Bagi kalian yang belum tamat baca manga Tokyo Revengers, saya beri peringatan, artikel ini berisi spoiler. Tanggung sendiri risikonya, ya.
Mau tak mau, saya harus mengatakan ini. Meski harus menerima risiko diserang fans Baji dan Mikey sedunia, tak mengapa, tapi, kebenaran harus saya sampaikan. Tokyo Revengers, adalah manga dengan ending paling buruk. Sampah, menyedihkan, apa pun itu, pantas disematkan pada manga ini.
Saya tidak bisa memahami, kenapa manga dengan tingkat bunuh-bunuhan yang lumayan banyak, punya ending yang sebelas-dua belas dengan film-film Disney. Seakan-akan, mangaka tertekan oleh para fans yang tak terima dengan matinya tokoh favorit mereka. Seakan-akan, ending dibuat memang untuk main aman, atau malah berusaha menyenangkan segala pihak.
Kau tau apa yang terjadi ketika kau berusaha menyenangkan semua pihak? Betul, bencana.
Tokoh mati memang sebaiknya tetap mati. Dihidupkan, boleh, tapi kalau ujungnya seperti Tokyo Revengers, saya pikir itu mah bodoh. Ada alasan kenapa tokoh mati dibiarkan tetap mati, dan tentu saja salah satunya adalah pengembangan tokoh utama.
Meninggalnya Kawachi Tesshou memberi ruang untuk Kiyohiro Yoshimi menunjukkan kapabilitasnya, dan memberi pelajaran pada Murata Shougo agar jadi pemimpin Busoh Sensen (T.F.O.A) yang baik. Matinya Jiraiya adalah katalis bagi Naruto, agar ia bisa jadi ninja yang lebih hebat.
Hell, bahkan matinya Portgas D. Ace adalah hal yang dibutuhkan, agar The Summit War of Marineford punya arti untuk semua tokoh. All I want to say is, tokoh mati punya alasan, dan alasan itu baru terlihat jika tokoh tersebut tetap mati.
Saya tak tahu kenapa dengan gegabah, semua tokoh yang mati, atau berakhir mengenaskan, dihidupkan kembali di akhir cerita Tokyo Revengers, dan diberi akhir yang bahagia. Ini manga delinquent apa Disney goes manga?
Awalnya bagus, lama-lama jadi hancur