Meskipun profesi juru parkir itu amat berguna, tetapi saya masih belum bisa ikhlas merelakan satu lembar uang saya kepada mereka. Apalagi kalau ditagih setelah ambil top up Dana di ATM. Apa banget dah.
Meskipun nominalnya tidak seberapa, tapi, eksistensinya di setiap pinggiran jalan ini yang membuat pengeluaran harus membengkan untuk hal-hal yang kurang esensial.
Kata ustaz saya sih, memberi ke orang itu sedekah, sedekah membawa berkah, tapi kalau di mana-mana ada apa nggak termasuk serakah? Rasa kesal saya terhadap profesi ini membuat saya berpikir ulang sebelum memutuskan akan memarkirkan kendaraan atau tidak.
Kalau permasalahan ini bisa saya daftarkan sebagai judul skripsi, dari latar belakang di atas saya ingin memaparkan jawaban dari rumusan masalah mengenai strategi keuangan dalam menghindari pemalakan oleh tukang parkir yang cuma ada di bumi plus enam dua. Ini dia strateginya:
Cari gerai minimarket terdekat
Mencari gerai minimarket yang tergabung dalam franchise seperti Alfamart, Indomaret, dan sebangsanya sangat mudah. Kalau kata orang Jawa, swalayan versi mini ini teng klecek di pinggiran jalan raya. Di mana ada tempat ramai, biasanya di sana juga berdiri, bahkan jarak antar dua gerai bisa ditempuh dengan tempo sesingkat-singkatnya.
Kalau saya baca di media akhir-akhir ini sih, Alfamart dan Indomaret sudah membayarkan retribusinya ke pemerintah. Makanya di dua gerai ini biasanya sudah tertulis “Parkir Gratis” di temboknya. Tulisan ini bisa dijadikan pedoman bahwa kayaknya seluruh tukang parkir yang mangkal di dua minimarket ini adalah preman yang direkrut secara ilegal.
Cara ini sering saya lakukan dulu saat masih magang kerja di Semarang. Saat itu saya menggeluti profesi sebagai calon reporter. Berbekal uang seadanya saya memakai cara ini untuk menghemat pengeluaran saya. Gimana ya, kalau tiap saya mau wawancara harus bayar Rp2000 sedangkan ada beberapa tempat yang harus saya liput, ya boncos.
Memang letak dari minimarket-minimarket ini tidak selalu tepat sasaran dengan tujuan saya. Namun saya bisa sedikit improvisasi dengan berjalan kaki dari gerai minimarket ke tempat yang menjadi tujuan saya. Capek sedikit tidak apa-apa, itung-itung sedikit olahraga.
Namun, nggak semua gerai minimarket berhati baik dan mulia. Ada pula yang pelit dan tidak mau tahu kondisi keuangan saya. Seperti contohnya satu gerai di depan rumah sakit dekat dengan tempat saya magang kerja saat itu.
Saat itu saya ada tugas untuk mewawancarai orang dalam di rumah sakit itu. Awalnya saya ingin mengikuti sistem dengan masuk ke area dalam rumah sakit. Eh ternyata masuknya sudah ala-ala Jepang gitu pakai kartu. Daripada ngurus kartu yang mesti ribet bin berbelit-belit saya memutuskan untuk menggunakan strategi mlipir warung ini.
Tapi eh tapi, gerai ini pelitnya masyaallah. Di dindingnya tertulis larangan untuk parkir selain pelanggan. Sebenarnya saya bisa baca, karena memang saya tidak buta huruf. Tapi kondisi keuangan seret yang saya alami mengaburkan tulisan tersebut dan nekat parkir di sana. Toh nggak ada ancaman apa-apa kalau larangan itu saya langgar.
Pakai strategi uang besar
Strategi ini juga sering saya lakukan untuk menolak palakan tukang parkir. Caranya dengan memberikan uang besar kepada tukang parkir saat ditagih. Sebagian besar tukang parkir yang saya serang mentalnya dengan cara ini meloloskan saya dari jeratan palakan parkir. Tapi ya memang nggak semua tukang parkir mempan dengan jurus ini.
Cara ini bagi saya fifty-fifty karena masing-masing tukang parkir beda-beda. Bagi tukang parkir amatir, pasti kena skakmat dengan cara ini. Tapi kalau pengalamannya sudah banyak sih, bakal ada bekingan yang selalu siap membantu.
Keberadaan warung-warung kelontong yang bisa menjadi hero support yang membantu memberi tambahan defend pada profesi mereka terhadap skill ini.
Ada pula yang dari rumah sudah menyiapkan gepokan uang kembalian buat njagani adanya pemarkir ndablek seperti saya. Tampaknya, strategi pasaran ini kayaknya sudah kurang efektif lagi. Tapi tetap saja layak dicoba.
Bawa uang ngepres sesuai kebutuhan
Strategi pengelolaan finansial di era globalisasi tukang parkir ini sih kayaknya seratus persen ampuh dari kedua cara di atas. Caranya yaitu bawa uang yang ngepres dengan kebutuhan yang ingin dilakukan di tempat parkir itu.
Misalnya mau beli nongkrong di taman kota, dari rumah harus diperkirakan dulu di sana mau jajan apa dan harganya berapa. Kalau sudah, segera ke sana dengan jumlah uang seperti yang direncanakan tadi. Nanti saat sudah saatnya keluar, bilang saja ke tukang parkirnya tidak bawa uang. Kalau perlu, buktikan dengan membuka dompet kosong supaya lebih menjiwai.
Meskipun sepertinya cara ini ampuh, tapi butuh keberanian ekstra untuk melakukannya. Simpan dulu rasa pekewuhmu wahai anak muda. Ada stabilitas finansial yang perlu dijaga di sini.
Kata ustad saya, bersedekah sampai kita sendiri nggak bisa makan juga nggak baik. Penuhi kebutuhan primer dulu baru sisihkan untuk sedekah. Sedekah juga sebaiknya dilakukan ke orang yang membutuhkan, bukan orang yang kejar setoran.
Penulis: Muhammad Arif Prayoga
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Suka Duka Jadi Tukang Parkir Selama 6 Bulan