pribadi tidak pernah kuliah di fakultas yang disebutkan. Malah saya gabung server Fakultas Ilmu Budaya (FIB).
Meskipun FIB tidak termasuk fakultas yang disukai oleh camaba UGM, saya tetap menikmati proses berkuliah di sana. Setelah saya lalui proses, baru lah saya menemukan fakta menarik tentang Fakultas Ilmu Budaya menurut hasil pengamatan saya.
Kharisma Mushalla Al-Adab
Warga FIB tentu tidak asing bagaimana kharismanya musala yang satu ini. Menurut informasi kating yang beredar, musala ini sering direlokasi karena alasan tertentu. Sekarang lokasi Musala Al-Adab masih berada di depan Gedung Margono, tempat kuliah mahasiswa Arkeologi dan Sastra Jawa. Lantas di mana keistimewaan musala ini?
Ternyata, waktu pelaksanaan salat Jumat lebih cepat dibanding masjid yang ada di UGM. Berbeda dengan masjid kampus, pelaksanaan salat Jumat bisa memakan waktu hampir satu sks (1 sks setara 50 menit).
Hal ini sangat disukai civitas akademika FIB karena tidak mau membuang-buang waktu untuk mendengarkan khotbah Jumat yang panjang dan menjemukan. Bahkan warga luar FIB UGM turut memadati musala ini setiap salat Jumat.
Jangan khawatir pelaksanaan salat Jumat di musala ini sudah memenuhi syarat dan rukun salat. Sebagai tambahan, nasi kucing dan es buah sudah menanti para jamaah untuk menghilangkan lapar dan haus untuk sementara waktu.
Fakultas Ilmu Berpesta
Rasanya julukan Fakultas Ilmu Budaya sebagai Fakultas Ilmu Berpesta sudah terkonfirmasi benar. Saban waktu, mahasiswa di sana selalu nongkrong dan bikin acara konser. Bisa dibilang fakultas ini terkenal santai dan ora spaneng.
Begitu ada konser, status mahasiswa tercerabut (sementara) menjadi kerumunan pecinta musik yang suka berteriak-teriak dan berswafoto ketika konser berlangsung. Pernah suatu ketika Lord Didi, nama panggung Didi Kempot, manggung di fakultas ini pada awal 2020, sebelum pandemi Covid-19 menyerang. Mahasiswa FIB UGM yang familiar dengan Lord Didi seketika merapat dan mengungkapkan ekspresi ambyar terbaik mereka.
Cerita lain yang saya bagikan tentang FIB adalah ketika ospek fakultas. Ketika saya masih maba, kebanyakan acara ospek FIB berupa pentas seni dan guyonan, alih-alih melakukan perpeloncoan. Tugas ospek fakultas ini pun ‘mendingan’ dibandingkan dengan tugas ospek fakultas lain di UGM.
Mahasiswa FIB UGM cenderung “liberal”
Mungkin, definisi “liberal” kerap menimbulkan perdebatan tanpa ujung. Saya memaknai liberal dalam konteks ini adalah cara berpakaian dan kebiasaan unik individu.
Sepanjang kuliah di FIB, saya berteman dengan dengan berbagai kepribadian. Ada teman yang berpenampilan alim atau berpenampilan lebih “berani”. Atau saya berteman dengan orang yang berhati Mekkah berotak Washington ataupun sebaliknya. Saban hari berkampus, saya kerap bertemu bule-bule yang berpenampilan semau mereka.
Begitu juga dengan mahasiswi FIB UGM yang memiliki spesifikasi penampilan yang beragam. Mulai dari orang yang berpakaian jilbab cadar sampai orang yang berpenampilan dress pantai. Untungnya berbekal ilmu agama dan penanaman nilai-nilai moral sejak awal, saya tidak tergerus arus lingkungan negatif dari pertemanan mereka.
Begitulah testimoni saya tentang Fakultas Ilmu Budaya. Sebagai alumni FIB (saat ini), saya wajib menjaga nama baik dan membawa pesan damai kepada masyarakat di mana saja saya berada. Walaupun ada sisi negatif soal mahasiswa FIB UGM, toh saya tetap mencintai fakultas ini. Terima kasih sudah membaca artikel ini. Nantikan artikel saya selanjutnya.
Penulis: Genta Ramadhan
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Saya Gagal Kuliah di UGM, dan setelah 13 Tahun, Penyesalan Tersebut Tetap Ada
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.