Pada suatu pagi ketika mengecek hape, saya mendapati puluhan pesan dari salah seorang kawan yang sedang menempuh skripsi, sebut saja namanya Tono. Ya, Tono adalah seorang mahasiswa tingkat akhir di salah satu Universitas di Surabaya.
Pagi itu, Tono bercerita bahwa dirinya begitu kesal dengan dosbingnya yang resek karena tak kunjung merespon pesan atau telepon darinya. Dia bilang kalau hal ini udah berlangsung sejak dia selesai sempro sekitar 4 bulan yang lalu.
“Bagaimana mau bimbingan bro? direspon saja tidak”, begitu ungkapnya. Bahkan dirinya sudah putus asa dan sampai melayangkan pesan kepada dosbing resek itu dengan bilang, “apabila Bapak keberatan membimbing, saya putuskan untuk tidak melanjutkan studi ini. Karena bagi saya sudah nggak bisa lagi menjalani hal seperti ini, dan saya ucapkan terima kasih.”
Saya lantas ikut bingung, mau bagaimana lagi? Dirinya sudah terlanjur putus asa akibat dosbing resek itu. Lalu saya menyarankan untuk mendatangi rumahnya saja, siapa tau masih ada secercah harapan, ya, kan?
Lain halnya dengan Tono, Kawan saya yang lain sebut saja Mawar, juga mengalami nasib yang hampir sama. Bedanya, Mawar masih mendapatkan respon dari dosen pembimbingnya, namun sialnya mereka selalu berbeda pendapat.
Mawar bercerita bahwa ketidakcocokan dengan dosen pembimbingnya itu sudah dimulai sejak penentuan judul. Hingga akhirnya Mawar diam-diam minta bimbingan ke dosen lain yang tidak memiliki tugas membimbing Mawar.
Singkat cerita, akhirnya Mawar berhasil menyelesaikan naskah skripsinya itu. Namun, ketika dirinya menyetorkan naskah skripsi kepada dosbingnya itu, tiba-tiba hal yang paling menyebalkan justru datang. Apa yang terjadi sodara?
Dosbingnya meminta Mawar untuk mengganti rumusan masalah yang selama ini digunakan sebagai pedoman untuk melakukan penelitian. Alhasil, mau nggak mau dirinya terpaksa mengganti hampir seluruh isi skripsinya itu. Gimana rasanya coba diresekin kayak gitu?
Berangkat dari kisah dua kawan tersebut di atas, maka saya kemudian terinspirasi untuk menuliskan tips berdamai dengan dosbing khususnya dosbing yang resek. Agar kita semua terhindar dari kesalahpahaman dan miskomunikasi dalam proses mengerjakan skripsi.
1. Bersyukurlah siapa pun dosen pembimbingmu
Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah bersyukur, hal tersebut lantaran masih ada dosen yang mau membimbingmu, meskipun itu memang tugasnya.
Beberapa kampus, termasuk kampus dua kawan saya di atas menerapkan sistem acak dalam penentuan dosen pembimbing. Jadi, menurut penuturan pihak kampus, sistem acak dilakukan agar tidak ada kesenjangan antar sesama dosen maupun sesama mahasiswa.
Mungkin di antara kalian juga bernasib sama, yakni tidak bisa memilih sesuka hati siapa dosen pembimbing kalian. Karena itu, bersyukurlah siapa pun dosen pembimbingmu, mungkin itu yang terbaik bagi dirimu menurut pihak kampus.
2. Terimalah dengan lapang dada kekurangan dosen pembimbing
Langkah selanjutnya yang harus kamu lakukan adalah menerima kekurangan dari dosen pembimbing yang sudah dipilihkan atau pilihanmu sendiri tersebut. Mungkin kamu mendapatkan dosen pembimbing yang suka resek dan memaksakan kehendak.
Atau mungkin dosen pembimbing yang sudah bisa dibilang sepuh, sehingga selow respon. Ya, diterima sajalah, kamu cukup melakukan yang terbaik bagianmu, itu saja. Yang terpenting jangan memaksakan dosen pembimbing di luar kapasitasnya.
3. Berkomunikasi dengan baik meskipun berbeda pandangan
Komunikasi adalah kunci dari kesuksesan proses bimbingan tugas akhir, termasuk skripsi. Bilang baik-baik dengan dosen pembimbing apabila mempunyai keinginan atau pandangan yang berbeda.
Dengan memperhatikan etika, tentu dosen pembimbing akan mudah menyadari bahwa perbedaan pendapat itu hal yang wajar. Namun, apabila kamu menyampaikan pandangan dengan cara tidak baik, ya jangan harap proses bimbingan semulus wajah Anya Geraldine. Hehe.
4. Jangan egois, barangkali kehendak dosen pembimbing adalah yang terbaik
Sebagai mahasiswa, kamu tidak boleh egois mentang-mentang kamu yang mengerjakan, turun ke lapangan dan lain sebagainya. Dengarkanlah dosen pembimbing, turuti apa kemauannya meskipun itu sulit kamu cerna dan praktikkan.
Ya, demi melancarkan proses mengerjakan skripsi, kamu tidak boleh egois. Ikuti saja apa kehendak atau keinginan dari dosen pembimbing itu. Layaknya menulis artikel di media, kita tentu harus menyesuaikan dengan pedoman yang ada, agar artikel kita ditayangkan. Ya, kan?
5. Jangan dilawan, berdoalah agar skripsi segera disetujui
Apabila kamu mendapati dosen pembimbing yang memiliki karakter keras dan suka memaksakan kehendak, saya pastikan jangan dilawan. Kamu harus sedikit bersabar dan menyesuaikan diri dengan karakter dosen pembimbingmu itu.
Kamu bisa mencari alternatif lain dengan tidak melawannya secara langsung. Misalnya, kamu bisa diam-diam mendoakannya atau bisa dengan usaha-usaha lain. Siapa tau dari usaha-usahamu itu dosen pembimbing bisa terketuk pintu hatinya dan menyetujui skripsimu.
Dosen pembimbing itu kadang seperti corona, kita tak akan kuasa melawannya, maka jalan satu-satunya adalah berdamai dengannya.
Akhirnya, selesai atau tidak skripsimu itu di tanganmu. Namun, yang memutuskan layak atau tidaknya skripsimu untuk diuji adalah dosen pembimbing. Karena itu, sekali lagi berdamailah dengan dosen pembimbing.
BACA JUGA Surat Terbuka Untuk Dosen Pembimbing dan tulisan A. Fikri Amiruddin Ihsani lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.