Toyota Calya saya kira meyakinkan setelah melihat bodinya yang mantap. Ternyata, tarikannya nggak segahar tampilannya.
Pada lebaran kemarin, saya diajak oleh teman-teman untuk silaturahmi ke tempat KKN di Desa Blandongan, Banjarharjo, Brebes. Seminggu sebelum berangkat, saya sudah janjian dengan seorang kenalan yang membuka jasa rental mobil. Kebetulan, saya sudah dua kali menyewa mobil di sana. Pertama kali saat mengantar barang-barang KKN. Sedangkan yang kedua kalinya saat pulang dari tempat KKN. Karena armada yang bagus serta mulus, saya berencana untuk menyewa mobil lagi untuk silaturahmi ke Brebes. Selain itu, hal yang paling penting adalah karena harga yang bersahabat.
Mobil yang hendak saya sewa adalah mobil Grandmax. Namun, semua rencana yang sudah diatur kandas seketika. Setelah sampai di lokasi pada hari pemberangkatan, ternyata mobil yang hendak saya sewa masih belum ngandang (masih di jalan). Mobil baru sampai Purwokerto pada pukul 22.00. Padahal, kami berencana untuk berangkat pagi hari.
Akhirnya mau nggak mau, kami harus mencari rental mobil lain yang armadanya ready maksimal siang hari. Setelah menunggu hingga pukul 13.00, kami berhasil menemukan armada juga. Seorang kawan saya menawarkan mobil dengan biaya yang relatif murah. Mobil yang ditawarkan adalah Toyota Calya warna hitam. Kami serombongan pun berangkat pada pukul 13.30 dari Purwokerto. Setelah menyewa Toyota Calya tersebut, ada beberapa penyesalan yang masih membekas di pikiran saya hingga sekarang.
Toyota Calya nggak cocok untuk jalanan Pantura
Saat perjalanan pulang, kami mampir terlebih dahulu ke Alun-alun Tegal. Untuk ke sana, kami harus membelah jalanan pantura dari Kecamatan Ketanggungan di Brebes hingga Kabupaten Tegal. Ketika memasuki jalan di pantai utara Jawa, saya berencana gas poll untuk mengetahui seberapa besar tenaga mobil ini yang sesungguhnya.
Kami pun memasuki area pantura dengan jalan yang mulus. Rasanya kaki saya gatal jika tidak menginjak gas dengan kecepatan maksimal. Akhirnya saya memerintahkan seorang teman yang duduk di samping saya untuk menjadi kernet dadakan selama melintasi jalur ini. Saya menyalip berapa mobil pribadi hingga truk bermuatan ringan dengan mudahnya. Namun saat berhadapan dengan bus Sinar Jaya dan truk gandeng, saya merasa cemas. Kenapa? Karena saya harus mempertimbangkan akurasi yang matang saat menyalip.
Baca halaman selanjutnya