Indramayu, sebuah kabupaten di Jawa Barat, terkenal dengan julukan kota mangga dan lumbung padi nasional. Tapi tahukah kamu, bahwa Indramayu juga memiliki julukan lain yang tak kalah terkenal, yaitu Kota TKI?
Ya, Indramayu merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan jumlah TKI terbanyak. Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, terdapat sekitar 100.000 TKI asal Indramayu yang bekerja di berbagai negara di seluruh dunia.
Namun, tingginya angka TKI asal Indramayu ini juga menimbulkan berbagai dampak negatif. Salah satunya adalah brain drain atau “kebocoran otak”. Banyak pemuda-pemudi Indramayu yang memiliki potensi dan pendidikan yang bagus memilih untuk bekerja di luar negeri daripada membangun daerahnya sendiri.
Berikut beberapa faktor utama penyebab tingginya angka pekerja migran di Indramayu.
Daftar Isi
Tingkat pendidikan Indramayu yang (kelewat) rendah
Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, terbentang luas dengan hamparan sawah dan pesisir pantai yang menawan. Namun, di balik keindahan alamnya, tersimpan sebuah kenyataan pahit tingkat pendidikan yang masih tertinggal dibandingkan daerah lain di Jawa Barat.
Berdasarkan data BPS tahun 2023, rata-rata lama sekolah penduduk Indramayu hanya 7,82 tahun. Angka ini jauh di bawah rata-rata Jawa Barat yang mencapai 8,23 tahun. Ironisnya, Indramayu menempati posisi terendah dalam hal tingkat pendidikan di antara seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat.
Lapangan kerja Indramayu yang amat minim
Petani, buruh tani, dan nelayan menjadi tumpuan utama mata pencaharian masyarakat Indramayu. Sektor industri, meskipun ada, masih belum berkembang pesat dan minim menyerap tenaga kerja.
Solusi utama untuk mendapatkan kerja hanyalah merantau dan mencari peruntungan di kota-kota besar. Namun, melihat tingkat pendidikan yang rendah serta persaingan yang besar, menjadi tenaga kerja diluar negeri adalah hal yang menggiurkan.
Gaji yang besar dan tak memerlukan banyak kualifikasi persyaratan sudah barang tentu menjadi TKI adalah pilihan. Maka dari itu banyak pekerja dari Indramayu hanya menjadi buruh pabrik atau perkebunan dan asisten rumah tangga.
TKI pilihan pertama dan terakhir
Jumlah TKI asal Indramayu yang besar ini tentu bukan tanpa alasan. Faktor ekonomi menjadi pendorong utama. Banyak warga Indramayu yang memilih bekerja di luar negeri karena tergiur dengan gaji yang lebih tinggi dibandingkan bekerja di dalam negeri.
Di Indramayu, tradisi merantau sudah ada sejak lama. Banyak orang tua yang mendorong anak-anak mereka untuk bekerja di luar negeri demi mengangkat derajat keluarga. Menjadi TKI dapat meningkatkan taraf kehidupan paling tidak memperbaiki perekonomian.
Lingkaran setan kemiskinan
Menjadi TKI berarti memulai siklus baru kemiskinan. Munculnya berbagai permasalahan sosial, seperti perceraian, pernikahan dini, dan anak-anak yang terlantar, dan ketika anak-anak ini tumbuh dewasa ia akan memulai kembali perputaran nasib yang serupa. Hal ini terjadi karena banyak suami yang bekerja di luar negeri dan meninggalkan istri dan anak-anak mereka di kampung halaman.
Pemerintah perlu memberikan perhatian lebih serius terhadap masalah TKI. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pelatihan dan pendidikan bagi calon TKI, serta memperkuat pengawasan terhadap penyalur TKI.
Perlu diciptakan lapangan pekerjaan yang layak di dalam negeri agar masyarakat tidak perlu lagi pergi ke luar negeri untuk mencari nafkah. Harus dilakukan upaya untuk mengubah pola pikir masyarakat tentang TKI. TKI bukan hanya sebagai “pahlawan devisa”, tetapi juga sebagai manusia yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya.
TKI adalah bagian dari Indonesia, bukan hanya Indramayu. Oleh karena itu, menyelesaikan permasalahan TKI adalah tanggung jawab bersama.
Penulis: Dicky Saputra
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Suka Duka Mahasiswa Asal Indramayu, dari Dianggap Norak Sampai Ngaku dari Cirebon