Tuhan, Bukankah Akan Lebih Simpel Kalau Kami Hanya Jatuh Cinta pada Jodoh Kami Saja?

Tuhan, Bukankah Akan Lebih Simpel Kalau Kami Hanya Jatuh Cinta pada Jodoh Kami Saja?

Kadang-kadang aku membayangkan, betapa indahnya berjalan di muka bumi ini tanpa hati yang patah. Aku bisa menjamin, setidaknya angka kriminalitas akan menurun drastis. Tingkat pengangguran akan berkurang dengan signifikan. Nilai Ujian Nasional meningkat pesat (sebab para remaja akan fokus belajar tanpa harus nge-bucin di bangku sekolah karena takut ditinggalkan). Dan syukur-syukur bisa mengurangi angka korupsi karena manusia tidak perlu mengejar terlalu banyak hal agar tidak patah hati.

Di antara kalian ada nggak yang merasa sudah capek jatuh cinta sama calon jodoh orang lain? Mempertaruhkan waktu, tenaga, pikiran, uang, gengsi, kebebasan, menurunkan standar, dan tanpa sadar sedang berlabuh di hati yang salah? Kalau ada, simak fakta-fakta berikut yang kemungkinan besar sudah terjadi sama diri kalian, dan sialnya nggak bikin kalian kapok.

Maksudku gini (Tuhan, curhat dong), suatu saat kamu jatuh cinta. Kalian merasa udah cocok satu sama lain dan tahu-tahu terjadi sesuatu yang entah dari mana asalnya dan kadang agak sepele. Yang membuat suatu hari kalian berpikir, kok bisa ya hal sekecil ini bikin hubungan kami berakhir? Mungkin hal itu sesepele dia udah bosan karena tiba-tiba aja cintanya udah habis untuk kamu. Tapi karena kalian emang nggak jodoh, hal itu serta merta membuat kalian berpisah. Ngenes, kan? Tapi itulah “the power of bukan jodoh”, Saudara-saudara.

Atau kadang juga bisa kayak gini, kamu jatuh cinta. Kamu udah ngelakuin berbagai hal yang kamu sangat yakin akan membuat dia membalas perasaan kamu (ditambah kamu nggak jelek-jelak amat). Tapi si dia nggak ada tuh melirik sedikit pun. Dia malah ngelirik si sahabat yang nyantai cuek tanpa ada usaha untuk menarik perhatian dia. Sekali lagi, itulah “the power of bukan jodoh”.

Kasus lain yang nggak kalah menyedihkan. Kamu jatuh cinta. Lalu semesta (yang tegaan dan kurang kerjaan) melakukan konspirasi dan mendalangi berbagai kejadian yang membuatmu berpikir dia juga punya perasaan yang sama. Saat kebetulan bertemu pandang, dia menatapmu lima detik lebih lama dibanding yang lain.

Saat kalian bertemu kamu merasa diperlakukan dengan cara yang berbeda dari yang lain. Atau kalian dipertemukan pada peristiwa-peristiwa yang dirancang semesta untuk membuatmu GR bahwa dia punya perasaan yang sama. Tapi ternyata dia dengan nyantainya nembak orang lain seakan-seakan tidak pernah ada sesuatu yang istimewa di antara kalian.

Rasanya agak di luar nalar, bukan? Itu bukan PHP, tapi “the power of bukan jodoh” yang disponsori alam semesta.
Ini kedengarannya seperti doa orang yang nggak tahu diri sih, tapi ya namanya juga usaha. Karena diri ini sudah terlalu lelah, mungkin? Yang tadi itu latar belakang dari proposal ini, lanjut ke hipotesis, tujuan serta manfaat.

Tuhan, kalau kami hanya jatuh hati pada jodoh kami saja, hidup kami yang sudah sangat penuh dengan tekanan ini setidaknya akan terhibur dengan tidak adanya kemungkinan pasangan kami akan direbut atau merebut orang lain. Nggak perlu sibuk membenahi kepingan hati yang berserakan karena dicampakkan (atau syukur-syukur, mencampakkan orang lain).

Mungkin, (mungkin saja nih ya), ketika kami udah selesai dengan perkara hati ini, kami bisa fokus mengejar hal lain. Beribadah dengan khusuk (yakin?) atau sibuk mengembangkan diri serta mengembangkan usaha, misalnya. Bisa keliling dunia menikmati hidup dan aktif melayangkan donasi pada orang-orang yang membutuhkan. Hingga berkontribusi aktif dalam upaya mempertahankan kelestarian isi bumi dan mencegah kepunahan berbagai spesies di planet ini.

Tidak ada lagi usaha move on yang gagal. Sebab sekali hati ini jatuh, ia akan langsung menemui orang yang tepat dan tidak bakal ke mana-mana lagi. Mungkin juga pertanyaan tentang “kapan nikah” tidak lagi terlalu mengintimidasi. Karena ketika jatuh cinta, kami tidak perlu ragu, dia jodoh kami atau bukan. Tidak ada kemungkinan penyesalan jika kami menerima dia, kami telah melepas kesempatan untuk bertemu orang yang lebih baik di masa depan. Sekali lagi, karena pilihan kami hanya satu-satunya dan itu akan jadi yang pertama serta terakhir.

Tuhan, tidak cukupkah hal-hal di atas untuk menjadi alasan Engkau menyederhanakan konflik percintaan yang rumit ini? Kalau kami jatuh cinta hanya sekali, nggak perlu berkali-kali, kan bisa lebih praktis dan jelas arah serta tujuannya. Kami akhirnya akan bisa menghirup udara pagi dan terbangun dengan rongga dada yang lapang dan lega.

Tapi kemudian di ujung sana ada suara lain yang menyela. Nggak sekalian aja berdoa, “Tuhan, biar lebih simpel dan nggak ribet, gimana kalau kami nggak perlu jatuh bangun membangun usaha dan langsung sukses aja dalam sekali coba?” Nah, bukankah itu lebih potensial dalam mengurangi angka pengangguran, kriminalitas, dan angka korupsi di negeri ini

Sebetulnya lu lagi ngajuin proposal atau lagi males aja, sih?

Iya, sial bener juga.

Tapi kan… ah sudahlah. Kalian yang bernasib baik dalam hal ini tidak akan paham rasanya menjadi orang terpilih. Masalahnya adalah waktu terus berjalan. Waktu sangat terbatas sementara taraf hidup kami stagnan. Kami perlu mengejar cita-cita lalu hidup berkecukupan tapi masih belum juga selesai dengan perkara borok hati yang mengesalkan ini.

Nah, proposalnya sampai di sini saja dulu, Tuhan. Kalau diterima Alhamdulillah, kalau ditolak yang tidak apa-apa juga. Namanya juga usaha ada yang berhasil ada yang gagal.

BACA JUGA Jauh-Jauh ke Pulau Penyengat Hanya untuk Berdoa Soal Jodoh? Kamu Bakal Kecewa! atau tulisan Cenning Rara lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version